Senin, September 15, 2008

Menggenapi Semangat Olimpiade


Sebanyak 800 karya seni dari 80 negara yang mengekspresikan olimpiade dengan bahasa seni yang tak terbatas digelar sepanjang berlangsungnya pesta olahraga terbesar di dunia, Olimpiade Beijing.


TEKS IWAN SAMARIANSYAH

SEORANG perempuan tampak sedang berenang seperti seorang atlet dengan pakaian merah yang membungkus sekujur tubuhnya. Matanya terpejam, seakan menikmati hangatnya air kolam renang tempat dia mengapung. Lukisan berjudul "Won't Ever Be No. 7" itu adalah karya perupa Indonesia Tiarma Dame Ruth Sirat dalam Pameran Seni Olimpiade Beijing yang digelar 11 – 19 Agustus 2008 lalu.

”Merah adalah warna favorit saya sejak lama. Dengan lukisan yang memang khusus saya persiapkan untuk Beijing ini, saya ingin mempertanyakan lagi tentang cita-cita orang kebanyakan dan bagaimana mereka mencapainya,” ujar pemegang gelar master dalam fashion dan desain tekstil dari Universitas Boras, Swedia saat diminta menjelaskan konsep lukisannya tersebut.

Dia mengatakan bahwa dimanapun cita-cita orang berbeda-beda. Ada yang ingin menggapainya dengan kerja keras, tetapi dia tak menafikan pula bahwa ada pula orang yang cita-citanya hanya bersantai saja. Tentu saja hal ini sah-sah saja, kata Tiarma. Tetapi setiap tujuan yang tinggi dicapai dengan usaha ekstra keras, tandasnya. Kerja keras pula yang mesti ditempuh Tiarma untuk bisa tampil di Beijing ini.

Betapa tidak. Jalan yang ditempuhnya begitu panjang dan berliku hingga bisa tampil sebagai satu-satunya perupa Indonesia yang karyanya tampil di Beijing di sela-sela acara olimpiade. Seleksi untuk Olimpiade Seni tahun ini dimulai beberapa bulan lalu setelah namanya menjadi salah seorang finalis dalam Anugerah Alumni Australia di Indonesia untuk kategori budaya dan seni.

Segera setelah dia memastikan diri bisa ikut serta dalam ajang bergengsi itu, Tiarma segera menyusun proposal guna menggalang dana untuk pergi ke Beijing. Dana itu diperlukan untuk transportasi, fiskal, akomodasi, uang saku dan penginapan selama berada di Beijing. Maklumlah. Panitia memang tak menyediakan anggaran untuk membiayai peserta, mengingat terbatasnya anggaran.

Tiarma memahami keterbatasan itu, namun dia putuskan untuk tetap berangkat. Diapun segera bergerilya mencari dana. Proposal dia kirimkan ke sejumlah instansi pemerintah dan pengusaha. Hasilnya ? Hanya pembebasan biaya fiskal yang dia dapatkan dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Respons dari dunia seni, tempat dia berkecimpung nol besar.
Untung di saat-saat terakhir dia bertemu dengan seorang pengusaha kenalan lamanya, yang justru sama sekali tak beririsan dengan dunia seni. Pengusaha itu bersedia membantu tiket pesawatnya. Biaya akomodasi selama di Beijing didapatkannya dengan cara yang bisa dia lakukan : menjual beberapa karya lukisnya. Dengan segala keterbatasan itu, akhirnya diapun terbang ke Beijing.

Dia berada di Beijing selama Olimpiade Seni berlangsung dan akan bertemu dengan sejumlah seniman lainnya selama pameran berlangsung. ”Saya bangga menjadi seniman dan saya sangat bangga mewakili Indonesia dalam acara ini. Saya penasaran tentang pameran di China, dan perjalanan ini saya harap dapat memahami orang-orang di belahan dunia lain. Mereka umumnya sangat tangguh, seni dan budaya mereka,” ujar Tiarma

Seniman lainnya selain Tiarma yang menggelar karyanya guna menggenapi semangat olimpiade ini antara lain perupa China terkenal Zhao Xi Wei. Lukisannya menggambarkan bagaimana seorang anak etnis Tibet tersenyum sambil memeluk boneka Yingying, salah satu maskot Olimpiade Beijing yang mengambil inspirasi dari antelope Tibet yang hampir punah. Tatapan anak itu begitu magnetis dan melankolik.

Sebagai tuan rumah Olimpiade, Beijing memang berusaha keras menampilkan yang terbaik untuk semua tamu yang datang ke negara tirai bambu itu. Mereka mengundang para seniman untuk bercerita tentang olimpiade dengan cara mereka sendiri. Dari Fuwa goresan kaligrafi China, kulit apel berornamen naga, sampai Mona Lisa, masing-masing menyimpan jiwa seni Olimpiade yang beraneka rupa.

Seorang reporter Record TV Network Brazil Carla Cecato yang tengah meliput Olympic Fine Arts ini mengatakan bahwa lukisan Mona Lisa adalah favoritnya. ”Mona Lisa ini menurut saya amat menarik. Ia adalah ikon dunia sehingga semua orang mengenalinya. Tapi di sini ia mengenakan baju tradisional Tiongkok dan membawa Obor Olimpiade. Ini suatu hal yang benar-benar indah dan menarik,” ujarnya.

Slogan Olympic Fine Arts ini adalah "Seni melengkapi semangat Olimpiade." Selama pameran yang menghadirkan 800 karya seni dari 80 negara ditampilkan karya seni rupa yang mengekspresikan Olimpiade dengan bahasa seni yang tak terbatas. Pameran karya seni dari 80 negara ini dibuka oleh Presiden Komite Olimpiade Internasional Jacques Rogge, Presiden Kehormatan Komite Olimpiade Internasional Juan Antonio Samaranch dan Li Changchun, anggota Politbiro Komite Tetap Partai Komunis Tiongkok. iwansams@jurnas.com

*) Dimuat di Majalah ARTi edisi 007 periode 04 - 17 September 2008 Rubrik Seni rupa halaman 52 - 53

Kamis, September 11, 2008

Nias Yang Tak Terlupakan


Keindahan alam dan budaya orang Nias, Sumatera Utara diabadikan oleh sejumlah fotografer Swiss dan kemudian dipamerkan pada masyarakat Indonesia. Foto-foto dari awal abad 20 itu berupaya mencatat sejarah budaya eksotik bangsa kita.


TEKS DAN FOTO IWAN SAMARIANSYAH


Masih satu rangkaian acara JakArt@2008, sebanyak 27 foto-foto masa lalu dari masyarakat dan alam Nias tempo dulu digelar dalam Pameran foto Nias pada 14-28 Agustus di Darmint Café, Tebet Raya, Jakarta. Foto-foto artistik berusia tua yang dipamerkan tersebut merupakan karya warga Swiss, dan disponsori oleh Kedutaan Besar Swiss di Jakarta. Seluruh foto merupakan koleksi Museum Budaya, Basel, Swiss.


Pameran foto tersebut adalah pameran kedua kalinya yang digelar di Indonesia, namun yang pertama di Jakarta. Pameran pertama digelar di Museum Pusaka Nias pada Maret-Mei 2008 dalam rangka peringatan bencana gempa bumi di pulau itu. ”Foto-foto yang ditampilkan ini adalah manifestasi dari globalisasi yang terjadi dalam rentang waktu yang berbeda,” ujar Wakil Dubes Swiss untuk Indonesia Roman Busch saat membuka pameran, Kamis (14/8) malam lalu.


Bisa jadi globalisasi yang dimaksudkan oleh Busch itu terkait dengan fotografer yang mengabadikan Nias tersebut. Ada enam orang fotografer yang terlibat dalam pembuatan foto-foto Nias tersebut. Tiga diantaranya sudah wafat. Mereka adalah Gustav Forrer (1864-1933), Eugen Paravicini (1889-1945), Paul Wirz (1892-1955), Rudolf Elber dan John Hauser.

Busch dengan nada bangga mengatakan bahwa negaranya, Swiss adalah negara Eropa yang tidak memiliki sejarah kolonialisme. Saat itu warga Swiss berkunjung dan pergi ke berbagai belahan dunia umumnya untuk melakukan perjalanan kebudayaan sebagai upaya memuaskan rasa keingintahuan mereka. Hal ini seperti yang terjadi pada enam warga Swiss yang datang ke Nias pada kurun waktu 1830 hingga 1985.

Yang menarik, tidak kesemua warga Swiss yang datang ke Nias ketika itu adalah para fotografer profesional. Gustav Forrer adalah seorang manajer perkebunan. Antara tahun 1893 – 1921 dia tinggal di Tebingtinggi dan Medan, mengepalai perkebunan tembakau, karet dan the milik perusahaan Jerman. Dia melakukan beberapa perjalanan selama di Indonesia, terutama ke masyarakat Batak di pedalaman Sumatera Utara.


Karya Forrer yang ditampilkan malam itu antara lain ”Nias-Woman” yang dibuat pada 1924 sebuah foto yang menampilkan seorang ibu bangsawan Nias (Inada Si’ulu) Desa Bawomataluo, kecamatan Teluk Dalam. Perempuan Nias saat itu tampak bertelanjang dada. Adat berpakaian perempuan Nias saat itu mirip dengan tradisi berpakaian di pulau dewata, yang perempuannya juga membiarkan payudaranya terbuka.


Eugen Paravicini, yang antara lain menyumbangkan foto berjudul ”Warriors from Nias” yang dibuat pada 1923 bahkan seorang ahli Biologi asal Basel. Setelah perang dunia I, dia bekerja sebagai asisten di Botanical Institute di Buitenzorg (ogor) selama tiga tahun. Selama tiga tahun itu dia kemudian melakukan perjalanan di Pulau Jawa dan sebagian Sumatera untuk memuaskan keingintahuan antropologinya.


Foto karya Paravicini menggambarkan dua prajurit muda Nias asal Kecamatan Teluk Dalam berpakaian lengkap dengan peralatan tempurnya berupa tombak dan perisai. Kedua prajurit tersebut tak beralas kaki, dan mereka mengenakan pakaian sejenis rompi yang seragam berwarna putih. Tampaknya sengaja diminta berpose oleh sang fotografer untuk kepentingan dokumentasi.


Paul Wirz, seorang antropologis yang hobi fotografi menyumbangkan sejumlah foto warga Nias tempo dulu. Wirz banyak melakukan perjalanan ke New Guinea, Indonesia dan Asia Selatan. Dia menjadi terkenal karena karya-karya etnografinya mengenai monografi budaya dan cara hidup suku Marindanim di Irian Jaya.


Foto-fotonya tentang Nias diambil antara tahun 1925 hingga 1927 antara lain ”Man from South Nias” (foto setengah badan seorang laki-laki asal Nias selatan), ”Man Handling Bark” (foto seorang lelaki Nias yang tengah mengolak kulit pohon menjadi pakaian) dan ”Ready for The Dance Shield and Spear” (foto seorang pria berpakaian campuran kapas, kulit pohon dan rotan yang tengah bersiap menari). Sungguh-sungguh artistik.


Foto-foto Paul Wirz seluruhnya berceritera tentang manusia Nias tempo dulu, dari anak-anak, lelaki, perempuan, pasangan suami isteri bahkan kepala suku Nias (Si’ulu) dari Nias selatan. Dia juga sempat mengambil gambar situasi sebuah desa di Nias utara dalam foto berjudul ”Village in North Nias” dan karya seni warga Nias saat itu pada foto berjudul ”Wooden Idols” (adu-adu Siraha yang berdiri di alam terbuka dan di lantai rumah). Pada bagian akhir katalog, Wirz memotret lembah Susuwa di Nias Tengah.


Seorang geologis bernama Rudolf Elber yang bekerja pada perusahaan minyak juga ikut memberikan sumbangan foto-foto hasil jepretannya. Foto-fotonya diperkirakan diambil pada tahun 1920-1930, sedikit lebih tua dari karya foto Wirz. Dia banyak mengambil foto bangunan-bangunan khas warga Nias masa itu mulai dari Omo Bale, rumah adat kepala negeri Olayama dan rumah di desa megalitik Holi di lembah Idano, Gawo, Nias tengah.


Sementara Jorg Hauser, seorang fotografer profesional mempersembahkan sejumlah foto-foto Nias yang lebih kontemporer. Foto-foto hasil karyanya dibuat pada kunjungannya ke Nias pada tahun 1985. Hauser umumnya memotret bangunan-bangunan warga Nias masa itu yang terkesan dibuat dari bahan bangunan yang lebih baik daripada masa penjajahan Belanda. Desa-desa Nias juga terkesan lebih teratur dan indah seperti serial foto-foto berjudul ”View of village” yang diambilnya dari berbagai sudut pandang.


Menurut info dari penyelenggara, sebenarnya ada satu fotografer lagi yang memiliki karya-karya foto soal Nias bernama Muhlberg. Dia memiliki karya-karya mengenai Nias di awal kemerdekaan Indonesia, sekitar tahun 1948. Sayangnya foto Muhlberg tidak ditampilkan dalam katalog yang dibagikan pada para pengunjung dan saya lihat juga tidak ditampilkan pada pameran kali ini.


Para
fotografer itu tampaknya terkesan dengan hidup keseharian masyarakat Nias dan berupaya mengabadikan keindahan Pulau Nias lewat bidikan kamera mereka. ”Mereka datang bukan karena kepentingan politik atau uang semata, namun karena ingin memenuhi rasa ingin tahu dan apresiasi mereka terhadap keindahan pemandangan dan budaya yang mereka saksikan,” kata Busch kepada saya.

*) Naskah ini dimuat pada Majalah ARTi edisi 07 pada 04-17 September 2008 pada rubrik Seni Foto halaman 70 - 73.



Senin, September 01, 2008

Mitos dan Misteri Harta Karun VOC

Misteri harta karun VOC di Pulau Onrust memang mengundang penasaran begitu banyak orang. Rasa penasaran yang dipicu oleh sebuah novel berlatar belakang sejarah dari penulis muda berbakat Eddri Sumitra Ito bertajuk Rahasia Meede.

TEKS DAN FOTO IWAN SAMARIANSYAH

MEMENUHI ajakan Ade Purnama dari Sahabat Museum, sayapun ikut mendaftar sebagai peserta plesiran tempo doeloe. Pagi itu, 3 Agustus 2008, terburu-buru saya berangkat menuju ke Museum Sejarah Jakarta atau lebih dikenal dengan sebutan museum Fatahillah. Museum yang terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 2, Kota, Jakarta Barat itu menjadi meeting point peserta plesiran tempo doeloe awal Agustus 2008 itu.

Di luar dugaan, ternyata cukup banyak juga peminat wisata sejarah yang ingin tahu lebih banyak cerita dari masa lalu. Ada sekitar 400 orang lebih para ”pemburu” mitos harta karun VOC termasuk panitia yang berkumpul di halaman museum pagi itu sekitar pukul 07.00 WIB. Dibutuhkan tujuh bus dan 14 kapal motor untuk mengangkut seluruh peserta ke lokasi plesiran.

Ada tiga narasumber yang akan menjadi tempat bertanya para peserta guna memuaskan rasa penasaran mereka. Mereka adalah Lilie Suratminto (Dosen UI dan penulis buku makna sosio-historis batu nisan VOC di Batavia), Alwi Shahab (wartawan senior dan penulis buku Betawi Queen of The East) dan Eddri Sumitra Ito alias E.S. Ito (penulis novel Rahasia Meede : Misteri Harta Karun VOC).

Pulau Onrust terletak di teluk Jakarta. Pulau ini dapat dicapai dari Muara Kamal kira-kira tiga puluh menit perjalanan dengan kapal motor. Pulau ini disebut Onrust dari Bahasa Belanda yang dalam bahasa Inggris unrest artinya ”tidak pernah diam” atau ”tidak bisa beristirahat” karena di pulau ini pada masa kejayaan VOC memang sibuk terus, siang dan malam dipenuhi oleh kapal-kapal yang berlabuh ke pulau itu.

Lilie Suratminto mengatakan bahwa Onrust menjadi tempat perbaikan kapal dan tempat berlabuhnya kapal-kapal Kompeni dari berbagai penjuru dari Asia dan Afrika dan juga dari Eropa. Berbagai kapal kompeni besar dan kecil harus melalui pos pabean di Onrust sebelum masuk ke Batavia. ”James Cook dalam perjalanannya ke Australia dan Selandia Baru pernah singgah dan memperbaiki kapalnya di sini,” ujarnya.

Demikian juga saat Albert Tasman seorang pedagang Inggris di Batavia dalam memimpin ekspedisi menuju benua Australia bagian selatan dan pulau yang kemudian dinamakan dengan namanya yakni pulau Tasmania, armadanya berangkat dari pulau Onrust. Baik James Cook maupun Albert Tasman adalah tokoh-tokoh penjelajah samudera pada jamannya.

Dari pulau inilah VOC, perusahaan dagang Belanda itu menancapkan kuku kolonialismenya di seluruh wilayah Nusantara. Menjatuhkan satu persatu penguasa lokal dan mengatur mereka dengan aturan yang menguntungkan VOC secara politik dan ekonomi. Onrust adalah pintu gerbang penjajahan kompeni di Indonesia sejak tahun 1610, hingga kebangkrutan perusahaan multinasional tua itu pada 31 Desember 1799.

Pulau ini semula disewa dari Pangeran Jayawikarta pada tahun 1610, namun oleh VOC akhirnya dipergunakan untuk menggalang kekuatan untuk menghantam Jayakarta dan menguasainya sejak tahun 1619. Dari pulau ini Kompeni kemudian menguasai perdagangan dari Tanjung Harapan di Afrika Selatan sampai di Pulau Deshima (Hirado) di dekat Nagasaki Jepang, juga sampai Tanjung Hoom di Selat Magelhaen di Amerika Selatan.

Pulau Onrust dikuasai seorang Baas (dalam bahasa Inggris Boss) yang bertugas untuk mengawasi kedatangan dan pemberangkatan kapal-kapal kompeni, memperbaiki kapal-kapal yang rusak, mendatangkan kayu-kayu dan tenaga ahli serta penyediaan budak-budak untuk dipekerjakan di sini. Pendek kata, inilah pulau kecil dengan kekuasaan maha besar. Onrust pada masa jayanya bisa disebut sebagai markas besar VOC.

Boss pulau Onrust juga bertanggung jawab terhadap keselamatan rempah-rempah yang telah dikumpulkan dari berbagai penjuru Asia untuk diangkut ke Eropa. Oleh karena itu kekuasaan dari Baas Pulau Onrust ini sangat besar, karena semua pedagang harus tunduk pada peraturannya. Bahkan Gubernur Jenderal VOC di Batavia juga harus ikut pada aturan dari Baas pulau Onrust itu.

Mitos harta karun VOC di pulau Onrust itu bermula dari keganjilan sejarah, bagaimana sebuah institusi dagang sebesar dan sekuat VOC mendadak bangkrut secara tiba-tiba. Sejak tahun 1789, pembukuan VOC telah mengalami defisit sebesar 74 juta gulden, dua tahun kemudian meningkat menjadi 96 juta gulden. Dan, pada saat dibubarkan, total beban hutang yang harus ditanggung VOC adalah sebesar 134 juta gulden.

Sebagian dokumen malah menyebut angka 219 juta gulden. Setelah VOC dibekukan pada tahun 1798 dan kemudian dibubarkan pada 31 Desember 1799, semua hutangnya diambil alih pemerintah Belanda. Jadi, kekayaan yang ditinggalkan VOC adalah hutang sebesar 134 atau 219 juta gulden. ”Bagaimana mungkin semua kekayaan yang bersumber dari monopoli beragam komoditas bernilai jutaan gulden itu lenyap begitu saja ?” kata E.S. Ito saat ditanya soal mitos itu.

Keserakahan, salah urus dan korupsi diduga menjadi salah satu penyebab bangkrutnya VOC. Anehnya, menjelang bangkrutnya VOC ketika perusahaan dagang tersebut nyaris tak lagi bisa membayar dividen tahunannya, pengiriman rempah-rempah bernilai mahal ke Eropa masih mampu menunjukkan tingkat keuntungan rata-rata yang tinggi. Dari sinilah muncul dugaan bahwa jutaan gulden harta kekayaan VOC telah digelapkan.

Kekayaan VOC yang digelapkan oleh pejabatnya sendiri itu diduga dalam bentuk emas batangan, dan tak sempat terangkut ke negeri Belanda. Harta kekayaan itu diduga disembunyikan di salah satu tempat di negeri ini. Pulau Onrust, salah satu pulau yang menjadi tempat asal muasal kekuasaan maha dahsyat VOC diduga menjadi tempat penyembunyian harta karun tersebut.

Salah satu bukti kuat bahwa harta karun VOC itu memang benar adanya terungkap setelah diketemukannya bangkai kapal De Geldermalsen, kapal dagang VOC yang tenggelam di selat Malaka pada tahun 1751. Pada tahun 1986, ekspedisi pemburu harta karun pimpinan Kapten Michael Hutcher menemukan 126 batang emas lantakan dan 160.000 benda keramik dinasti Ming dan Ching di bangkai kapal tersebut.

Padahal dari data sejarah diketahui, ada ratusan bangkai kapal dagang yang tidak pernah ditemukan hingga saat ini. Ada kurang lebih 105 buah kapal VOC yang tenggelam sepanjang tahun 1602 sampai dengan 1795. Pejabat VOC korup yang ingin mengangkut emas hasil jarahannya pasti ada yang bernasib sial, sebagaimana kasus De Geldermalsen. Belum lagi emas yang tertimbun di daratan dan belum sempat terangkut.

Lilie Suratminto membenarkan bahwa sebagai sebuah pulau, Onrust belum sepenuhnya tereksplorasi oleh Pemda DKI Jakarta. Alasannya klasik, karena adanya keterbatasan dana operasional. Padahal secara arkeologis, Onrust sungguh sangat menarik. Di pulau ini diduga juga tersimpan banyak ruang bawah tanah yang belum terungkap. ”Makanya sayang sekali kalau diterlantarkan begini,” ujar dia.

Fungsi pulau ini, kata Lilie, berubah-ubah. Setelah dihancurkan Inggris tahun 1800 dalam perang Inggris versus Belanda saat Inggris memblokade armada kapal Kompeni sehingga hubungan VOC dengan Amsterdam putus, Onrust luluh lantak. Ini juga menjadi salah satu faktor penyebab yang mempercepat kejatuhan VOC dan akhirnya gulung tikar dengan meninggalkan sejumlah mitos dan teka-teki soal harta karun.

Setelah Inggris dapat dijinakkan dan undur ke Singapura, pulau ini lantas dibangun lagi oleh pemerintah Hindia-Belanda. Tetapi kejayaan Onrust memang sudah berlalu. Setelah kepergian Inggris, sempat dialihfungsikan sebagai markas angkatan laut Hindia-Belanda, namun pada tahun 1883 kembali hancur lebur oleh gelombang tsunami saat terjadinya letusan Gunung Krakatau di Selat Karimata.

Setelah itu pulau ini difungsikan sebagai asrama haji sebelum jamaah haji jaman Hindia Belanda diberangkatkan ke Tanah Suci dengan tujuan untuk membiasakan para jemaah haji mengenal laut. Saat itu, jamaah Haji Hindia Belanda selama berbulan-bulan ada di atas laut dalam pelayaran menuju dan dari Tanah Suci. Pada waktu itu Pelabuhan Hindia-Belanda sudah ada di Tanjung Priok.

Pernah juga pulau ini berfungsi sebagai rumah tahanan. BAhkan pada masa pasca revolusi fisik tempat ini dipakai sebagai tempat eksekusi Sekarmaji Marijan Kartosuwirjo, Imam dan pemimpin utama DI/TII. Pulau Onrust juga pernah difungsikan sebagai tempat karantina penyakit menular (lepra) yang kini sudah dipindah ke RS Sintanala Tangerang.

Sayangnya, setelah masa G.30 S bangunan-bangunan di pulau ini dan pulau-pulau sekitarnya habis dijarah oleh warga sekitar, sehingga tinggal puing-puingnya saja. Oleh Pemerintah DKI Jakarta (No. CB.11/2/16/1972) dan SK Gubernur DKO No. 134 tahun 2002 pulau Onrust kemudian ditetapkan sebagai Pulau bersejarah dilindungi di bawah Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jaya.

Di Pantai sebelah Barat Laut Pulau ini kini masih tersisa pemakaman Belanda. Ini adalah sisa dari pemakaman luas yang sudah dilanda abrasi dari tahun-ke tahun. Di situ ada makam Willemse Vogel kelahiran Edam Belanda (+1738), Kepala Pulau Onrust, Anna Andriana Duran (+1772) puteri pengasa Pulau Onrust Bastiaan Duran dan Maria van de Velde (+1721) kelahiran Amsterdam dan meninggal dalam usia 82 tahun.

Kabarnya Maria yang cantik ini masih sering menampakkan diri di pulau ini pada malam-malam tertentu. Kekasihnya yang merasa sangat sedih dan merasa bahwa Tuhan tidak adil telah memisahkan Maria dengannya menulis sebuah puisi demikian (Bhs Belanda Abad 17).

Maria Van De Veldes Lijk In’t Graf Geset

Die Waardigh Was Om

Vee Lange Jaren

Tel Leven Hadde God Haar

T Leven Willen Sparen

Dogh T Blijckt Iehova Heeft

Dat Door Den Doot Belet

Maria Dies Is Weg

Maar Neen [I]K Herroep Dat Woort

Als Onbedaght Gesprooken

En ‘T Sy Van Myn Aanstont

Op Heterdaat Gevrooken

Maria Leeft By Haar Heer

Gebooren Tot Amsterdam

Deen 29 Desember 1693

Gestorven Den 19 November

Anno Op Onrust 1721

Makna dari inskripsi pada batu nisan tersebut demikian :

Jenazah Maria van de Velde

dimakamkan di sini

yang patut masih dapat hidup

bertahun-tahun

seandainya Tuhan berkehendak

Tetapi ternyata, Jehova (Tuhan)

Telah menghalangi dia dengan kematian

Maria telah pergi,

Maria telah tiada!

Tetapi, tidak! Saya tarik kembali kata itu.

Sebagai yang diucapkan tanpa berpikir

Dan itu dapatlah

karena ketergesa-gesaanku,

langsung dihukum!

Sekarang baru Maria hidup

Sekarang ia hidup dengan Tuhannya

Lahir di Amsterdam

Pada tanggal 29 Desember 1693

Wafat pada tanggal 19 November

Di pulau Onrust tahun 1721


Begitulah. Penelusuran jejak dan mitos harta karun di Pulau Onrust hanya menemukan sebuah sumur tempat penyimpanan air minum di salah satu pojok pulau. E.S. Ito, pengarang buku Rahasia Meede terinspirasi dengan ruangan bawah tanah tersebut dan dengan berani menyebut dalam novelnya bahwa di dalam salah satu ruang bawah tanah di Pulau Onrust itulah tersimpan harta karun VOC.

Soal kebenarannya, tentu saja perlu pembuktian lebih lanjut. Apalagi akibat abrasi air laut, dari 12 hektar luas pulau Onrust kini hanya tersisa 7,5 hektar saja. Tanggul-tanggul yang dibangun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tahun 2003 sudah jebol, entah kapan lagi akan diperbaiki. Meskipun demikian fasilitas museum di Onrust sudah lumayan baik, bahkan ada foto-foto bersejarah serta video yang bisa diputar untuk pengunjung.

Selain pulau Onrust, saya dan rombongan juga berkunjung ke gugusan pulau-pulau lainnya di sekitar Onrust yaitu Pulau Cipir, Pulau Kelor dan Pulau Bidadari. Bisa jadi yang paling menarik dan terawat baik adalah pulau Bidadari karena di tempat itu terdapat reruntuhan Benteng Mortello Tower. Pulau ini disebut juga sebagai pulau Purmerend atau Pulau Sakit, karena sejak 1679 dipakai sebagai tempat penampungan orang sakit.

Dalam reruntuhan benteng ini kita bisa membayangkan bentuk pertahanan tradisional masa lalu, yang dibangun pada abad 17 dan 18. Pulau ini difungsikan sebagai penyangga pulau Onrust, dan sekarang dikelola oleh pihak swasta menjadi tempat wisata. Ada beberapa bangunan di atas air dan juga bangunan bergaya Manado dalam bentuk bangunan kayu bertingkat. Di sini didirikan pula sebuah menara pengawas.

Adapun pulau Kelor tak sempat dihampiri berhubung ombak cukup besar. Padahal sebagaimana pulau Bidadari, disini terdapat pula reruntuhan benteng, yang sangat indah dan eksotik. Disini dulu ada rumah tinggal Daniel M, salah seorang mantan Kepala pulau Onrust. Rumah tersebut tenggelam karena abrasi laut. Yang tersisa hanya benteng saja, dan sangat sulit untuk disinggahi kapal. Kamipun hanya bisa memandangi dari jauh saja.

