Rasanya sudah lama berlalu. Padahal kalau menilik kalender, 22 Mei itu baru lewat dua minggu lalu. Inilah untuk pertama kalinya aku berkumpul dan bertemu kembali dengan teman-teman lama yang pernah bekerjasama selama enam tahun dalam hidupku. Reuni. Sebagian besar sudah berstatus mantan atau alumni. Entah itu karena dipensiun, atau diberhentikan atau seperti diriku memilih untuk mengundurkan diri. Itulah dia Reuni Akbar para mantan dan alumni Harian Jawa Pos.
Lokasi reuni di Dataran Tinggi Dieng, Wonosobo. Mayoritas usia kami memang tidak lagi muda. Beberapa dari kami pun sudah ada ada yang mulai mengeluhkan masalah kolesterol atau
kondisi fisik yang tidak seprima dulu. Namun pada hari Minggu (22/5)
itu kami semua seolah-olah menjadi muda dan dipenuhi gairah berpetualang, demi
mencari cerita-cerita menarik yang terselip dalam kehidupan masyarakat
perdesaan Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah.
Kami, para alumni dan mantan wartawan surat kabar era
1982 hingga tahun 2000 ini menyebut komunitas kami dengan nama Paguyuban
Mantan Jawa Pos (MJP) lantaran semua pernah bekerja di grup penerbitan Jawa Pos. Sebagian pensiunan nonredaksi juga ikut serta.
Adalah Sulaiman Ros, seorang wartawan di masa-masa awal Jawa Pos berdiri
yang menggulirkan ide untuk kopi darat ini. Maklum saja, komunikasi kami selama ini lebih sering terjalin melalui media seluler atau internet.
Ide tersebut langsung disambut oleh anggota MJP lainnya yakni Kholiq
Arif yang kini telah menjabat sebagai Bupati Wonosobo.
"Selamat datang di Wonosobo. Mumpung di sini, Anda harus mencicipi
menu-menu khas Wonosobo. Kami punya nasi megono, mi ongklok, tempe
kemul, dan banyak lagi. Silakan juga menikmati alam wonosobo," tutur
Kholiq sesaat setelah saling bersalaman atau pelukan melepas kangen
bersama kami, rekan-rekannya yang pernah sama-sama membangun imperium Jawa Pos selama puluhan tahun itu.
Kholiq pula yang merencanakan perjalanan menjelajah obyek-obyek di pegunungan Dieng. Sekalian pamer daerah yang telah dua periode ini dia pimpin sebagai Bupati. Setidaknya kami semua, para mantan Jawa Pos
dipaksa harus sedikit terengah-engah saat menyusuri hutan kecil menuju
telaga Warna atau mendaki punggungan bukit menuju kubah kawah Sikidang.
Bayangkan saja, dari lokasi parkir kendaraan di obyek Kawah
Sikidang, kami harus menyusuri setapak berbatu di perbukitan
gersang. Di sana-sini terdengar suara mendesis yang berasal dari uap
panas belerang yang menyembur melalui celah retakan tanah. Jika kurang
berhati-hati, para pengunjung bisa menginjak atau terciprat uap panas
dari celah tersebut.
Jalur yang terjal, kering, dan
mendaki pada dasarnya adalah santapan keseharian kami semua sewaktu muda
dahulu. Namun kini mungkin sedikit berbeda. Beberapa anggota MJP bahkan
sempat membeli tongkat bambu untuk meringankan langkahnya mendaki
bukit terjal.
"Bambunya bagus. Lingkarnya kecil namun
padat tanpa rongga. Saya beli hanya untuk suvenir saja," kilah Widjojo
Hartono, warga MJP yang kini aktif mengelola situs berita online tapalbatas.com, energindo.com, dan majalah Tapal Batas terbitan Jakarta. Semasa di Jawa Pos, Toni, begitu panggilan akrabnya pernah menjabat sebagai Redaktur Pelaksana dan kemudian salah satu Direktur di salah satu anak perusahaan Jawa Pos di Malang.
Namanya saja wartawan. Ke mana pun dan agenda apa pun, selalu penuh
dengan pertanyaan, mulai dari jenis herbal khusus pria khas Dieng,
harga sebongkah batu belerang hingga sisi historis suatu tempat.
Ternyata cukup banyak hal menarik yang kami jumpai di tempat itu. Nah,
khusus bagi para MJP yang kini tinggal di Jakarta, kearifan lokal
masyarakat dalam sejuknya hawa dan kabut Dieng memberi kesan
tersendiri. Dengan dialog Jawa, sebagian warga MJP terlihat berbincang akrab
tentang kisah seputar dieng dengan warga setempat.
"Ternyata di sekitar kompleks Candi Dieng ada warga yang telah
melakukan ritual tapa sejak 21 tahun yang lalu hingga sekarang. Dari
cerita warga setempat, si petapa tidak akan menghentikan ritualnya
kalau belum dijemput pulang dengan menggunakan perahu," kata Yulfarida
Arini, anggota MJP lainnya yang kini aktif sebagai konsultan di bidang air
bersih di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum. Yulfarida sewaktu aktif di Jawa Pos sempat lama mengasuh rubrik Kesehatan di harian terbesar dari Surabaya itu.
Jalan-jalan
dalam agenda reuni sehari penuh ini pastinya memberikan rasa lelah
sekaligus juga menghidupkan kembali kisah-kisah lampau sewaktu kami semua aktif
sebagai peliput di Jawa Pos. Itulah yang diharapkan oleh Kholiq Arif sebagai tuan rumah. Di satu sisi, dia kangen pula dengan rekan-rekan dan kenangannya di Jawa Pos. Sisi lainnya, dia juga ingin memperkenalkan lebih dalam tentang Wonosobo kepada dunia luar. Targetnya terpenuhi.
Itu dibuktikan dengan berbagai jenis oleh-oleh dan suvenir yang
diborong para MJP. Ada yang membeli Purwaceng alias herbal khas Dieng
khusus untuk pria dewasa, teh Dieng, manisan buah carica, batu
belerang, dan keripik kentang. Seluruhnya merupakan hasil potensi
daerah Wonosobo. Kami semua pulang ke daerah masing-masing dengan membawa kenangan manis. Kapan-kapan pertemuan seperti ini akan kami ulang. Insya Allah.