Jumat, Januari 06, 2012

Akademisi Jadi PM Libya yang Baru

Abdurrahman al-Keib
Iwan Samariansyah

Tripoli | Jurnal Nasional
DEWAN Transisi Nasional (NTC) Libya yang kini menjadi pemerintah sementara Libya akhirnya menunjuk seorang akademisi asal Tripoli, Abdurrahman al-Keib sebagai Perdana Menteri Libya yang baru. Abdurrahman al-Keib, akademisi dengan spesialisasi teknik kelistrikan lulusan Amerika Serikat itu mengalahkan delapan kandidat lainnya dengan meraup dukungan 26 dari 51 suara anggota NTC.

Wartawan
BBC di Tripoli, Katya Adler melaporkan Keib dipandang sebagai calon yang cakap dan dianggap memenuhi semua konsensus yang diharapkan bisa mengatasi persaingan di dalam tubuh NTC pasca-Khadafi. Keib yang menggantikan posisi Mahmoud Jibril itu diharapkan segera menyusun anggota kabinetnya dalam beberapa hari ke depan. Kabinet ini akan menjadi bagian dari pemerintahan sementara yang mengendalikan Libya hingga digelarnya pemilu parlemen delapan bulan mendatang dan pemilu multipartai pada 2013.

Juru bicara Jalal el-Gallal mengatakan NTC ingin membentuk pemerintahan sementara setelah tergulingnya Khadafi karena para anggota NTC mulai kehilangan orientasi. Perpecahan serius dalam NTC bermula dari keputusan NTC mengganti PM Libya Mahmoud Jibril. "Pemilihan ini membuktikan rakyat Libia mampu membangun masa depan," kata Ketua NTC, Mustafa Abdel Jalil.


PM Mahmoud Jibril dianggap gagal mencegah pembunuhan atas Muammar Khadafi. Dan dia dianggap sebagai bagian dari rezim lama yang digulingkan. Jibril tadinya adalah Menteri Kehakiman Libya sejak 2007. Ia baru mundur empat hari setelah protes besar-besaran terjadi pertama kali di Kota Benghazi.

Saat Khadafi berkuasa, mantan Perdana Menteri Mahmud Jibril sempat pula menjabat sebagai Ketua Dewan Pembangunan Ekonomi Nasional selama empat tahun (2007-awal 2011). Pengumuman pemilihan perdana menteri baru ini dilakukan hanya beberapa jam setelah NATO mengumumkan penghentian operasi militernya pada Senin (31/10) tengah malam waktu Libya. Abdurrahman diharapkan bisa menjadi penengah bagi faksi-faksi yang bersaing di NTC mengingat latar belakangnya sebagai akademisi.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal NATO Anders Fogh Rasmussen mengunjungi Tripoli dan menyatakan NATO merasa bangga bisa terlibat dalam membantu perlawanan rakyat Libya yang mengakhiri 44 tahun masa kediktatoran. Meski telah menghentikan operasinya di Libya, Rasmussen menjamin NATO tetap akan membantu negeri itu mereformasi sistem pertahanan dan keamanan negara kaya minyak itu. Namun untuk saat ini PBB yang akan memimpin program bantuan internasional di Libya. (BBC/Reuters)


Dimuat di Harian Jurnal Nasional edisi Rabu, 2 November 2011 hal 13 Internasional

Tidak ada komentar: