Minggu, September 02, 2007

Bila Niat Baik Diproyekkan


Sulitnya Mewujudkan Single Identification Number

Oleh : Iwan Samariansyah

PEMBERLAKUAN Nomor Identifikasi Tunggal atau Single Identification Number (SIN) belum juga berjalan, meski sudah dicanangkan sejak 2004. Justru yang muncul adalah kekisruhan. Mulai dari munculnya tudingan korupsi anggota Komisi Pertahanan dan Keamanan DPR-RI Ade Daud Nasution pada Menteri PAN Taufik Effendi sampai dengan rebutan proyek SIN antar instansi pemerintah. Siapa sebetulnya yang berhak atas proyek tersebut ?

Awalnya adalah tudingan Ade Daud Nasution, anggota Komisi I yang menangani bidang Pertahanan dan Keamanan DPR-RI pertengahan bulan lalu. Anggota Fraksi Bintang Reformasi itu melaporkan pada KPK adanya proyek SIN di lingkungan Badan Kepegawaian Nasional yang tidak sesuai dengan ketentuan, yakni harus melalui tender. Proyek SIN itu melalui penunjukan langsung Kepala BKN pada sebuah perusahaan spanyol.

Tudingan tersebut dibantah oleh Taufik maupun Prapto Hadi. Menteri Negara PAN membantah telah melakukan korupsi dalam pengadaan sistem informasi kepegawaian. Taufik mengatakan bahwa pengadaan sistem informasi kepegawaian dilakukan oleh Badan Kepegawaian Negara atau BKN. BKN merupakan salah satu dari empat lembaga pemerintah non departemen atau LPND dibawah naungan Kementrian PAN.

Belakangan terungkap adanya ”pertempuran” antar instansi pemerintah berkaitan dengan rebutan proyek SIN. Ada tiga instansi yang ngotot bahwa proyek tersebut harus dikelola oleh pihaknya yaitu Depdagri, Ditjen Pajak dan Kementerian PAN. Masing-masing dengan argumentasinya sendiri sesuai kepentingan tiap departemen. Bahkan Departemen Komunikasi dan Informatika (Kominfo) ikut-ikutan pula terjun dalam ”rebutan” proyek tersebut.

Departemen Keuangan, misalnya, menyambut SIN sebagai upaya mengintensifkan penarikan pajak terhadap subyek pajak yang selama ini menghindar. Depdagri tak kalah antusiasnya demi penataan administrasi kependudukan. Departemen Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pun membuat IGASIS (inter governmental access share information system atau sistem pertukaran informasi/data antarinstansi pemerintah) sebagai pendukung terciptanya SIN. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara pun berkepentingan dengan SIN dalam upaya menegakkan birokrasi yang efektif dan antikorupsi.

Kepala Subdit Teknologi Informasi Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan Depdagri Ani Yulistiani mengatakan, Depdagri mengolah SIN untuk mengatasi kesimpangsiuran administrasi kependudukan. Depdagri mengembangkan sistem informasi administrasi kependudukan (SIAK) online hingga ke daerah, sesuai yang diamanatkan Keputusan Presiden RI Nomor 88 Tahun 2004.

Untuk mencegah pencatatan ganda, Depdagri pun mengeluarkan NIK yang tak lain adalah SIN. Mereka memakai data hasil Pendataan Penduduk dan Pendaftaran Pemilih Berkelanjutan (P4B). Data tersebut sudah dikonversikan ke dalam sistem digital yang mendukung pelaksanaan SIN.

Depdagri memang telah melangkah cukup jauh. Menurut Ani Yulistiani, saat ini pembuatan NIK sudah dilakukan. Tiap penduduk—seperti tercantum dalam data P4B—sudah diberi nomor 16 digit. ”Sekarang tinggal pemutakhiran data saja,” kata Ani. Depdagri juga sudah menyiapkan sistem dan peralatan untuk mendukung program SIAK. Pemerintah tinggal menyiapkan peralatan di daerah, mulai dari di tingkat kabupaten/kota sampai ke kantor-kantor kelurahan.

Agar NIK ganda dapat dihindari, database tersentralisasi di Jakarta. Perekaman data dengan menggunakan aplikasi SIAK dilakukan di simpul pelayanan pendaftaran penduduk di daerah. Bersamaan dengan hal itu, Departemen Keuangan pun mulai mengolah data obyek pajak sebesar 84 juta. Direktorat PBB menggabungkan nomor objek pajak (NOP) dengan subyek pajak. Tidak hanya informasi PBB yang ditampilkan, atribut lain seperti informasi keluarga, kendaraan, tagihan listrik, telepon, dan PDAM juga dicantumkan.

Data tersebut dikemas dalam informasi rinci obyek pajak berbentuk smart mapping secara digital. Sekali klik, muncullah data dan foto obyek pajak. Hal tersebut dapat menjadi peluang terbentuknya SIN. Semua Departemen berbicara mengenai subyek yang sama. Data yang diolah juga sama. Hanya saja selama ini masing-masing instansi memberi nomor berbeda. Setidaknya terdapat sekitar 32 nomor yang saat ini terpakai seperti nomor KTP, nomor Kartu Keluarga, nomor SIM, BPKB, Paspor, NPWP dan sebagainya.

Anggota Komisi II DPR, Saifullah Ma’sum, menengarai adanya tarik-menarik antardepartemen soal penggarapan SIN. Kominfo dengan IGASIS-nya, Departemen Keuangan dengan SIN-nya, dan Depdagri dengan SIAK-nya serta BKKBN. Oleh karena itu dia menyarankan agar Presiden segera mengambil alih dan segera menentukan lembaga yang bertanggung jawab terhadap SIN. ”Mereka harus duduk satu meja untuk membahas hal tersebut. Serahkan ke satu lembaga sebagai induk pembuatan SIN. Yang lainnya mendukung saja,” katanya.

Apabila hal itu tidak dilakukan, Saifullah menduga tarik-menarik tersebut akan menjadi berlarut-larut. Akibatnya, SIN pun tidak juga terealisasi. Ditanya departemen yang paling pas menjadi induk SIN, Saifullah mengusulkan agar SIN diserahkan ke Depdagri. Departemen tersebut berhubungan langsung dengan data-data kependudukan. Dan bila benar Depdagri yang ditunjuk maka setiap penduduk di Indonesia mulai tahun ini akan mempunyai identitas yang terdiri dari 16 digit. Angka tersebut dicantumkan baik di kartu tanda penduduk, surat izin mengemudi, paspor, maupun dokumen lain yang terkait dengan transaksi keuangan.



Tidak ada komentar: