Minggu, Februari 03, 2008

Widjanarko Menanti Palu Hakim Diketuk


Oleh : Iwan Samariansyah
Wartawan Jurnal Nasional


SIDANG perkara mantan Direktur Utama Perum Bulog Widjanarko Puspoyo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sudah mendekati babak akhir. Bila tak ada aral melintang, pengadilan tingkat pertama itu akan mengambil keputusan akhir (vonis) pada Senin, 4 Februari mendatang. Disitulah nasib pria kelahiran Yogyakarta, 22 April 1949 itu akan ditentukan.

Persidangan terhadap Widjan – panggilan akrab politisi PDIP itu – dimulai pada 9 Oktober 2007 lalu. Drama menggapai keadilan, dan penentuan apakah Widjan melakukan korupsi atau tidak di Bulog itu diwarnai insiden. Pada sidang perdana itu, saat membacakan eksepsinya, entah sungguhan atau pura-pura, mantan Ketua Umum AMPI di era Orde Baru itu mendadak saja terkulai di kursinya. Jatuh pingsan.

Sejumlah pengamat hukum dengan nada sinis mengatakan bahwa taktik kuno itu ternyata masih juga dipakai oleh terdakwa kasus korupsi. Tak terkecuali Widjan. Meski kemudian ada surat keterangan dokter yang mengatakan bahwa terdakwa memang benar-benar sakit. Taktik pingsan di pengadilan, atau wajah yang terkesan shock dan menyedihkan serta surat sakti dari dokter seolah menjadi menu wajib para terdakwa.

TM Luthfi Yazid, pengacara yang mencermati berbagai sidang kasus korupsi, berpendapat bahwa hakim sepatutnya harus jeli terhadap gejala dimanfaatkannya alibi kesehatan untuk menghindari dari hadir di pengadilan. ”Diperlukan komite independen dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk melakukan verifikasi terhadap terdakwa. Berdasarkan itu maka Hakim bisa membuat ketetapan apakah seorang terdakwa sehat atau tidak. Layak maju ke sidang pengadilan atau tidak,” ujarnya kepada Jurnal Nasional, tadi malam.

Widjan merupakan terdakwa dalam dua kasus dugaan korupsi di tubuh Perum Bulog dan kasus penerimaan gratifikasi (hadiah/fee) dalam kasus impor beras dari Vietnam. Sidang yang berlangsung di ruang sidang Garuda PN Jaksel itu selalu dipenuhi para pengunjung, baik dari keluarga terdakwa maupun bekas karyawannya di Bulog.

Dalam persidangan yang diketuai majelis hakim Edy Junarso ini, tim JPU mendakwa Widjan telah melakukan tindak pidana korupsi, seperti diatur dalam pasal 2 (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 seperti diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman pidananya adalah penjara maksimal seumur hidup.

Dalam dakwaan primer, Widjan didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus impor sapi dari Australia pada 2001. Pengadaan sapi itu tidak terwujud alias fiktif, dan sapi jaminan dari rekanan bulog tersebut tidak bisa diambil alih. "Perbuatan itu telah merugikan keuangan negara, dalam hal ini Perum Bulog," kata JPU Yuni Dharu Kinarsih.

JPU juga mendakwa Widjan dalam kasus dugaan korupsi ekspor beras Bulog sejumlah 50 ribu metrik ton ke Afrika Selatan pada 2005. "Dalam kasus ini telah terjadi manipulasi harga beras menjadi Rp1.818 per kilogram, berbeda dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 474/KMK.02/2004 yang mengharuskan beras dijual dengan harga Rp3.334 per kilogram. Akibat perbuatan itu, telah terjadi kerugian keuangan negara senilai Rp78,3 miliar," kata Kuntadi anggota JPU lainnya.

Dalam dakwaan ketiga, JPU menyatakan Widjan telah menerima hadiah dalam pengadaan beras hasil kerjasama Bulog dengan Vietnam Southern Food Corporation pada 2001-2002. Vietnam Food diduga telah mengirimkan uang sekitar US$1,6 juta ke PT Arden Bridge Investment (ABI) milik adik Widjan, Widjokongko Puspoyo. Selanjutnya uang-uang tersebut mengealir ke rekening Widjan dan keluarganya

Akhirnya setelah serangkaian sidang, Jaksa mengeluarkan tuntutannya tepat pada hari peringatan Malari, 15 Januari 2008 lalu. Pada Selasa malam itu, Widjan dituntut hukuman 14 tahun penjara karena diduga bersalah dalam sejumlah kasus korupsi di Bulog.

Anehnya, saat sepatutnya vonis dibacakan, Majelis Hakim menundanya. Alasannya, majelis hakim belum mencapai kata mufakat mengenai penentuan vonis terhadap Widjanarko.Hal tersebut dikatakan Ketua Majelis Hakim Artha Thersia dalam persidangan kemarin usai menanyakan kesiapan dan kesehatan terdakwa Widjanarko dalam persidangan kemarin.

Dalam sidang kemarin Theresia menegaskan, tiga hakim yang menangani kasus Widjanarko masih berbeda pendapat dan belum mencapai kata mufakat. "Ada tiga orang hakim yang bermusyawarah, tetapi pendapatnya ada 30," kata Theresia. Bukan main.

Widjan sendiri bersikeras bahwa dirinya sama sekali tak bersalah dalam ketiga kasus yang dituduhkan padanya. Bahkan dia mengatakan bahwa kasus yang menimpa dirinya ini sarat dengan muatan politis. Karena dirinya lah yang melaporkan kalau ada kasus impor sapi fiktif ini. “Saya yang melaporkan kok malah saya yang dituduh korupsi,” ujarnya.

Versi Widjan soal impor sapi fiktif, PT Lintas Nusa Pratama (LNP) yang merupakan rekanan Bulog dalam pengadaan sapi ini telah ditipu oleh supplier sapi dari Autralia sehingga sapi yang telah dipesan sebayak 1.000 ekor tersebut tidak datang.

Menurutnya Bulog saat itu sudah mengajukan gugatan di pengadilan di Autralia yang dialami PT LNP atas penipuan yang dilakukan oleh supplier sapi tersebut karena LNP sudah membayar ke supplier tersebut.

"Sidang putusannya baru selesai Desember lalu. Pihak LNP dimenangkan oleh pengadilan setempat, dan supplier tersebut akan membayar kerugian sebesar Rp 5,7 milliar yang dialami Bulog atas kerugian yang sudah dibayarkan ke supplier itu. Tapi kenapa saya yang diajukan sebagai tersangka? Ini kan sebenarnya masalah utang-piutang," ujar Widjanarko heran.

Apapun alasannya, Widjan sudah dituntut untuk dikenai hukuman penjara selama 14 tahun. Soal vonis hakim, tentu hanya ketiga anggota majelis hakim yang tahu, apakah Widjan dinyatakan bersalah atau tidak. Atau kalaupun bersalah, berapa tahun Widjan mesti divonis.

Hanya saja dalam soal korupsi, tampaknya hakim-hakim seolah-olah sepakat bahwa hukuman yang dijatuhkan harus keras, tegas dan pantas. Adik Widjan sendiri, Widjokongko yang dituntut hukuman lima tahun penjara, kemarin sudah dijatuhi vonis selama empat tahun penjara. Akankah vonis hakim nanti menjadi sesuatu yang adil bagi Widjan. Kita tunggu saja.

Tidak ada komentar: