Rabu, April 30, 2008

Antrian di BreadTalk

BUKAN main toko roti yang satu ini. Breadtalk namanya. Setiap saya melewati gerai roti ini, dengan setengah terheran-heran saya dapati antrian panjang di depan kasir.

Itu juga yang saya temui di gerai BreadTalk yang ada di Metropolitan Mall Bekasi, beberapa hari lalu. Dari Wikipedia, saya dapatkan informasi bahwa BreadTalk didirikan pada 6 Maret 2003 oleh George Quek, seorang wirausahawan yang sebelumnya memulai jaringan foodcourt yang sukses di Singapura, Food Junction.

Konsepnya berbeda dibandingkan dengan toko-toko roti lainnya pada umumnya. BreadTalk dibuat dengan memperhatikan penampilan toko yang dirancang agar terlihat eksklusif dan transparan. Berkat strategi pemasaran pelanggan (consumer marketing) yang baik, saat pertama kali dibuka, toko-toko BreadTalk seringkali dipenuhi pengunjung yang rela antri untuk mencoba produknya.

Rotinya yang paling terkenal adalah roti yang dibubuhi abon sapi atau ayam diatasnya. Roti ini merupakan signature food BreadTalk dan kini banyak ditiru oleh berbagai toko-toko roti lainnya.Produk roti yang dibuat secara inovatif, kreatif, berkualitas sekaligus trendi ternyata mampu memikat selera penyuka roti di berbagai negara.

Di Indonesia, franchise BreadTalk dimiliki oleh Johny Andrean - seorang penata rambut terkemuka Indonesia - dan diapun menjadi pemegang lisensi sekaligus franchisor BreadTalk pertama di luar Singapura. Dia membuka gerai pertamanya di Mall Kelapa Gading 3 dekat pintu masuk utama pada 29 Maret 2004 lalu.

Dari penelusuran di berbagai situs, salah satu rahasia kelezatan roti-roti ala BreadTalk terletak pada bahan-bahan dasarnya yang sebagian besar impor, terutama tepung gandum. Resep tiap-tiap roti yang dijual memiliki standarisasi hingga siapapun yang mengolahnya dijamin akan mendapatkan citarasa dan penampilan yang sama.

BreadTalk yang menyajikan roti "fresh from the oven" ini merancang dapur yang dapat terlihat jelas dari luar. Peralatan yang serba stainless steel demi menjamin kebersihan ini terlihat begitu rapi, ringkas, apik dengan nuansa minimalis kontemporer. Konsumen pun dapat melihat bagaimana proses pembuatan roti yang dipesannya. Ini mulai dari pengolahan bahan baku kemudian dipanggang hingga bisa menebarkan aroma roti yang lezat.

Nama-nama yang diberikan terbilang atraktif yang menandakan karakter dan keistimewaan masing-masing roti. Ada jenis yang terasa asin, manis, pedas lagi gurih bahkan ada yang pula yang bisa menimbulkan suara kres,..kres.. di mulut ketika digigit tanda kerenyahan dari adonan. Salah satunya yang paling banyak diproduksi karena tuntutan konsumen, yakni Fire Floss seharga Rp 6.500 per buah. Kasim mengakui kalau yang satu ini amat populer baik di Singapura maupun Indonesia.

Namun, bukan berarti jenis-jenis lain tidak digemari. Dari sekitar 160-an item yang dijual, pihak pusat memberikan kebebasan kepada pemegang lisensi untuk membuat rasa baru sesuai kebutuhan dan keinginan suatu daerah. Di Indonesia roti yang unggul selain Fire Floss yakni Copa Banana (Pisang Coklat) dan Chocolate Bun (Roti Coklat). Roti-roti ini tidak dimasukkan ke dalam plastik.

Dipastikan setelah selesai dipanggang, dalam kurun waktu 20 menit ke depan, roti pun sudah habis dan harus mulai membuat yang baru, nonstop. Akhirnya, dari mulai jam buka pukul 10.00 hingga 22.00 WIB BreadTalk senantiasa terlihat ramai pengunjung dan terlihat antrean panjang.

Bamboo Resto

Makan di Bamboo Resto ? Ini restoran kecil mungil yang biasanya ada di beberapa mall di Jakarta atau Bekasi. Aku dan isteriku sempat beberapa kali mampir dan menikmati makan malam kami, berdua saja tanpa anak-anak, di Bamboo Resto.

Minggu lalu, aku lupa tepatnya makan, kami makan malam di Bamboo Resto di Metropolitan Mall Bekasi, salah satu mall ternama di Kota Bekasi. Letaknya persis di samping pintu tol Bekasi Barat, bertetangga dengan Hotel Horison, Bekasi.

Letaknya di lantai tiga Metropolitan Mall. Saat itu kami sedang memperbaiki ponsel Nokia milik Yundri isteriku yang memang sedang mengalami gangguan teknis. Kelamaan mengantri di Nokia Centre, akhirnya kami kelaparan.

Banyak restoran di Mall tersebut, tetapi entah kenapa akhirnya kami memilih Bamboo Resto yang ada di lantai tiga, tepat disamping bioskop 21 yang juga terletak di lantai yang sama. Restoran itu kecil sekali, hanya ada beberapa tempat duduk di restoran tersebut. Ukurannya mungkin tak lebih dari 3 x 8 meter. Ada enam meja di dalam ruangan, dan empat meja lainnya lagi di luar ruangan.

Kami memesan mie godok khas Bamboo Resto. Menariknya, mie ala Bamboo Resto ternyata dibuat langsung di tempat. Atraksi pembuatan mie tersebut sungguh menarik dan segera ponsel kameraku Nokia 6300 beraksi mengambil beberapa gambar saat pelayan Bamboo Resto membuat mie dari tepung hingga menjadi mie godok. "Asyik ya ? Mie-nya asli. Meski akibatnya jadi lama nich pesanan kita," ujar Yundri.

Tetapi rasanya memang lezat dan membuat lidah bergoyang. Meski bukan penikmat kuliner profesional, tetapi kalau dalam soal rasa, aku dan isteriku cukup bisa diandalkan. Makanan yang kami pesan segera tiba dan segera kami sikat hingga bersih tandas.

Aku dan isteriku punya satu cita-cita yang belum terwujud yaitu ingin memiliki restoran sendiri. Mungkin restoran semacam bamboo resto ini menarik juga untuk dibuka di komplek perumahan tempatku tinggal di Bekasi. Tentu perlu modal yang tidak sedikit.

Tidak ada salahnya bermimpi untuk punya restoran, karena bukankah semua kenyataan harus bermula dari sebuah impiah ? Itulah yang membedakan kita dengan binatang. Manusia disebut makhluk mulia karena dia mempunyai impian-impian, dan berusaha mewujudkannya. Berbeda dengan binatang yang sudah puas hidup dengan instingnya.

Fenomena Menguatnya Politisi Selebritis


Iwan Samariansyah

iwansams@jurnas.com

Terpilihnya Rano Karno sebagai Wakil Bupati Tangerang dan Dede Yusuf sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat menjadi fenomena menarik di panggung politik nasional.

PAGI itu, Minggu 13 April 2008 saya dan isteri bersiap-siap. Biasanya pas hari libur begini, saya mandi agak siangan. Tetapi hari ini sedikit berbeda. Ini hari bersejarah bagi seluruh warga provinsi Jawa Barat. Tadi malam, saya didatangi Pak Hamid, tetangga yang menjabat sebagai Ketua RT tempat saya tinggal, di perumahan Harapan Indah, Kota Bekasi. Dia mengingatkan saya soal coblosan besok pagi.

Coblosan yang dimaksud pak RT tadi adalah proses pemilihan kepala daerah secara langsung. Atau populer dengan nama pilkada. Dan untuk pertama kalinya warga diberi kesempatan memilih calon Gubernur yang akan memimpin daerah itu lima tahun ke depan. Saya dan isteri segera menuju tempat pemungutan suara (TPS) yang tak jauh dari rumah.

Ada tiga pasangan calon yang maju menjadi calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat kali ini. Yaitu pasangan Danny Setiawan-Iwan Sulanjana, Agum Gumelar-Nu’man Abdul Hakim, dan Ahmad Heryawan-Yusuf Macan Effendi.

Danny Setiawan-Iwan Ridwan Sulanjana dengan nomor urut satu didukung Partai Golkar dan Demokrat. Agum Gumelar-Nu`man Abdul Hakim dengan nomor urut dua adalah jago yang dimajukan oleh PDIP, PPP, PBB, PKPB, PKB dan PDS. Sementara pasangan terakhir dengan nomor urut tiga adalah Ahmad Heryawan-Yusuf Macan Effendi diusung PKS dan PAN.

Danny Setiawan adalah Gubernur incumbent. Pria kelahiran Purwakarta ini dikenal luas sebagai birokrat karir di lingkungan Pemda Jawa Barat. Mulai dari Camat dan terakhir menjadi Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat. Sedangkan pasangannya Iwan Ridwan Sulanjana adalah militer profesional yang pernah menjabat Pangdam III Siliwangi dengan pangkat Jenderal bintang dua. Terakhir dia menjabat Asisten Operasi KSAD.

Agum Gumelar adalah jenderal bintang empat yang pernah maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Hamzah Haz yang dicalonkan sebagai Presiden oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Nu’man Abdul Hakim adalah Wakil Gubernur Jawa Barat incumbent. Dia juga menjabat Ketua DPW PPP Jawa Barat. Dengan besarnya dukungan dan basis massa, pasangan ini tentu saja diunggulkan.

Ahmad Heryawan adalah Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Partai Keadilan Sejahtera. Pria kelahiran Sukabumi ini namanya kalah populer di kalangan publik Jawa Barat dibandingkan calon Wakil Gubernurnya Yusuf Macan Effendi yang akrab dengan nama Dede Yusuf. Dede Yusuf, anggota DPR dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini aktor ternama yang dikenal luas sebagai bintang iklan obat sakit kepala Bodrex.

Yang jelas, Pilkada langsung Jawa Barat yang pertama ini dibayang-bayangi angka golput yang cukup besar, terlihat dari rendahnya minat warga untuk menggunakan hak pilih mereka. Di Kota Bekasi, misalnya, sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) nampak sepi dari pemilih. Seperti di TPS tempat saya mencoblos, dari jumlah pemilih 438 orang, yang hadir hanya 224 orang.

Saya tidak mengikuti proses perhitungan suara. Hanya saja, tetangga saya mengatakan bahwa di TPS tempat saya mencoblos, pasangan nomor urut tiga yaitu Ahmad Heryawan-Dede Yusuf yang populer dengan singkatan Hade menang tipis dari Agum Gumelar. Wah, kejutan. Saya makin tertarik ketika beberapa televisi menyiarkan hasil quick count hasil Pilkada Jawa Barat. Pasangan Hade menang ! Wow keren !

Ini benar-benar sebuah kejutan besar. Pasangan yang tak diunggulkan, paling muda usianya dan tak didukung partai besar ternyata terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat. Dede Yusuf adalah selebritis dan aktor layar lebar pertama yang terpilih sebagai Wakil Gubernur. Dalam sejarah Pilkada langsung, Rano Karno pada pilkada Kabupateng Tangerang sudah terlebih dahulu mencatat sejarah. Dia wakil bupati pertama dari kalangan berlatar belakang artis.

Haruslah diakui bahwa salah satu kunci sukses duet pasangan Hade adalah faktor keartisan Dede Yusuf yang secara signifikan memiliki sumbangan yang besar terhadap keberhasilan pasangan ini dalam memperoleh dukungan mayoritas pemilih di Jawa Barat. Fenomena kemenangan dua ikon selebritis ini saya duga tentu bakal meningkatkan motivasi selebritis lain ke dunia politik dan bersaing dalam pilkada. Begitu juga dalam kasus Rano Karno di Pilkada Tangerang.

Dan tampaknya dugaan saya benar. Wanda Hamidah, model dan pemain sinetron yang juga satu partai dengan Dede Yusuf tengah bersiap-siap untuk maju dalam Pilkada Kota Tangerang. Dalam pilkada langsung yang rencananya digelar awal Oktober 2008 itu, dirinya akan mendampingi Walikota saat ini (incumbent) H. Wahidin Halim. ”Tidak masalah, saya sudah siap untuk maju,” ujarnya kepada kami para wartawan di Tangerang, Minggu (23/3) lalu.

Saat ini Wanda mengaku tengah mempersiapkan dirinya, terutama mental karena meski kader PAN yang sudah lama terjun di dunia politik, namun perempuan kelahiran Jakarta, 17 September 1977 ini bakal menghadapi tantangan baru. Bila duet PKS-PAN ini sukses maka ini menambah daftar para selebritis yang selama ini aktif di politik terpilih menjadi pejabat daerah.

Seingat saya, fenomena politisi selebritis maju ke pilkada ini dimulai oleh aktris senior Marissa Haque pada 2006 ketika dia maju dalam Pilkada langsung provinsi Banten berpasangan dengan Zulkiflimansyah sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur. Perempuan kelahiran Balikpapan, 15 Oktober 1962 ini dengan berani melawan keputusan partainya, PDIP, padahal saat itu Marissa adalah anggota DPR-RI dari PDIP.

Saat itu, dalam tahap penjaringan calon gubernur provinsi Banten, dia kalah dengan Ratu Atut Chosiyah sehingga partainya tak merekomendasikan dirinya sebagai kandidat gubernur. Meski demikian, isteri penyanyi Ikang Fawzi ini tak peduli. Dia menerima tawaran Partai Sarikat Indonesia (PSI) untuk dicalonkan sebagai Wakil Gubernur mendampingi Zulkiflimansyah dari PKS.

Langkah ini dianggap bertentangan dengan kebijakan resmi PDIP yang mendukung penjabat gubernur Ratu Atut Chosiyah. Kemudian PDIP memperingatkan dia yang tetap saja tak digubris oleh Marissa. Akibatnya Marissa dipecat dari keanggotaan PDIP dan resmi diberhentikan dari keanggotaannya di parlemen. Meski memperoleh suara yang cukup signifikan, dia mengalami kekalahan.

Marissa Haque yang gagal, Rano Karno dan Dede Yusuf yang mendulang sukses, serta Wanda Hamidah yang tengah berjuang di Kota Tangerang telah memperkuat adanya fenomena baru tentang politisi selebritis. Mereka cukup mudah memiliki akses berpolitik karena popularitas mereka di masyarakat menjadi andalan bagi partai-partai politik untuk mendulang suara dalam merebut suara para pemilih.

Masuknya para selebritis, mulai dari artis film dan sinetron, penyanyi, model, perancang busana, dan sebagainya ke dunia politik bukanlah fenomena unik. Di negara maju, berkembang dan bahkan negara miskin sekalipun, banyak selebritis dan pesohor yang merambah dunia politik. Sebut saja nama-nama seperti Ronald Reagan, Arnold Schwartzennegger (keduanya aktor) di Amerika Serikat, Joseph Estrada di Filipina yang bintang film serta Isabella Peron, mantan penari dan aktris yang menjadi Presiden Argentina pada 1974-1976.

Ronald Reagan adalah Presiden Amerika Serikat ke-40 dan menjabat dua periode yakni pada 1981 – 1989. Sebelumnya dia menjabat Gubernur ke 33 California, posisi yang kini tengah disandang oleh aktor laga Arnold Schwartzenegger. Reagan terpilih dalam usia tua yaitu 69 tahun. Sebagai aktor, Reagan mendapat karir sukses di Hollywood, sebab wajahnya tampan dan tubuhnya gagah serta ditunjang suaranya yang berwibawa.

Dia pernah bermain sebagai George ”The Gipper” Gipp dalam film Knute Rockne All American (1940). Reagan sendiri menganggap bahwa pekerjaan akting terbaiknya adalah dalam film King Row (1942). Film terkemuka Reagan lainnya termasuk Hellcats of The Navy dan Bedtime for Bonzo. Usai masa jayanya sebagai aktor lewat, dia terjun ke panggung politik dan menjadi politisi Partai Republik.

Arnold Schwarzenegger adalah aktor yang menurut saya namanya cukup sulit dieja. Pria kelahiran Austria ini awalnya adalah atlet dan binaragawan. Awalnya dia warganegara Austria. Setelah bekerja di Inggris dia lantas bermigrasi ke Amerika Serikat pada 1968. Kemudian terjun ke dunia film sebagai aktor film keras, mulai film Hercules in New York (1970) hingga serial science-fiction Terminator yang sukses itu.

Kesuksesannya pada lebih dari 20 filmnya membuatnya menjadi milyarder sehingga dia bisa berinvestasi di berbagai bidang usaha. Dari situ dia mengikuti jejak Reagan terjun ke dunia politik, hingga akhirnya pada 7 Oktober 2003 dalam pemilu dipercepat dia terpilih sebagai Gubernur California ke-38. Pada 2007, dia terpilih kembali sebagai Gubernur untuk jabatan kedua.

Kesuksesannya dalam karir politik banyak ditunjang oleh isterinya Maria Shriver yang anggota klan politik yang berpengaruh di AS yaitu keluarga Kennedy. Hubungan kedua suami isteri ini terasa aneh, karena partai Schwarzenegger adalah Republik sementara isterinya pendukung setia Demokrat. Ini membuat keduanya menjadi pendukung calon presiden AS yang berbeda pada Pemilu Presiden AS sepanjang tahun ini.

Dari Filipina, negeri tetangga kita di ASEAN kita dapatkan nama Joseph Estrada. Dia adalah presiden Filipina yang terpilih melalui Pemilu menggantikan Fidel Ramos. Estrada yang akrab dipanggil Erap adalah seorang aktor film populer di Filipina, dan puluhan film-filmnya memerankan dirinya sebagai pahlawan gagah berani pembela rakyat miskin.

Berkat popularitasnya itu dia memenangkan Pemilu dan menjabat sebagai Presiden Filipina ke-13 pada periode 30 Juni 1998 – 20 Januari 2001. Pria kelahiran Manila, 19 April 1937 ini jatuh dari kursi kepresidenan akibat skandal korupsi yang marak selama dia memerintah. Pemerintahannya dijatuhkan rakyat dalam revolusi people power (kekuatan rakyat) yang dikenal dengan nama Revolusi EDSA II.

Dia lantas digantikan wakil presidennya, Gloria Macapagal-Arroyo. Nasib Estrada sungguh tragis, dia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup karena korupsi yang dia lakukan. Nasib tragis serupa dialami oleh selebritis lain asal Argentina, Isabella Peron. Mantan penari panggung ini adalah janda Presiden Juan Peron. Dia naik menjadi presiden menggantikan suaminya yang meninggal kala menjabat. Saat itu posisinya adalah Wakil Presiden. Isabella memimpin Argentina pada periode 1 Juli 1974 – 24 Maret 1976 sebelum akhirnya diturunkan paksa dan dikudeta oleh junta militer.

Itulah beberapa politisi selebritis di dunia internasional. Mesti diakui, keterlibatan kaum selebritis dalam dunia politik memang saling menguntungkan. Dulu, semasa Orde Baru, saya ingat benar pada rombongan artis safari yang dipimpin Eddy Sud dan berkeliling tanah air berkampanye untuk Golkar, kelompok politik yang dominan masa itu. Motif utama para selebritis berpolitik masa itu tentu saja lebih sederhana.

Kebanyakan mereka terjun sebagai penarik suara (vote-getter). Golkar diuntungkan dengan kehadiran para artis tersebut. Sedangkan para selebritis bisa mendapatkan jaminan keamanan, pekerjaan dan lobi tingkat tinggi pada pejabat dan kaum politisi Orde Baru. Hanya sedikit yang meneruskan karir menjadi politisi selebritis, semisal menjadi anggota parlemen.

Elit selebritis lantas memperoleh previlise dalam bentuk fasilitas dan kedudukan politik serta kemudahan mendapatkan rejeki dalam bentuk pesanan untuk tampil di panggung atau televisi. Mungkin juga mengembangkan karir di dunia film. Sekarang ini, sejumlah partai politik berlomba-lomba merekrut para selebritis. Baik yang beraliran nasionalis maupun Islam.

Hubungan erat politisi dan selebritis semakin intens saja. Bahkan banyak tawaran yang tidak masuk akal, terutama pada selebritis yang tengah naik daun. Konon, pada Pemilu 2004 lalu, si ratu goyang ngebor Inul Daratista sampai menjadi rebutan dua partai politik besar dengan bayaran Rp 16 miliar - Rp 30 miliar untuk sekadar menjadi vote getter dalam arena kampanye. Entah benar atau tidak, tetapi Inul menampiknya.

Untuk politisi selebritis, ada proses yang menarik untuk dicermati. Sebelum menjadi politisi, para selebritis hidup di dunia impian publik. Publikasi media tentang kehidupan pribadi dan profesi membantu mereka mendapatkan popularitas dan citra serba baik atau hebat. Itulah yang saya kira terjadi bila kita hendak mencermati kesuksesan Rano Karno dan Dede Yusuf di dunia politik. Pilkada langsung telah membuka kemungkinan nyaris tak terbatas bagi figur populer.

Salah satu faktor yang membantu Rano Karno dalam pilkada langsung Tangerang adalah citra positif dirinya sebagai pribadi realistis, sederhana, pekerja keras dari kaum bawah yang sukses dalam karir dan cinta. Paling tidak citra tersebutlah yang tercipta melalui serial populer Si Doel Anak Sekolahan. Citra itu tertanam di masyarakat se-antero Indonesia, bukan hanya di komunitas Betawi. Rano Karno jelas berhutang budi pada RCTI, pelopor televisi swasta di tanah air.

Sementara Dede Yusuf lebih dikenal sebagai pahlawan pembela kebenaran. Kesukaan Dede pada beladiri, membuatnya tampil sebagai bintang laga misalnya dalam film Jalan Makin Membara. Dede memang fans berat aktor Chuck Norris, yang dikenal sebagai bintang laga Hollywood. Demi dunia showbiz, Dede bahkan rela meninggalkan kuliah di tahun keempatnya di Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti.

Dede memulai debutnya pada 1986 dengan peran kecil di film Catatan Si Boy besutan sutradara Nasri Cheppy. Setelah itu, Dede semakin sering bermain film dan juga serial televisi. Serial televisi yang melambungkan namanya dan menjadi legenda tentu saja adalah Jendela Rumah Kita di TVRI dengan peran sebagai Jojo yang mampu bertahan selama 4 tahun (1989-1992).

Tetapi menurut saya, popularitas Dede Yusuf yang membuat figurnya tertanam begitu dalam di benak para pemilih Jawa Barat adalah perannya sebagai bintang iklan. Dia banyak bermain sebagai bintang iklan berbagai produk antara lain Tira Jeans, Homy Ped, Bosowa Motor, dan Green Sands. Tetapi yang terpenting adalah perannya di iklan Bodrex. Bayangkan, Dede telah menjadi bintang iklan Bodrex selama 14 tahun !!

Mantan foto model ini juga dikenal sebagai presenter, produser dan sutradara handal. Bahkan Piala Vidia Madya-FFI 1994 pernah dikoleksinya dari cerita serial Sepeda Anak Pak Uztad yang disutradarainya. Berbagai faktor ini saling bersinergi memperkuat citranya di muka publik. Dan Dede Yusuf pun sukses merebut posisi orang nomor dua di provinsi Jawa Barat.

KPU Jawa Barat sendiri pada Selasa, 22 April lalu sudah secara resmi telah menetapkan pasangan Hade sebagai pemenang Pilkada Jawa Barat. Dalam pengumuman yang disampaikan Ketua KPU Jawa Barat Setia Permana menyebutkan, pasangan yang diusung Partai Keadilan Sejahteran (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN) itu meraup 7.287.647 suara (40,4 persen). Hasil yang tak terlalu jauh dengan publikasi quick count.

Sementara pasangan Agum Gumelar-Nu'man Abdul Hakim (Aman) mendapat urutan kedua dengan meraih 6.217.557 suara (34,55 persen), dan pasangan Danny Setiawan dan Iwan Sulandjana (Dai) dengan 4.490.901 suara (24,95 persen). Kubu Aman hingga kini masih memprotes hasil Pilkada tersebut. Mereka merasa dicurangi. Mereka saat ini tengah mengajukan gugatan ke pengadilan.

Total suara sah dalam pemilihan tersebut adalah 17.986.105 pemilih, sedangkan suara tidak sah sebanyak 806.560 suara. Dari total warga yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) sekira 27 juta orang, maka jelaslah bahwa Golput pada Pilkada Jawa Barat ini cukup besar. Pasangan Hade hampir menyapu bersih kemenangan di seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat. Hade menang di 17 kabupaten/kota, pasangan Aman hanya unggul di enam kabupaten/kota dan 3 kabupaten/kota untuk pasangan Da’i.

Berkaitan dengan soal kesenian, menarik menyimak komentar Dede Yusuf soal kemenangannya itu. Calon Wakil Gubernur Jawa Barat 2008-2013 itu berkeinginan untuk membangun kembali kesenian Sunda yang dinilai merosot dewasa ini. ”Memang benar kesenian Sunda mengalami degradasi. Kalau saya jadi Wakil Gubernur nanti pasti akan menghidupkan kembali semua kesenian di Jawa Barat,” ujarnya.

Dede ditemui saat menghadiri pertemuan Simpay Wargi Urang (Ikatan Warga Kita) di kediaman mantan Wakil Kepala Polri Komjen (Purn) Adang Daradjatun. Dengan air muka serius, Dede mengatakan bahwa kesenian daerah adalah mata untai kebudayaan nasional. ”Posisi kesenian penting amat strategis. Majunya kesenian daerah berarti kemajuan seni budaya nasional,” katanya.

Simpay Wargi Urang adalah organisasi yang mempunyai perhatian dalam mengembangkan dan melestarikan kebudayaan Sunda. Selain Dede Yusuf dan Adang Daradjatun, maka organisasi ini juga beranggotakan Dwiki Darmawan, Ikang Fawzi, Dedy Gumelar alias Miing, Happy Salma, dan sejumlah aktor dan aktris asal Jawa barat lainnya. Akankah pasangan Hade sukses memimpin Jawa Barat ? Terpulang pada keduanyalah membuktikan janji-janji yang telah diucapkannya saat kampanye lalu.

Dimuat di Mingguan KOKTAIL edisi 031/25 April - 01 Mei 2009 halaman 40-41

Minggu, April 20, 2008

Diskusi Panel PP KAGAMA


Menyambut 100 Tahun Kebangkitan Nasional PP Kagama menggelar serangkaian Diskusi Panel. Salah satu yang aku ikuti adalah Refleksi Atas Tatanan otonomi Daerah di Indonesia yang digelar di Hotel Millenium Jakarta pada Jum'at, 11 April 2008.

Bertindak sebagai pemakalah adalah Dr Kausar AS, M.Si (Dirjen Pemerintahan Umum Depdagri), Dr Pratikno, M.Soc.c (Ketua Pengelola Program Pasca Sarjana Politik Lokal dan Otonomi Daerah UGM) dan Prof Dr Mudrajad Kuncoro (Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM).

Acara yang dimoderatori oleh Hikmat Hardono (Ketua Panitia yang juga alumni FE UGM itu) berlangsung selama tiga jam lebih. Berbagai aspek dan evaluasi kritis mengenai pelaksanaan otonomi daerah disoroti. Salah satu yang terungkap adalah, penyimpangan dalam pelaksanaan otonomi daerah selama era reformasi ini terjadi justru karena ada masalah di sistem politik nasional. "Masalahnya justru tidak terletak di daerah," ujar Pratikno.

Yang menarik, saking tidak jelasnya aturan main soal otonomi daerah dari pemerintah pusat di Jakarta maka kerapkali pemerintah daerah bingung. Alhasil APBD yang seharusnya singkatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tidak tepat sasaran dan salah penggunaan sehingga muncul anekdot bahwa APBD sesungguhnya adalah singkatan dari Anggaran Pejabat dan Belanja Dewan.

Dalam diskusi panel yang diikuti sekitar 20 peserta aktif itu, selain aku sebagai wakil media massa, juga ikut hadir Dr Rajab Ritonga, Direktur HRD dan Urusan Umum Kantor Berita Antara. Sejumlah LSM seperti ICW mengirimkan Heni Yulianto dan Yaury Gautama dan terjadi perdebatan yang cukup seru dengan para pemakalah. Hadir pula Dosen UMY yang kini menjadi anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Bambang Eka.

Menurut Pratikno, momentum seabad Kebangkitan Nasional harus digunakan sebagai momentum untuk tidak mengulang kegagalan-kegagalan Indonesia di masa lalu dalam mensejahterakan rakyat. "Jika desentralisasi dan demokratisasi adalah amanah konstitusi dan veto reformasi, maka otonomi dan demokrasi daerah adalah sebuah keharusan," ujarnya.

Saat ini banyak cerita buruk di sekitar soal otonomi daerah seperti prosentase belanja publik sangat rendah, pilkada yang mahal, korupsi yang marak di daerah, terjadinya inkosistensi pembangunan horisontal dan vertikal serta praktek pemekaran daerah yang terkadang dilaksanakan secara serampangan. Karena itu diperlukan perbaikan dengan memperkuat akses atau kontrol pusat dan Gubernur atas nama pusat terhadap daerah.

Sementara itu Mudrajad Kuncoro melontarkan gagasan perlunya reformasi keuangan daerah secara mendasar. Hal itu diperlukan mengingat banyaknya kewenangan yang tumpah tindih antara pemerintah kabupaten/kota dengan provinsi. Diantaranya adalah dalam sektor ketenagakerjaan, pertambangan, pendidikan, perikanan, kelautan, Amdal, pariwisata, kebudayaan dan perdagangan.

Ada empat masalah mendasar yang perlu dipecahkan. Pertama, relatif rendahnya pertumbuhan ekonomi pasca krisis yang hanya mencapai 4,5 % pertahun. Kedua, masih tingginya angka pengangguran, sekitar 9 - 10 % dari jumlah angkatan kerja. Ketiga, tingginya tingkat kemiskinan di Indonesia yang angkanya mencapai 16 - 17 % dari jumlah penduduk. Dan yang keempat adalah rendahnya daya saing industri Indonesia serta terjadinya gejala deindustrialisasi di berbagai daerah yang sungguh mengkhawatirkan.

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia ternyata belum on the right track karena hanya dinikmati oleh 40 % golongan menengah dan 20 % golongan terkaya, sementara pangsa 40 % golongan termiskin makin merosot sejak 2005," ujar Mudrajad.

Guru Besar FE UGM itu lantas menawarkan agar pemerintah hendaknya fokus pada beberapa langkah perbaikan. Pertama, setiap daerah harus dipaksa untuk mengadopsi prinsip penyederhanaan perijinan usaha. Harus ada simplifikasi prosedur perijinan : satu atap, satu pintu dan satu meja. Kedua, pengurangan pungutan/pajak baik pajak jinak maupun liar yang dipungut oleh Pemda maupun pusat. Pungutan atau retribusi dengan alasan memperbesar PAD sungguh kurang tepat bila hendak meningkatkan investasi. Ketiga, harus ada transparansi biaya perijinan.

"Saya yakin bila reformasi keuangan daerah ini dijalanakan secara konsisten, maka secara perlahan tapi pasti kita akan memasuki era baru yang lebih baik. Masa depan Indonesia itu terletak di daerah bukan di Jakarta. Itulah keyakianan saya," ujarnya. (Dilaporkan oleh Iwan Samariansyah).

Kamis, April 17, 2008

Menggenapi Semangat Olimpiade


Sebanyak 800 karya seni dari 80 negara yang mengekspresikan olimpiade dengan bahasa seni yang tak terbatas digelar sepanjang berlangsungnya pesta olahraga terbesar di dunia, Olimpiade Beijing

TEKS IWAN SAMARIANSYAH

SEORANG perempuan tampak sedang berenang seperti seorang atlet dengan pakaian merah yang membungkus sekujur tubuhnya. Matanya terpejam, seakan menikmati hangatnya air kolam renang tempat dia mengapung. Lukisan berjudul "Won't Ever Be No. 7" itu adalah karya perupa Indonesia Tiarma Dame Ruth Sirait dalam Pameran Seni Olimpiade Beijing yang digelar 11 – 19 Agustus 2008 lalu.

”Merah adalah warna favorit saya sejak lama. Dengan lukisan yang memang khusus saya persiapkan untuk Beijing ini, saya ingin mempertanyakan lagi tentang cita-cita orang kebanyakan dan bagaimana mereka mencapainya,” ujar pemegang gelar master dalam fashion dan desain tekstil dari Universitas Boras, Swedia saat diminta menjelaskan konsep lukisannya tersebut.

Dia mengatakan bahwa dimanapun cita-cita orang berbeda-beda. Ada yang ingin menggapainya dengan kerja keras, tetapi dia tak menafikan pula bahwa ada pula orang yang cita-citanya hanya bersantai saja. Tentu saja hal ini sah-sah saja, kata Tiarma. Tetapi setiap tujuan yang tinggi dicapai dengan usaha ekstra keras, tandasnya. Kerja keras pula yang mesti ditempuh Tiarma untuk bisa tampil di Beijing ini.

Betapa tidak. Jalan yang ditempuhnya begitu panjang dan berliku hingga bisa tampil sebagai satu-satunya perupa Indonesia yang karyanya tampil di Beijing di sela-sela acara olimpiade. Seleksi untuk Olimpiade Seni tahun ini dimulai beberapa bulan lalu setelah namanya menjadi salah seorang finalis dalam Anugerah Alumni Australia di Indonesia untuk kategori budaya dan seni.

Segera setelah dia memastikan diri bisa ikut serta dalam ajang bergengsi itu, Tiarma segera menyusun proposal guna menggalang dana untuk pergi ke Beijing. Dana itu diperlukan untuk transportasi, fiskal, akomodasi, uang saku dan penginapan selama berada di Beijing. Maklumlah. Panitia memang tak menyediakan anggaran untuk membiayai peserta, mengingat terbatasnya anggaran.

Tiarma memahami keterbatasan itu, namun dia putuskan untuk tetap berangkat. Diapun segera bergerilya mencari dana. Proposal dia kirimkan ke sejumlah instansi pemerintah dan pengusaha. Hasilnya ? Hanya pembebasan biaya fiskal yang dia dapatkan dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Respons dari dunia seni, tempat dia berkecimpung nol besar.
Untung di saat-saat terakhir dia bertemu dengan seorang pengusaha kenalan lamanya, yang justru sama sekali tak beririsan dengan dunia seni. Pengusaha itu bersedia membantu tiket pesawatnya. Biaya akomodasi selama di Beijing didapatkannya dengan cara yang bisa dia lakukan : menjual beberapa karya lukisnya. Dengan segala keterbatasan itu, akhirnya diapun terbang ke Beijing.

Dia berada di Beijing selama Olimpiade Seni berlangsung dan akan bertemu dengan sejumlah seniman lainnya selama pameran berlangsung. ”Saya bangga menjadi seniman dan saya sangat bangga mewakili Indonesia dalam acara ini. Saya penasaran tentang pameran di China, dan perjalanan ini saya harap dapat memahami orang-orang di belahan dunia lain. Mereka umumnya sangat tangguh, seni dan budaya mereka,” ujar Tiarma

Seniman lainnya selain Tiarma yang menggelar karyanya guna menggenapi semangat olimpiade ini antara lain perupa China terkenal Zhao Xi Wei. Lukisannya menggambarkan bagaimana seorang anak etnis Tibet tersenyum sambil memeluk boneka Yingying, salah satu maskot Olimpiade Beijing yang mengambil inspirasi dari antelope Tibet yang hampir punah. Tatapan anak itu begitu magnetis dan melankolik.

Sebagai tuan rumah Olimpiade, Beijing memang berusaha keras menampilkan yang terbaik untuk semua tamu yang datang ke negara tirai bambu itu. Mereka mengundang para seniman untuk bercerita tentang olimpiade dengan cara mereka sendiri. Dari Fuwa goresan kaligrafi China, kulit apel berornamen naga, sampai Mona Lisa, masing-masing menyimpan jiwa seni Olimpiade yang beraneka rupa.

Seorang reporter Record TV Network Brazil Carla Cecato yang tengah meliput Olympic Fine Arts ini mengatakan bahwa lukisan Mona Lisa adalah favoritnya. ”Mona Lisa ini menurut saya amat menarik. Ia adalah ikon dunia sehingga semua orang mengenalinya. Tapi di sini ia mengenakan baju tradisional Tiongkok dan membawa Obor Olimpiade. Ini suatu hal yang benar-benar indah dan menarik,” ujarnya.

Slogan Olympic Fine Arts ini adalah "Seni melengkapi semangat Olimpiade." Selama pameran yang menghadirkan 800 karya seni dari 80 negara ditampilkan karya seni rupa yang mengekspresikan Olimpiade dengan bahasa seni yang tak terbatas. Pameran karya seni dari 80 negara ini dibuka oleh Presiden Komite Olimpiade Internasional Jacques Rogge, Presiden Kehormatan Komite Olimpiade Internasional Juan Antonio Samaranch dan Li Changchun, anggota Politbiro Komite Tetap Partai Komunis Tiongkok. iwansams@jurnas.com


Rabu, April 09, 2008

Duran-Duran


Oleh : Iwan Samariansyah

GRUP musik kesukaan saya pada masa remaja, Duran-Duran akhirnya manggung kembali di Jakarta. Penampilan pertama di ibukota terjadi pada 1994. Inilah grup legendaris yang di kalangan penggemarnya tak kalah populer dengan grup Band era 1960-an, The Beatles. Selasa (8/4) malam lalu lima personil Duran-Duran tampil menggebrak Jakarta di Plenary Hall, Jakarta Convention Centre (JCC) mulai pukul 20.00 WIB. Wuih, keren.

Sama seperti The Beatles, band ini juga lahir di Inggris. Bedanya, kalau The Beatles lahir di kota pelabuhan Liverpool maka Duran-Duran lahir di Birmingham, London pada 1980. Duran Duran adalah raja pop pada eranya. Setelah sukses selama lebih dari 20 tahun, mereka tetap bertahan hingga kini. Luar biasa.

Saya mengenang penampilan Simon John Charles LeBon (vokal), Nigel John Taylor (bas), Andrew Taylor (gitar), Nick Rhodes (keyboard) dan Roger Andrew Taylor (drum) dengan perasaan melankolik. Maklumlah. Pada masa jayanya, kelompok band cowok tampan ini menjadi trendsetter bagi remaja-remaja seperti saya saat itu. Rambut saya pun dipermak agar mirip dengan John Taylor.

Melengkapi itu, saya juga tergila-gila dengan novel kocak besutan Hilman Hariwijaya, dengan tokohnya Lupus. Hilman dan Lupus juga seperti kami semua, tergila-gila dengan Duran-Duran dan John Taylor. Klop. Gaya ngocol Lupus yang cuek dan semau gue, bisa diterima publik remaja dan membuat kami merasa diwakili hingga akhirnya menjadikannya sebagai simbol remaja era 1980-an.

Selama bersekolah, saya dan teman-teman memasukkan Duran-Duran sebagai salah satu menu wajib obrolan kami. Apa album terbarunya, sudah hafal belum dengan lirik lagu The Reflex atau Notorious (1986) dan sebagainya.

Pesta-pesta ulang tahun sekolah menjadi ajang bagi sejumlah teman yang jago bermain musik untuk tampil sebagai Duran-Duran imitasi. Begitu juga pesta perpisahan dengan kakak kelas, atau pesta sambutan selamat datang bagi adik kelas. Pendek kata, tiada pesta tanpa kehadiran Duran-Duran. Dinding kamar saya juga dipenuhi poster John Taylor dan Nick Rhodes dalam berbagai ukuran.

Setidaknya remaja yang tak tahu info mengenai Duran-Duran bakal merasa nggak gaul. Musik mereka diputar oleh semua radio swasta saat itu. Album-album mereka mulai dari Planet Earth (1980), Duran Duran (1981), Rio (1982), Seven And The Ragged Tiger (1983), Arena (1984), Notorious (1986), Big Thing (1988) dan Liberty (1990) dikoleksi banyak remaja ketika itu.

Beberapa lagu mereka macam; 'Is There Something I Should Know', 'Wild Boys', 'Union Of The Snakes', 'The Reflex' terus merajai anak tangga lagu di lima benua. Setahu saya, nama grup yang bermain musik di bawah bendera Capitol Record ini dikenal juga sebagai grup band langganan yang meraih banyak penghargaan. Mulai dari MTV Eropa hingga ke platinum di Jepang dan Amerika.

Genre tahun 1980-an memang genre musik pop dan rock. Bisa dikatakan saat itu jenis musik tersebut 'ngetrend banget' dan sedang mewabah di blantika musik dunia. Kondisi inilah yang tampaknya mendorong Nick Rhodes dan John Taylor sebagai proklamator Duran-Duran membuahkan ide membentuk sebuah format band yang membawakan kemasan lagu pop, new wave, funk dan disco namun agak berbau rock.

Sumber-sumber yang saya baca menyebutkan bahwa band ini terinspirasi oleh jenis musik David Bowie dan awalnya ketika didirikan pada 1978 bernama Barbarella. Untuk memperkuat tim mereka, Nick (kibor) dan John (gitar), menggaet Simon Colley (bas, clarinet) dan Stephen Duffy (Vokal). Nama Barbarella diambil dari cuplikan seorang tokoh berkarakter dalam film besutan Roger Vadim, Psychedelic Scifi.

Waktu itu, tentu saja band mereka belum dikenal. Mereka memulai dengan bermain musik di Birmingham Club. Tampil hanya berempat, dengan meng- gunakan back-up MIDI drum machine. Setahun kemudian Duffy dan Colley mengundurkan diri dari Barbarella. Sebagai gantinya masuklah seorang bintang TV, Andy Wickett menempati posisi vokal serta Roger Taylor sebagai drummer.

Pada 1979, grup ini mulai membuat demo lagu. John Taylor lantas menukar instrumennya ke bass, sementara posisi gitaris yang kosong di isi oleh John Curtis. Curtis hanya bertahan satu bulan, dan posisinya kemudian digantikan Andy Taylor, seorang jagoan melodi di Birmingham. Terakhir, sang vokalis Andy Wickett, juga mundur.

Kemunduran Wickett ditutupi oleh Simon Le Bon, musisi pendiri band beraliran Punk bernama 'Dog Days' yang akhirnya setuju bergabung dengan Barbarella di awal 1980. Bersamaan dengan itu, lahirlah nama band baru, bernama Duran-Duran. Ini berbarengan dengan kemunculan album perdana mereka, 'Planet Earth', yang di garap oleh EMI Records. Album mereka sukses besar. Era 1980-an benar-benar menjadi milik mereka.

Sukses berat yang mereka alami melambungkan nama mereka ke seantero dunia. Tiket pergelaran hingga kaset ataupun CD mereka selalu jadi incaran para Duran Duran mania di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Apalagi dengan didukung klip semacam 'Girls On Film' dan 'The Chaffeur' yang begitu kontroversial di Inggris karena berkonteks sensual. Anak-anak muda itu benar-benar menikmati ketenaran yang luar biasa.

Tidak mengherankan bilamana penonton yang datang pada pentas Duran-Duran itu adalah para eks remaja 1980-an yang bisa jadi saat ini usia mereka rata-rata sekitar 35 – 40-an tahun. Satu-satunya yang menjadi kendala bagi saya dan mungkin sejumlah Duran-Duran mania adalah harga tiketnya yang terlampau mahal. Harga tiket termurah Rp 750 ribu. Wow, mana tahan !

Dimuat di Koktail, edisi 029 Minggu II April 2008



Jumat, April 04, 2008

Tur Keluarga, Lebaran 2007

Ini dia keluarga kecilku.

Saat liburan panjang lebaran tahun 2007 lalu, kami sempatkan untuk berkeliling ke beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Salah satunya ke Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah.

Aku, isteriku Yundri dan dua bidadariku : Opien dan Nina. Sembilan hari kami menghabiskan waktu di perjalanan.

Berangkat dari Jakarta, kemudian melewati Bandung dan menginap semalam di Jatinangor, dekat Kampus IKOPIN Bandung akibat kerusakan mesin pada mobil kami. Lantas melaju lurus menuju Temanggung mengantar Mbak Me, pembantu yang sudah dianggap seperti keluarga sendiri. Kamipun menginap di rumahnya Mbak Me.

Setelah itu kami sempat dolan ke Semarang (mengunjungi Masjid Raya Semarang), Demak (mengunjungi Masjid Demak yang didirikan Wali Songo) Rembang kemudian mampir ke Jepara mengunjungi Museum RA Kartini. Mengapa Jepara ? Karena kedua anakku perempuan. Mereka senang dan bangga mengetahui diajak menyambangi berbagai benda peninggalan pahlawan perempuan Indonesia itu.

Kami juga sempat mengunjungi beberapa obyek wisata di Jawa Tengah, seperti Pantai Ayah di Kebumen, lokawisata Baturaden di kaki Gunung Slamet Purwokerto dan tentu saja Candi Borobudur di Magelang.

Di Purwokerto kami sempat menginap beberapa hari. Anak-anakku sempat kuajak melihat tempatku bersekolah, SMA Negeri 2 Purwokerto. Setelah menjemput Mbak Me di Temanggung kami menuju Ciamis bertemu dengan mertua dan saudara-saudara yang berkumpul di sana. Dari Ciamis kami langsung pulang menuju Bandung dilanjutkan ke Bekasi. Sembilan hari semuanya. Puas sudah.

Di masa mendatang, perjalanan semacam ini akan kami ulangi, karena tidak sempat mampir ke Jogjakarta dalam perjalanan tersebut.

Kamis, April 03, 2008

Meredam Emosi dengan Time Line Theraphy (TM)

Makin banyak kaum profesional kota besar yang tertarik pada fenomena LOA dan NLP. Time Line Theraphy adalah salah satu model NLP yang populer.

Oleh : Iwan Samariansyah

BERAWAL dari rasa ingin tahu, Minggu (31/3) lalu saya tergerak untuk menghadiri undangan pertemuan sebuah komunitas. Komunitas itu bernama Lingkar LOA, sebuah komunitas yang dibangun oleh mereka yang tertarik dengan fenomena LOA atau Law of Attractions. Sejumlah pihak menterjemahkannya sebagai hukum ketertarikan.

LOA buat saya, bukanlah hal yang baru. Saya pernah membaca buku dengan judul yang sama. Penulisnya, Michael J Losier dikenal sebagai seorang trainer, praktisi NLP (Neuro Linguistic Program) asal Victoria, Kanada. Selain itu saya juga pernah membaca buku Quantum Ikhlas karya Erbe Sentanu. Kedua buku sama-sama membahas soal LOA.

Neuro Linguistic Program (NLP) sendiri lahir saat seorang ahli matematika dan Computer Programming, Richard Bandler dan seorang Profesor Linguistik, John Grinder pada 1970-an mencoba mempelajari keahlian sejumlah pakar dan terapis yang teramat sukses di bidangnya. Metode yang dipergunakan untuk mempelajari keahlian ini disebutnya sebagai ”modelling” (ilmu memodel).

NLP lantas dipopulerkan oleh Anthony Robbins hingga meluas di AS dan seluruh dunia. Robbins, pria asal AS ini juga sungguh fenomenal. Awalnya, Robbins hanyalah seorang office boy yang bekerja rangkap sebagai seorang salesman. Namun, usai mempelajari NLP, Anthony Robbins menjadi motivator kondang di AS. Terakhir, dia dikenal sebagai penasehat mantan Presiden AS Bill Clinton dan petenis Andre Agassi.

Karena sama-sama menggunakan pendekatan psikologi, maka NLP dan LOA kerap dikaitkan satu sama lain. Para peminat fenomena LOA di Indonesia semakin banyak. Saya telusuri, jumlah anggota mailing list Lingkar LOA saat ini sudah mencatat angka 600-an. Padahal milis ini belum lama dibentuk, yaitu sekitar bulan Juli 2007. Hingga Selasa (1/4), sudah ada 1.892 pesan yang ditulis di milis tersebut.

Pertemuan para anggota milis Lingkar LOA itu bertempat di sebuah restoran di kawasan Blok M Plaza. Saya datang ke pertemuan tersebut dengan mengajak serta isteri saya, yang juga punya rasa penasaran sama dengan saya. Saya agak heran dengan makin banyaknya kalangan profesional yang tertarik dan kerap memperbincangkan fenomena LOA, The Secret dan NLP di berbagai forum.

Saat tiba di tempat pertemuan, saya disambut hangat Ronny F. Ronodirdjo, fasilitator dan sekaligus tokoh di balik perkembangan pesat fenomena LOA dan NLP di Indonesia. Saya dan isteri mengenal Ronny cukup lama, karena kami satu almamater. Lulusan psikologi UGM tahun 1988 ini cukup lama berkecimpung di dunia profesional sebelum akhirnya mengubah arah hidupnya menjadi trainer NLP full-time.

Dalam situs pribadinya, Ronny menulis bahwa saat ini NLP seolah tengah menjadi suatu bidang baru yang digandrungi oleh berbagai pihak di Indonesia. Mulai dari eksekutif papan atas, pengusaha, psikolog, dokter, olahragawan, dosen, bintang film bahkan sampai politisi tergila-gila pada NLP. ”Mempelajari NLP mirip dengan mempelajari manual otak manusia, terkadang disebut sebagai people skill technology, atau disebut juga psychology of excellence,” tulis pria kelahiran Yogyakarta itu.

Selain Ronny, saya disambut oleh Henny Budi Hastuti, salah satu anggota milis yang secara sukarela mengajukan diri menjadi panitia pertemuan tersebut. Maklumlah, Henny punya pengalaman panjang di bidang event organizer sehingga dia bersedia mengajukan diri menangani pertemuan tersebut. ”Ada tiga puluh peserta yang confirm hadir pada pertemuan kita ini. Mungkin lebih,” ujarnya pada saya.

Di depan ruangan sudah tersedia video projector yang saat saya datang tengah menayangkan materi-materi mengenai LOA dan NLP. Tak lama kemudian, sekitar jam 10.30 WIB, Ronny membuka acara tersebut. 35 peserta hadir saat itu. Dia lantas memperkenalkan Issa Kumalasari (36 tahun), kolega Ronny sesama trainer NLP. Menariknya Issa mengembangkan salah satu model NLP yang dikenal dengan nama Time Line Theraphy (terapi garis waktu).

Time Line Therapy (TLT), menurut Issa, ditemukan oleh Tad James, seorang dokter asal AS pada 1985. Lewat TLT, semua orang bisa dengan mudah dan praktis menghilangkan akar kenangan pahit kehidupan. Hasilnya juga berjangka panjang. ”Tujuan terapi ini adalah hidup yang lebih baik, sehat, dan mendapatkan apa yang kita inginkan,” kata ibu satu anak ini kepada saya.

Issa Kumalasari adalah sosok trainer perempuan yang menarik. Dia pemegang berbagai sertifikat pelatih, di antaranya Time Line Therapy, Neuro Linguistic Programming (NLP), dan juga pemegang sertifikat master hypnoterapist. Sejak 2002, dia mengembangkan dan mempraktikkannya di Indonesia. Saat ini ia menjabat direktur pemasaran Starfield Institute NLP dan Time Line Therapy Institute yang disetujui oleh American Board NLP dan Time Line Therapy Association di AS. Ia juga melakukan sertifikasi untuk sertifikat praktisi NLP dan master, serta praktisi TLT.

Yang menarik, Issa bertutur bahwa dirinya pernah mendapatkan cobaan berat. Pada suatu hari Minggu malam di bulan Agustus 2006, dia mengalami peristiwa naas dalam hidupnya. Sepulang dari sebuah mal di kawasan Jakarta Utara, ia menjadi korban kejahatan di dalam sebuah taksi. Harta benda yang dibawa berikut yang melekat di tubuhnya dipreteli satu persatu. Tak cukup itu, pelaku pun mencabik-cabik kehormatannya sebagai perempuan. Ia menjadi korban perkosaan !

Tak bisa dibayangkan besarnya trauma yang disandang Issa. Sebagai orang yang menguasai TLT, maka diapun langsung menerapkannya untuk mengatasi trauma yang menimpa dirinya itu. Dan dia berhasil.

”Saya ingat kata-kata Dr. Tad James di kelas pelajaran TLT. Ia bilang, “Its Ok kalau kamu mendapatkan masalah besar. Masalahnya, seberapa lama kamu bisa tinggal dalam masalah itu.”

Setelah ingat itu, saya melakukan TLT. Berulang kali. Saya mengambang naik ke atas melewati anak tangga, kemudian kembali turun, begitu seterusnya. Perlahan saya berhasil mengatasi trauma itu,” kenangnya.

Menurut Issa, Time line adalah sebuah katalog atau directory untuk melakukan pengkodean kembali pikiran bawah sadar (PBS), yang biasanya terjadi secara tidak sadar pula. Pikiran bawah sadar adalah bagian penting dari pikiran kita yang secara tidak sadar mempengaruhi kehidupan. Percaya tidak percaya, katanya, pikiran bawah sadar adalah sumber untuk setiap pembelajaran, perubahan, dan perilaku kita sehari-hari.

Bagaimana cara kita menemukan time line? ”Cuma dengan membayangkan sejenak siapa yang menjalankan tugas mengedipkan mata, memacu denyut jantung, atau memproses makanan di dalam perut kita. Ada banyak hal yang mungkin tak terpikirkan oleh kita sebelumnya. Itu semua adalah pikiran bawah sadar kita yang selalu menggerakkannya,” kata Issa. (Lebih jauh soal time line theraphy silahkan lihat box).

Issa yang membawakan materinya dengan sangat menarik memang sempat membingungkan beberapa peserta, termasuk saya. Eh, ternyata dia sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu. ”Bagus kalau anda bingung. Karena saya dulu juga begitu. Kalau bingung berarti otak anda berkembang,” ujarnya, tersenyum.

Ronny juga membenarkan hal itu. Menurut dia, wajar bila orang yang pertama kali belajar fenomena LOA bingung untuk memahami TLT. ”Bila anda bingung berarti anda ingin maju terus. Tandanya anda berada dalam situasi conscious incompetence. Jika ikut training atau belajar terus pasti akan maju ke tahap conscious competence, dan jika dilatih terus akan pindah ke tahap excelence (unconscious competence),” tegas mantan anggota tim media untuk Juru Bicara Presiden Abdurrahman Wahid itu.

Begitulah. Tampaknya itulah yang membuat NLP semakin diminati banyak orang. Mereka yang menginginkan hidup yang lebih baik dan ingin menjadi manusia yang berfikir positif tentu cocok dengan model ini. Pelatihannya sederhana, mudah dan bisa dipelajari secara mandiri.


#########################################


TIPS

Cara mengetahui time line Anda

  1. Ingatlah sesuatu hal yang telah terjadi bulan lalu, setahun lalu, 2 tahun yang lalu, 3, 4, 5…10 tahun yang lalu. Misalnya saja : kapan anda membayar tagihan listrik bulan lalu?
  2. Nah pada saat Anda mengingatnya, dapatkah anda sadari bahwa memori itu datang atau berasal dari dan menuju arah mana. Anda mungkin akan merasa itu masa lalu datang dari sebelah kiri dan masa depan menuju ke kanan, dan bahkan ada orang yang time line nya spiral atau berbentuk seperti kue lapis. Tetapi kebanyakan orang merasa bahwa semua masa lalu datang dan berasal dari belakang kepala, dan masa depan kepala menuju ke depan. Ini sangat individual dan beragam.
  3. Ulangi langkah 1 & 2 untuk 1 bulan ke depan ,1 tahun, 2, 3...5 tahun ke depan atau 10 tahun ke depan.
  4. Sekarang gambarkan, dimanakah ”The Past” dan "The Future"? Apabila keduanya di hubungkan maka dapat dibentuk sebuah garis (tidak selalu garis lurus, bisa berupa kurva, spiral, garis zig-zag tak beraturan dan sebagainya).
  5. Apabila Anda belum menemukannya, ulangi langkah 1-4, dan yang penting bangunlah hubungan dengan pikiran bawah sadar Anda. Tanyakan pada pikiran bawah sadar anda.

Memanfaatkan Time Line untuk Meredam Emosi :

  1. Bila sudah menemukan dan mengetahui time line anda, lakukan test drive. Caranya anda konsentrasi dan mulai membayangkan anda mengambang naik ke atas time line anda sehingga anda seolah-olah ada di atas time line dan naik lagi lebih tinggi, lebih tinggi dan lebih tinggi lagi, setingginya sampai time line terlihat hanya 1 inch ..... (dalam melakukan hal ini pastikan Anda merasakan benar – benar mengambang naik di atas time line).
  2. Yang mesti diperhatikan, mengambang naik diatas Time Lime bukan berjalan atau menyusuri Time Line. Lakukan saja senyaman mungkin. Sekarang anda boleh pergi ke masa lalu anda. Sekarang anda boleh pergi kembali ke masa lalu anda. Ingat anda masih mengambang di atas time line anda, kemudian pergi ke masa depan. Setelah selesai Anda boleh kembali ke sekarang/posisi anda dan membuka mata.
  3. Setelah anda lancar melakukan test drive, lakukan terapi sederhana. Carilah satu peristiwa yang sangat anda cemas atau khawatirkan pernah terjadi pada diri anda di masa lalu. Cari apa sebanarnya yang anda cemaskan itu.
  4. Kemudian tutup mata anda, dan bayangkan diri anda mengambang naik diatas time Line dan pergi ke 15 menit setelah peristiwa yang anda cemaskan telah terselesaikan dengan berhasil dan sukses.
  5. Setelah anda sampai disana putar badan dan anda menghadap dan lihat sekarang dan sepanjang Time Line anda. Nah dinama rasa was-was, cemas dan ketakutan anda itu sekarang ? Sudah hilang atau masih ada ? Bila masih ada, ulangi lagi langkah 3 dan 4. Bila sudah hilang ?! Wah selamat. Anda sekarang tahu teknik yang mudah, ringan dan menyenangkan dan dapat di gunakan kapan saja saat anda merasa khawatir.
  6. Pastikan Anda mebayangkan peristiwa yang anda khawatirkan terselesaikan dengan sukses dan berhasil. Karena hal ini adalah kunci dari suksesnya latihan ini, dan pengaruhnya juga berjangka panjang.
Mingguan KOKTAIL - Jurnal Nasional Group, Edisi 028 Tahun I Minggu I April : 4 - 10 April 2008 Halaman 42 di rubrik Feature.