Kamis, Maret 27, 2008

Fariz RM dan Kasus Jebakan Narkoba

Fariz diputuskan hakim tidak terbukti melakukan tindak pidana. Namun dia mesti menjalani rehabilitasi medik untuk menghilangkan kecanduan terhadap narkoba.

Iwan Samariansyah

iwansams@jurnas.com

VONIS hukuman delapan bulan penjara telah dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kepada musisi Fariz Rustam Munaf pada Senin (10/3) lalu. Itulah nasib yang mesti diterima oleh pencipta lagu hits Barcelona itu, setelah dia berjuang untuk membebaskan diri dari tuduhan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Bule atau Faiz – demikian dua panggilan akrab Fariz RM – menerima hukuman itu dengan tabah.

Faiz memang tak harus menjalani hukumannya di balik terali besi. Selama lima bulan menjalani persidangan, dia mesti menerima nasib ditahan di LP Cipinang Jakarta. Masih ada tiga bulan sisa tahanan yang mesti dijalani olehnya. Ketua Majelis Hakim Gatot Suharnoto mengharuskan pemusik kelahiran Jakarta, 5 Januari 1961 itu menjalani rehabilitasi medik soal narkoba di rumah sakit yang dirujuk oleh pengadilan.

John Azis, pengacara Faiz yang saya hubungi Selasa (25/3) mengatakan Fariz RM setiap minggu mengikuti program rehabilitasi kecanduan narkoba di RS Melia, Cibubur. Hasil laboratorium dari pengawasan dan pengobatan yang dilakukan oleh Dr Price, dokter yang juga pernah menangani Faiz saat masa kecanduannya dulu, kemudian dikirimkan kepada Jaksa Penuntut Umum.

Kepada saya dan sejumlah wartawan lain yang rutin mengikuti kasus itu di pengadilan Faiz mengaku terharu. ”Harapan saya untuk memperoleh kebijaksanaan dari majelis hakim terkabul. Alhamdulillah, saya bersyukur. Majelis hakim telah melihat aspek-aspek yang sesuai dengan faktanya. Saya pasrah kepada Allah dan saya percaya penuh pada pihak yang menangani perkara ini,” ujar Faiz.

Berurusan dengan hukum dan harus mendekam dalam tahanan, jelas tak pernah terbayangkan oleh Fariz RM, isterinya Oneng Diana Riyadini dan ketiga anak mereka : Ravenska Atwinda Difa (16), Rivenski Atwinda Difa (16) dan Syavergio Avia Difaputra (8). Oleh karena itu, peristiwa ini begitu memukul dia dan keluarganya. Semua bermula dari malam jahanam, lima bulan lalu.

Pada Minggu dini hari 28 Oktober 2007 lalu, dia ditahan polisi dalam sebuah razia di Jakarta. Dari dalam taksi yang dikendarainya diketemukan 1,5 linting ganja seberat lima gram yang disimpan dalam bungkus rokok. Tes urine yang dilakukan pihak kepolisian, Fariz dinyatakan positif menggunakan narkoba jenis ganja. Saat itu dia lantas terancam UU narkotika dengan ancaman hukuman penjara di atas lima tahun

Saya yang mengikuti perkembangan kasus ini sejak awal menemukan sejumlah fakta yang sungguh merisaukan. Betapa tidak. Tes urine yang disebutkan pihak kepolisian dilakukan 10 jam setelah kejadian. Kepada saya, John Azis terus terang menyatakan keraguannya mengenai hasil tes urine tersebut. ”Hingga detik inipun saya tetap meragukan itu hasil tes urine Fariz,” ujarnya.

Kronologi penangkapan musisi kawakan pemilik 20 album itu dibeberkan Kapolsek Kebayoran Baru, Kompol Dicky Sondang. Menurut Dicky, Minggu (28/10) pukul 05.40 WIB pihaknya menggelar operasi rutin di kawasan Jalan Radio Dalam. Fariz R.M terjaring dalam operasi itu. Pada saat itu, taksi yang disopiri oleh Edi Suritno dihentikan oleh dua petugas polisi yaitu Briptu Fadilah Ali (21) dan Bripda Nugroho (23).

Paman dari penyanyi remaja Sherina itu ada di taksi itu bersama asisten dan rekan kerjanya, Shelly Kusumajaya. Dicky mengatakan bahwa setelah dilakukan pemeriksaan, kedua polisi yang bertugas itu menemukan 1,5 linting ganja seberat lima gram. Ganja itu ada di dalam sebuah bungkus rokok. Lintingan ganja dan rokok itu sendiri ada dalam sebuah tas ransel hitam yang terletak di jok depan taksi. Fariz dan Shelly duduk di belakang, di kursi penumpang.

Saat menjadi saksi pada persidangan kedua, Selasa (8/1) lalu di PN Jakarta Selatan, Briptu Fadilah Ali mengatakan bahwa dia memang bertugas pada malam ditangkapnya Faiz itu. Dia juga mengatakan bahwa dalam tas hitam itu hanya ada sebungkus rokok yang didalamnya terdapat 1,5 linting ganja. ”Apakah tidak ada barang lain ?” tanya Gatot, ketua majelis hakim. ”Tidak ada pak Hakim,” jawab Fadilah.

Disinilah, menurut Faiz, muncul sejumlah kejanggalan. Dengan tegas dia menyangkal keterangan Fadilah tersebut. ”Saya bersumpah itu bukan tas saya. Tas milik saya memang warnanya hitam, tetapi ada perbedaannya. Di tas saya sebuah tulisan di bagian depan dan bros kecil berbentuk huruf ”F” di tas itu,” ungkap Faiz, usai mendengarkan keterangan Fadilah. Fadilah adalah saksi memberatkan yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum.

Faiz juga menyatakan tas ransel hitam miliknya berisi buku agenda, senter, ballpoint dan ada beberapa helai pakaian kotor. Selain itu ada juga video digital miliknya berisi ratusan master lagu. ”Soal master lagu yang hilang inilah yang paling disesalkan Fariz. Itu sungguh tak ternilai harganya. Buat orang lain sih ndak ada gunanya, tetapi itu barang berharga buat Fariz,” ujar John Aziz kepada saya.

Menariknya, pernyataan Faiz bahwa tas ransel hitam yang disodorkan polisi dan jaksa di persidangan itu bukan barang milik Faiz dibenarkan oleh asisten Faiz yang bersamanya pada saat penangkapan, Shelly Kusumajaya. Shelly mengatakan bahwa di tas Faiz ada buku agenda, baju kotor milik Fariz dan video digital. Namun barang-barang itu raib setelah disita polisi.

Fadilah, polisi yang menangkap Farid itu saat ditanya kembali oleh hakim mengakui bahwa ada dua buah tas saat itu di jok depan. Fadilah sesungguhnya adalah polisi yang bertugas di Kepolisian Resort Metro Jakarta Selatan. Saat menangkap Faiz, dia sedang di BKO-kan ke Polsektro Kebayoran Baru. ”Ada tas lain yang berisi peralatan elektronik, saya memeriksanya juga akan tetapi kami tidak menyitanya,” katanya.

Terhadap keterangan terakhir tersebut, Faiz tetap menyangkal. Hanya ada satu tas hitam saat itu, bukan dua tas hitam. ”Banyak pernyataan saksi yang saling bertentangan dan bukti-bukti yang meragukan,” kata John Aziz, pengacaranya yang mendampingi Faiz sejak munculnya kasus itu kepada saya.

John memprihatinkan betapa persidangan kasus Fariz tersebut sungguh amat dipaksakan. Sejumlah fakta yang terungkap di persidangan amat meragukan, antara lain fakta bahwa Fariz tak pernah merokok Jie Sam Soe. Dia merokok Sampoerna A-Mild dengan bungkus warna merah sejak SMA, akan tetapi barang buktinya yang ditemukan polisi, lintingan ganja itu terdapat dalam bungkus rokok Jie Sam Soe.

Soal tas hitam yang menjadi barang bukti itu, hingga saat menjelang vonis sekalipun Faiz tetap menyangkal bahwa itu barang miliknya. Dia bahkan telah meminta untuk dilakukan tes sidik jari terhadap tas tersebut. Asuminya kalau tas itu miliknya maka pastilah sidik jarinya tertinggal disitu. Anehnya, polisi maupun jaksa tak melayani permintaan Faiz yang sebenarnya cukup masuk akal tersebut.

Fakta di persidangan juga mengungkapkan bahwa tes urine Faiz RM saling bertentangan. Tes urine pertama yang dilakukan polisi, ditandatangani petugas kesehatan Polri bernama Asep. Asep adalah orang yang mengeluarkan surat keterangan dan menandatangani surat keterangan hasil tes urine Faiz. Hasil tes urine yang dilakukan Asep positif, dan urine Faiz mengandung ganja, cannabis dan opium.

Tetapi tes urine kedua yang dilakukan Dr Popo Siswanto, dokter umum klinik Kimia Farma yang menjadi saksi fakta, menunjukkan hasilnya negatif untuk amfetamin, ganja maupun cannabis. Tes itu dilakukan Faiz, sebagai perbandingan, sebab tes urine yang dilakukan terdakwa di rumah sakit polisi dianggap tidak transparan. Tak heran bila John Aziz curiga bahwa sampel tes urine kliennya telah ditukar.

Yang menarik lagi, saksi-saksi yang memberatkan dari pihak kejaksaan malah terkesan bertentangan sendiri. Kesaksiannya sama sekali tidak cocok. Misalnya antara Fadilah dengan Shelly. Ada pula saksi mata, polisi lain bernama Bripda Nugroho yang mengaku hadir saat penggeledahan namun Fariz menyatakan orang tersebut tidak terlihat di TKP saat kejadian. Jadi siapa sebenarnya dia ?

Nasib yang menimpa Fariz tersebut mengingatkan saya pada pernyataan mantan Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Sisno Adiwinoto, Kamis (28/2) lalu soal kemungkinan adanya jebakan polisi saat terjadi operasi anti narkoba. ”Anda harus berani mengatakan bahwa barang haram tersebut bukan milik anda dan jangan mau memegang atau menyentuh barang tersebut,” ujarnya.

Sisno yang kini menjabat Kapolda Sulselbar menyampaikan ini mencermati adanya pengaduan masyarakat mengenai ulah tak terpuji oknum polisi yang menaruh ekstasi, ganja atau barang haram lainnya di kendaraan mereka. Tujuannya, kata Sisno, untuk memeras dan mencari keuntungan pribadi.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Pol Abubakar Nataprawira yang saya hubungi secara terpisah membenarkan adanya kemungkinan jebakan polisi itu. Dia justru menyerukan kepada masyarakat untuk mewaspadai adanya oknum polisi yang menjebak warga dengan cara menaruh narkoba di dalam mobil dengan tujuan untuk memeras tersebut.

Menurut dia, warga yang menjadi korban pemerasan oknum polisi harus berani melapor ke Unit/Bidang/Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) kantor terdekat. Hal ini agar polisi nakal itu didapat diproses baik secara pidana maupun pelanggaran etika. ”Anda harus berani mengatakan bahwa barang terlarang itu bukan milik anda dan jangan mau jika diminta untuk memegang atau menyentuh barang itu,” katanya.

Bila perlu, warga yang menjadi korban penjebakan itu harus meminta agar dilakukan tes sidik jari agar dapat dibuktikan siapa saja yang pernah memegang barang terlarang tersebut. ”Kalau ada digerebek polisi dengan tujuan akan diperas, tanyakan surat perintahnya. Anda harus berani melaporkan oknum itu,” katanya.

Keberanian melaporkan oknum itu sangat dibutuhkan Polri. Sebab akan membantu upaya untuk membersihkan polisi yang nakal, kata Abu Bakar. ”Bagaimanapun, polisi adalah milik rakyat. Sehingga kita semua wajib membersihkanya dari segala yang mengotorinya, termasuk tindak pemerasan berkedok operasi narkoba,” tukas lelaki yang lama bertugas di Setjen Dewan Ketahanan Nasional Dephan itu..

Mungkinkah Fariz RM dijebak dalam kasus tersebut ? Abu Bakar sayangnya tak bersedia mengomentari kasus Fariz itu dengan alasan sudah masuk wilayah pengadilan. Saat saya bertanya pada Faiz apakah dia merasa dirinya sudah dijebak, dia sempat terdiam cukup lama. Matanya menerawang jauh. ”Jika tas yang dijadikan barang bukti itu bukan milik anda, tidakkah anda merasa dijebak?” tanya saya.

”Saya nggak mau berpikir saya dijebak. Saya tidak mau memojokkan siapa pun. Silahkan anda menilai sendiri. Saya hanya pasrah dan berdoa kepada Allah. Saya memohon kepada-nya agar dikembalikan kepada kondisi yang baik,” jawab Faiz.

Alhasil, entah karena tidak siap menyusun tuntutan atau banyaknya materi dakwaan yang kurang pas, sebulan lebih rencana tuntutan (rentut) dari pimpinan di Kejaksaan Agung tidak turun-turun juga. Sudah empat kali sidang ditunda terus, kemungkinan karena tuntutan yang diajukan jaksa harus diperbaiki disana-sini karena banyak bolongnya.

Agung Ardiyanto, nama salah satu jaksa penuntut umum kepada saya justru menyalahkan Faiz. Dia menuduh terdakwa berbelit-belit dalam keterangannya di pengadilan. Saat saya tanya apa definisi berbelit-belit, jawaban jaksa itu terkesan ajaib : ”Kalau dia tak mau ngaku, kalau tidak kooperatif dengan kemauan saya, ya artinya berbelit-belit. Terserah dia mau bilang apa,” ujarnya enteng.

Bukan main. Lebih jauh lagi, pihak kejaksaan ternyata juga menyatakan tidak puas dengan keputusan hakim PN Jakarta Selatan. ”Kami tidak sependapat dengan keputusan majelis hakim terhadap terdakwa. Oleh karena itu kami menyatakan banding ke Pengadilan Tinggi,” ujar Agung kepada saya.

Menurut dia, memori banding sudah disusunnya sejak Senin (17/3) lalu dan baru dimasukkan ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Senin (24/3) lalu. Padahal, Fariz sendiri menyatakan dirinya menerima keputusan majelis hakim. Ini berarti perkara musisi yang sudah berkiprah selama 25 tahun di blantika musik Indonesia itu bakal terus berlanjut. Dua tingkat pengadilan masih harus dijalaninya, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.

John Aziz yang saya konfirmasi kembali soal keputusan akhir jaksa yang menyatakan banding itu tidak terkejut. ”Saya cuma prihatin saja dengan logika berfikir pihak kejaksaan. Bagi mereka pengguna narkoba ya penjahat. Jadi harus dipenjara. Padahal Fariz inikan cuma korban. Hakim bilang, Fariz tidak terbukti melakukan tindak pidana. Dia perlu dibantu. Caranya dengan mengikuti program rehabilitasi,” katanya.

Kepada saya pada beberapa kali kesempatan di sela-sela persidangan, Faiz mengaku memang dirinya pernah kecanduan alkohol dan mengonsumsi narkoba. Bahkan akibat kebiasaannya itu, dia divonis menderita kanker liver pada tahun 1996. Bahkan paru-parunya juga kena. Kanker itu pula yang membuat tubuh Faiz sekarang terlihat kurus sekali dan dokter menyatakan tubuhnya tak mungkin gemuk lagi.

Ini bukan kali pertama Faiz tersandung urusan polisi. Pada Mei 2001, Faiz berurusan dengan polisi dengan tuduhan terlibat kasus peledakan bom di asrama mahasiswa Iskandar Muda, Manggarai. Faiz dicurigai lantaran ditemukan surat Faiz yang ditujukan kepada Panglima GAM di lokasi ledakan bom. Belakangan, kasus itu tak terbukti dan Faiz dibebaskan dari tuduhan.

Faiz sempat menghilang selama sepuluh tahun dari blantika musik Indonesia. Sejak 1987 hingga 1997. Dia benar-benar menjadikan dirinya sebagai seorang pertapa. Sebab, dia sama sekali tidak pernah muncul dalam berbagai pertunjukan musik. ”Saya memang tak ingin menekuni dunia panggung saat itu,” paparnya.

Ketika itu, Faiz lebih banyak bekerja di belakang panggung layaknya seniman. Tentu masih berkaitan dengan keahliannya bermusik. Dia banyak menggarap sejumlah jingle iklan bahkan musik bumper di beberapa stasiun televisi. Musik bumper in dari acara Gebyar BCA di Indosiar adalah karya Faiz.
Ada puluhan jingle dan musik yang dia buat dan merupakan hasil karyanya. Bahkan saat ditangkap polisi, Faiz sebenarnya sedang menggarap proyek pentas musik di salah satu BUMN, Pertamina.

Melukis juga merupakan kegiatan Faiz lainnya. Dia sedikitnya memiliki 20 lukisan sketsa beraliran surialisme hasil karya dia sendiri, termasuk sketsa wajahnya sendiri. Dia juga banyak bergerak di balik layar, misalnya membantu menggarap album musisi lain. ”Saya selalu percaya pada regenerasi. Kita mesti memberikan kesempatan bagi musisi muda untuk berkembang,” paparnya.

Setelah bebas dari penjara, Faiz kini lebih banyak menenangkan diri di rumahnya di kawasan Bintaro, Jakarta Selatan. Keluarganya juga mendukung keputusan Faiz itu. Ada kepuasan sendiri bahwa pada akhirnya setelah bulan-bulan penuh cobaan, mereka kini bisa berkumpul kembali sebagai satu keluarga yang utuh. Lima bulan masa penahanan sang kepala keluarga benar-benar ujian besar bagi keluarga itu.

Yang menarik, Faiz juga melaksanakan janjinya untuk berhenti merokok usai sidang pengadilan terakhir saat vonisnya diketuk majelis hakim. ”Saya merasa puas dan sangat bersyukur. Allah telah memberikan yang terbaik. Saya tadi berjanji sama anak-anak kalau saya bebas dari tahanan, maka saya akan berhenti merokok,” ungkap Faiz.

Oneng, sang isteri tentu saja menyambut gembira tekad suaminya itu. Bahkan di hadapan sejumlah wartawan usai sidang vonis, Oneng mengambil bungkus rokok yang dipegang suaminya dan membuangnya jauh-jauh. Oneng juga mengambil kotak rokok yang ada di dalam tasnya dan mematahkan semua rokok yang ada. Faiz tersenyum menyaksikan aksi sang isteri dan memeluknya erat-erat.

Dia faham makna aksi demonstratif Oneng. Gara-gara 1,5 linting ganja entah milik siapa maka dia mesti terjerat dalam urusan hukum. Tanpa tedeng aling-aling, Faiz menyampaikan permintaan maaf yang sebesar-besarnya pada masyarakat dan penggemarnya atas kejadian yg menimpanya. ”Saya juga berterima kasih kepada semua pihak yang sudah mendukung saya selama persidangan,” ujar dia.

Dimuat di Mingguan KOKTAIL edisi 027 Tahun I [ 28 Maret - 3 April 2008 ]

Tidak ada komentar: