Jumat, Juli 27, 2007

11 Tahun Kerusuhan 27 Juli 1996




Awal Membanjirnya Simpati untuk Megawati


HARI ini, tepat 11 tahun usia satu peristiwa yang dipercaya menjadi awal titik balik sejarah besar bangsa Indonesia, kasus kerusuhan 27 Juli 1996. Ini adalah satu peristiwa dari sejumlah peristiwa di negeri ini yang masih mengandung misteri dan teka-teki. Buatku sendiri, 27 Juli mengandung arti tersendiri, karena saat peristiwa itu terjadi kebetulan aku berada di tempat kejadian. Bukan sebagai pelaku, tetapi sebagai peliput peristiwa. Sebagai juru warta.

Saat itu, tahun keduaku bekerja di Harian Jawa Pos. Belum setahun aku ditempatkan di Jakarta ketika terjadi peristiwa tersebut. Kasus kerusuhan 27 Juli itulah yang akhirnya membuat nama Megawati, puteri Bung Karno menjadi begitu populer. Seorang ibu rumah tangga biasa yang tadinya tidak dikenal publik kecuali sebagai sang puteri proklamator mendadak menjadi tokoh politik yang sangat kuat di republik ini.

Salah satu tokoh yang banyak membicarakan soal kasus kerusuhan 27 Juli dan membicarakan secara gamblang peristiwa itu adalah Letjen TNI (Purn) Soeyono yang saat kejadian menjabat selaku Kepala Staf Umum (Kasum) ABRI dan Sekjen Dephankam. Bahkan, Soeyono sempat mengeluarkan biografinya berjudul "Soeyono, bukan Puntung Rokok" pada pertengahan Maret 2003 lalu. Tanpa tedeng aling-aling, dalam bukunya Soeyono menuduh bahwa pencopotannya sebagai Kasum ABRI erat kaitannya dengan peristiwa itu.

Kasus 27 Juli 1996, seperti banyak peristiwa penting lainnya dalam sejarah kita, sampai saat ini belum juga terungkap tuntas. Banyak sekali ulasan, teori dan analisis mengenai latar belakang kejadiannya, siapa-siapa otak di belakangnya dan untuk apa tujuan dan motivasinya.

Secara sederhana, bila dikaitkan dengan peristiwa sebelum dan sesudahnya, kasus kerusuhan 27 Juli adalah satu rangkaian kesatuan. Waktu itu adalah munculnya dua kekuatan, dua Srikandi di panggung politik Indonesia. Persaingan antara Siti Hardiyanti Indra Rukmana dari Golkar yang puteri Soeharto melawan Megawati Soekarnoputri dari PDI yang adalah puteri Soekarno.

Karena itu, penyerbuan dan pengambilalihan kantor PDI pada 27 Juli 1996, merupakan klimaks dari upaya menggembosi pamor Mbak Mega dan menaikan popularitas Mbak Tutut. Versi seperti ini juga yang dipercaya oleh Soeyono dalam biografinya.

Aku sendiri berada di halaman PPP, tetangga kantor PDI yang diserbu oleh "pendukung PDI Suryadi" yang sebenarnya aparat keamanan yang menyamar saat itu. Sebelum akhirnya kantor tersebut dikuasai oleh aparat keamanan, aku sempat beberapa kali meliput mimbar bebas di halaman kantor tersebut yang menghendaki agar pemerintah tidak ikut campur tangan lagi dalam kepengurusan PDI dan mulai menegakkan demokrasi.

Saat itu memang ada kepengurusan PDI kembar yaitu kepengurusan hasil Munas di bawah Mbak Mega dan kepengurusan hasil Kongres Medan di bawah Soeryadi. Meski massa PDI kebanyakan mendukung Mbak Mega akan tetapi pemerintah, dalam hal ini Departemen Dalam Negeri lebih memihak Soeryadi. Akibatnya simpati publik jatuh pada Mbak Mega yang dianggap telah diperlakukan sewenang-wenang pada dirinya.

Tak heran bila akhirnya PDIP mendapat simpati yang begitu besar dari rakyat, dan akhirnya setelah jatuhnya Pak Harto dan gerakan reformasi berhasil melakukan perubahan politik yang cukup berarti Mbak Mega berhasil menjadi Presiden negeri ini (2001 - 2004), meskipun harus diselingi oleh dua Presiden transisional yakni BJ Habibie (1998 - 1999) dan Abdurrahman Wahid (1999 - 2001).

Dari saat Megawati dianiaya saat menjadi Ketua Umum PDI (1993) hingga berhasil naik menjadi pemimpin politik yang disegani di negeri ini (1999) saat dia dilantik sebagai Wakil Presiden itulah posisi peristiwa Kerusuhan 27 Juli berada. Tepat ditengah-tengah kedua peristiwa tersebut. Kerusuhan 27 Juli bagaimanapun adalah titik balik yang meroketkan nama Megawati, sekaligus menghancurkan bangunan politik Orde Baru yang keropos sejak awal tahun 1990-an. Itulah titik penting dari peristiwa kerusuhan 27 Juli bagi negeri ini.

Iwan Samariansyah, 27 Juli 2007

Tidak ada komentar: