Rabu, Agustus 15, 2007

Sikap Iwan Fals pada Politik (1996)


''Menurutku Cuma Politik Cengengesan''

MUSISI kondang Iwan Fals tetap saja tak berubah. Saat ditemui Iwan Samariansyah dari Jawa Pos di rumahnya yang teduh dan asri di kawasan Bintaro Jaya, kemarin, dia tetap tampil bersahaja : ramah dan senang guyon. Rambutnya tetap lebat dan gondrong, bahkan kumis dan jenggotnya juga dibiarkan tumbuh tak beraturan.

Ia tidak langsung menemui Jawa Pos. Maklum, Iwan sedang sibuk rekaman. Maka, dia minta istrinya menyilakan masuk dan menunggu sebentar, karena Iwan sedang sibuk menyelesaikan rekaman. ''Inilah kegiatan rutin saya. Sudah 50 lagu kubuat dengan cara begini. Asyik dan senang aja sih. Kan ini sudah menjadi profesiku,'' katanya, dengan gaya cuek.

Mengenakan jins belel pendek dan baju kaus lusuh, Iwan sesekali tampak serius menjawab pertanyaan yang memang melintas tapal batas bidang kegiatannya sehari-hari. Yakni, soal partai politik. Pasalnya, belakangan Iwan diperebutkan organisasi politik peserta pemilu. Inilah petikan wawancaranya :

Mas Iwan, kayaknya Anda sedang diperebutkan orsospol. Anda tahu nggak nih?
Yee, orang kayak begini kok diperebutkan. Apanya yang mau direbutin. Tetapi, omong-omong, saya sudah beberapa hari nggak baca koran. Ada apaan sih? Sorry ya, saya balik nanya.

Kabarnya Mas Iwan diajak 'manggung' oleh ...?
(Pertanyaan belum selesai Iwan langsung memotongnya). Oh itu. Iya, per telepon. Waktu itu kan lagi ribut-ribut pas zaman mimbar bebas. Aku pikir asyik juga. Tetapi aku nggak langsung menyanggupi. Aku waktu itu cuman bilang ntar aja dulu deh. Tunggu September. Eh, tahu-tahu keburu ada ribut-ribut tanggal 27 Juli itu. Ya udah bubar. Padahal, lagunya udah aku siapin lho. Udah jadi. (Rupanya Iwan salah sangka, dikiranya Jawa Pos bertanya soal rencana manggungnya di mimbar bebas PDI yang akhirnya batal itu. Tetapi biar tak menyinggung perasaannya, pertanyaan diteruskan saja).

Terus kelanjutannya? Ya gitu. Males akhirnya. Padahal salah satu lagunya sudah aku selesaikan, judulnya Ibu. Itu lagu khusus dariku untuk Mbak Megawati. Aku kan simpati padanya. Dia orang baik. Sekarang lagu itu kusimpan saja. Aku kan lagi negosiasi album baru sama Musica Record. Nah, lagu itu kumasukkan juga ke situ. Nggak tahu kapan diterbitkan.

Gimana pendapat Mas Iwan tentang situasi politik sekarang ?
Ah, malas ngelihatnya. Aku ini kan musisi. Tetapi nggak berarti aku nggak peduli sama politik. Aku sih mengikuti. Tetapi kalau menurutku sih, politik yang ada sekarang ini cuma politik cengengesan. Payah. Jadi, bikin orang nggak demen saja. Kita ini belum dewasa dalam berpolitik.

Pernah nggak Mas Iwan ditawarin jadi caleg? Jadi calon anggota DPR begitu? Pernah. Waktu 1992 kan aku dihubungi sama orang-orang PPP. Aku ini sebenarnya seneng juga sama partai ini. Tetapi waktu itu aku tolak. Kayaknya nggak deh, begitu kujawab waktu itu. Aku memang merasa nggak punya bakat jadi anggota DPR. Lebih baik jadi pemusik saja. Lebih asyik.

Terus kalau sekarang ditawari lagi gimana? Ya sikapku nggak berubah. Nggak deh. Dengan bermain musik kan aku juga bisa berbuat untuk orang lain. Ya, mungkin bisa jadi anggota DPR sambil tetap menekuni musik. Tetapi aku ragu itu akan berhasil. Menjadi pemusik itu bukan main-main lho. Aku sendiri aja kerap kerepotan kok ngatur waktuku.

Aku ini kan sudah diberi rahmat sama Tuhan menjadi pemain musik. Ya aku turuti saja. (Saat mengucapkan itu, nadanya menjadi serius dan pandangannya menerawang menembus jendela kaca ke halaman rumahnya yang ditanami pohon-pohonan. Tetapi itu tak lama. Karena dia kembali tersenyum dan tertawa lepas).

Pernah dihubungi lagi sama orang-orang PPP? Ya kalau ditelepon sih sering. Tetapi mereka paham kok pada pendirianku. Kalau sekadar disuruh manggung sih aku mau. Bahkan kalau perlu main musik di depan seluruh anggota DPR/MPR juga aku mau. Wah kalau boleh, asyik juga itu. Aku pasti dengan senang hati bersedia kalau ada yang memintanya.

Jadi, tegasnya, Mas Iwan nggak bersedia nih jadi caleg? Nggak deh. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran lewat musik kan pahalanya nggak kalah dengan berjuang lewat politik.

Tetapi kan Pak Haji Rhoma Irama jadi caleg Golkar tuh? Lho beliau kan sudah lillahi ta'ala. Itu yang kudengar. Aku mendukung dan mencintai Pak Haji itu. Kalau memang itu pilihannya, tentu itu pilihan terbaik baginya. Kalau aku, kayaknya lebih sreg seperti sekarang ini saja. (Tangannya segera menyeka rambutnya yang tergerai lebat. Tatapan matanya sungguh tajam menikam. Tetapi tingkahnya tetap saja cuek. Waktu omong-omong itu, Iwan duduk di depan tuts organ yang sedang dipakai untuk rekaman musik. Rokoknya mengebul tebal ke langit-langit rumahnya yang bertingkat dua itu. Percakapan kemudian beralih sejenak pada kegiatannya sehari-hari dan persiapan album barunya nanti).

Mas Iwan, kalau Anda dicalonkan oleh Mbak Mega sebagai anggota DPR versi dia bersedia apa nggak? Nggak mau juga. Terima kasih kalau nama saya memang dicantumkan dalam daftar calonnya Mbak Mega. Saya setuju dengan perjuangan moral yang dilakukan Mbak Mega. Saya mendukungnya. Tetapi kalau jadi caleg, baik dari PPP, PDI, maupun Golkar, wah kayaknya aku nggak bakat deh.

Alasan Mas Iwan? Yaah, kalau politiknya masih tetap politik cengengesan, ya susah dong kita. Nggak tahu ya kalau nanti-nanti.

Mas Iwan optimistis kita akan melangkah lebih baik ? Oh, optimistis. Saya percaya bahwa masih ada hari esok yang lebih baik dan penuh harapan. Bangsa ini adalah bangsa yang besar. Dan aku bangga menjadi bagian dari bangsa ini. Aku yakin makin hari kita akan menjadi semakin baik.

(Ketika berpamitan, jabatan tangannya terasa tulus sekali. Akrab dan hangat. Dia mengantarkan sampai ke depan pintu. Dan tak lama kemudian, musik terdengar lagi dari dalam rumahnya. Dia melanjutkan pekerjaannya semula yang terganggu sejenak dengan kedatangan Jawa Pos. Bento .... bento. Begitu musiknya. (iwan samariansyah)

Disajikan di Harian Jawa Pos, edisi 14 September 1996



Tidak ada komentar: