Kamis, Agustus 23, 2007

Quo Vadis Prestasi Olahraga Indonesia ?


Saatnya Kita Berbenah Diri

Men Sana in Corpore Sano, dalam tubuh yang kuat terdapat jiwa yang sehat. Mengandung arti bahwa untuk membentuk mental yang sehat dibutuhkan kondisi fisik atau raga yang kuat. Daya pikir, kreativitas, dan inovasi bangsa akan terpacu bilamana prestasi olahraga kita juga tinggi, yang sayangnya saat ini masih belum menggembirakan.

Prestasi olahraga kita di ajang persaingan antarbangsa saat ini memang tidak terlalu menggembirakan. Bahkan sejumlah kalangan menyebutnya berada dalam kondisi kritis. Setidaknyaitu tercermin dari posisi Indonesia di SEA Games Manila tahun 2005 lalu yang boleh dikatakan sebagai kegagalan.

Dalam event olahraga terbesar di Asia Tenggara itu, Indonesia hanya mampu meraih 50 medali emas saja. Padahal targetnya adalah mendapatkan 69 keping emas. Dalam SEA Games Manila ada 348 medali emas yang diperebutkan. Selain itu, Indonesia hanya mengikuti 217 nomor pertandingan saja. Tim SEA Games pun pulang ke Jakarta dengan kepala tertunduk karena kegagalan itu.

Setahun sebelumnya pada Olimpiade Athena 2004 di Athena, Yunani, Indonesia hanya bisa meraih 1 emas dan 2 perunggu. Itu juga dari cabang olahraga yang secara tradisional menjadi kebanggaan kita yaitu bulu tangkis. Taufik Hidayat meraih emas dari nomor tunggal putra dan Soni Dwi Kuncoro meraih perunggu. Perunggu lainnya diraih oleh Flandy Limpele/Eng Hian untuk ganda putra.

Padahal, andaikata saja pembinaan olahraga kita bagus, kita pastilah bisa mendapatkan medali Olimpiade lebih dari satu. Haruslah diakui bahwa di luar cabang bulu tangkis, kita masih belum banyak bisa bicara. Bahkan, dengan kemajuan pesat dari China dan Malaysia, dominasi kita di cabang olahraga bulu tangkis juga semakin terancam.

Kita memang mesti berkaca ke RRC. Secara luar biasa, negeri tirai bambu itu muncul sebagai kekuatan dahsyat dalam olahraga di tingkat dunia. Pada Olimpiade Athena 2004, China melejit melampaui Rusia dan Jepang untuk menempati posisi Runner-Up di bawah Amerika Serikat.

Bahkan China nyaris menggusur AS sebagai Juara Umum karena medali emas yang diperoleh hanya berbeda tiga medali. AS meraih 35 medali emas, berbanding China yang memperoleh 32 medali emas. Indonesia sendiri harus puas menempati peringkat ke 48 dari 202 negara yang berpartisipasi di Olimpiade itu.

Olimpiade selanjutnya digelar di Beijing tahun depan, dan ajang SEA Games digelar di Vietnam beberapa bulan lagi. Pertanyaannya sekarang, berada di peringkat berapakah Indonesia nanti? Prestasi Olahraga Indonesia baik di tingkat ASEAN maupun di ajang Olimpiade yang masih belum mampu bicara banyak hendaknya patut menjadi renungan kita bersama.

Negeri ini sesungguhnya memiliki bibit atlet-atlet tangguh yang cukup besar, karenanya terasa agak aneh juga begitu minimnya prestasi yang ditorehkan oleh atlet-atlet nasional kita. Tampaknya itu semua dilatarbelakangi banyak faktor. Mulai dari faktor pembinaan yang kurang berjalan sebagaimana mestinya, minimnya biaya pembinaan hingga kepengurusan organisasi olahraga yang kurang profesional.

Yang terakhir ini patut mendapatkan perhatian kita semua. Karena kerap kali, pengurus sebuah organisasi olahraga, terkadang bukanlah orang yang sudah lama menggeluti olahraga tersebut. Yang lebih menonjol adalah, pengurus itu mampu dari aspek menanggung biaya organisasi. Kita ingat dulu saat PB PASI dipimpin oleh pengusaha Bob Hasan, atau Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso yang menjadi Ketua Umum PB PBSI.

Yang jelas, bila prestasi olahraga kita sangat buruk maka citra bangsa juga akan jatuh. Untuk mencapai prestasi yang bagus diperlukan suatu kerja keras semua stake holder di bidang olahraga. Kesempatan untuk melakukan kompetisi diperluas, dan pencarian bibit-bibit unggul berbagai cabang olahraga mesti diintensifkan.

Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Prof Toho Cholik Mutohir dalam sebuah Seminar Internasional tentang Keolahragaan di ITB Bandung, beberapa waktu yang lalu mengatakan perlunya dilakukan pembinaan olahraga secara berkesinambungan. Menurutnya, pembinaan olahraga harus dimulai dari sekolah, sebab di sekolah bibit-bibit olahragawan berbakat muncul.

Apa yang disampaikan oleh Prof Toho benar adanya. Selama ini pembinaan atlet-atlet muda kita tidak terarah, tidak berjenjang apalagi berkelanjutan. Padahal sudah lama kita ketahui bahwa atlet berprestasi itu lahir dari pembinaan jangka panjang. Dari penelitian yang ada, diperlukan 8 - 12 tahun untuk melahirkan atlet berprestasi.

Menurut Toho, bila hendak mencapai target kebangkitan dunia olahraga Indonesia tahun 2011 , maka pembinaan atlet muda berbakat harus terarah. Pendidikan olahraga usia dini itu penting, meski tidak harus diidentikkan dengan spesialisasi. Spesialisasi harus dimulai dengan berjenjang, yang dimulai dengan latihan-latihan yang sifatnya fun, sampai akhirnya mencapai kemenangan.

Selama ini, atlet muda berbakat gagal meraih prestasi karena mereka diraih oleh guru-guru olahraga, yang belum menguasai dan belum mempunyai sertfikat untuk melatih. Karena itu di masa mendatang, pendidikan pelatih menjadi amat penting. Apalagi olahraga di sekolah bukanlah untuk prestasi melainkan untuk memenuhi kurikulum semata. Oleh karenanya, sekolah harus menjalin kerja sama dengan klub-klub.

1 komentar:

Yusdi Learning ! mengatakan...

Ass.Wr.Wb
Dear Pak Iwan, saya sudah membaca artikael saudara dan saya menyetujui di beberapah hal seperti faktor pembibitan dari awal yang kurng terarah. tetapi hal itu bukan di sebabkan oleh Guru olahraga semata atau pemenuhan kurikulum di sekolah. tetapi juga lemahnya iklim olahraga di Indonesia. serta secara garis besar pemisahan pendidikan oleahraga dan presasi olahraga antara depdiknas dan menpora lebih membuat tidak terarahnya olahraga di Indonesia.
Sudah banyak orang yang berkualitas dalam dunia olahraga tetapi karena negara ini di bangun oleh unsur politik sehingga sampai akar rumput pun sikut menikut akan terjadi. memang tidak ada kaitannya antara politik dan olahraga bahkan tidak bisa di satukan. tetapi kanyataan itulah yang terjadi saat ini di Indonesia.jadi apabial anda ingin mencari atau merubah iklim olahraga di Indonesia sebaiknya anda memberi masukkan kepada mereka pemerintah bukan para guru olahraga.
Yusdi Latutiyanto,S.Pd
Wass.Wr.Wb