Di pulau Cipir atau dalam bahasa Belanda Kuyper, ada sejumlah puing-puing bangunan yang tersisa setelah penjarahan tahun 1968. Ada bekas rumah sakit dan gereja. Sayang pulau ini adalah yang paling tidak terawat. Usang, porak poranda dan dipenuhi sampah dari laut. Berbagai macam sampah plastik, pakaian dalam perempuan, hingga pecahan keramik kuno berserakan di berbagai tempat.

Kunjungan selama satu hari ke obyek wisata sejarah di teluk Jakarta itu sungguh mengesankan, dan membawa kita pada kenangan sejarah masa lalu yang tak terlupakan. Soal harta karun VOC sendiri tetaplah menjadi mitos yang menarik, meski sungguh sulit membuktikan keberadaannya. Meski E.S. Ito dengan yakin mengatakan bahwa dia percaya di bumi Indonesia harta karun VOC itu benar-benar ada. Entah dimana. iwansams@jurnas.com

*) Naskah ini dimuat dalam rubrik Features di Majalah ARTi edisi 007, September 2008

Ramadhan Telah Tiba

BULAN yang dinantikan umat Islam seluruh dunia itu akhirnya telah tiba. Bulan yang penuh rahmat dan berkah Allah SWT, saat ibadah umat manusia digandakan dan ketika manusia berkesempatan menghapuskan dosa-dosa itu jatuh pada awal bulan dan awal pekan. Awal bulan karena 1 Ramadhan tahun ini jatuh pada 1 September, dan awal pekan karena jatuh pada Hari Senin. Alhamdulillah.

Banyak amalan yang bisa dilakukan selama bulan Ramadhan. Selain berpuasa, yakni menahan diri sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari juga mengerjakan sholat sunnah rawatib yang nilainya pada bulan Ramadhan adalah sama dengan pahala mengerjakan sholat Fardhu. Juga amalan lain seperti membaca Al-Qur'an, bersedekah kepada fakir miskin dan memperbanyak silaturahmi. Yang jelas, bakal banyak undangan buka puasa bersama nich ....

Mengenai keutamaan Bulan Ramadhan, ini ada sebuah tulisan yang aku dapatkan dari website http://asysyariah.com yang menyatakan bahwa bahwa Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al Qur’an. Allah SWT berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

Artinya : "Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang batil)." (Al-Baqarah: 185).


Selama bulan Ramadhan, berbagai hadits menyatakan bahwa pada bulan ini para setan dibelenggu, pintu neraka ditutup dan pintu surga dibuka. Rasulullah Muhammad SAW bersabda dalam salah satu hadits shahih sebagai berikut :

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِقَتْ أَبْوَابُ النِّيْرَانِ وَصُفِدَتِ الشَّيَاطِيْنُ

Artinya : "Bila datang bulan Ramadhan dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu-pintu neraka dan dibelenggulah para setan." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Akan tetapi yang terutama ditunggu oleh kaum muslimin dan muslimat pada bulan mulia ini adalah apa yang disebut dengan malam Lailatul Qadar. Sebuah malam khusus bagi orang yang beriman ketika pintu surga dibuka dan rahmat Allah berupa cahaya ilahiyah disediakan bagi orang-orang yang beribadah secara ikhlas. Mengenai Lailatul Qadar ini, Allah berfirman:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ. وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ. لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ. تَنَزَّلُ الْمَلاَئِكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ. سَلاَمٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

Artinya : "Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Qur’an pada malam kemuliaan. Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan hingga terbit fajar." (Al-Qadar: 1-5)

Konon, barangsiapa yang beribadah pada malam itu dengan ikhlas hanya karena Allah taala, maka dia akan mendapat karunia dari Allah SWT berupa jaminan masuk surga yang terbaik di sisi Allah dan Rasulnya.

Sebagaimana aku sebutkan di awal tulisan tadi, Ramadhan juga merupakan kesempatan bagi umat manusia untuk menghapus dosa. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Hurairah r.a bahwasanya Rasulullah Muhammad SAW telah bersabda:

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ لَمَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرُ

Artinya : "Shalat lima waktu, dari Jum’at (yang satu) menuju Jum’at berikutnya, (dari) Ramadhan hingga Ramadhan (berikutnya) adalah penghapus dosa di antaranya, apabila ditinggalkan dosa-dosa besar." (HR. Muslim).

Atau hadits berikutnya yang berbunyi :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya : "Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dengan keimanan dan mengharap ridha Allah, akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a.)

Begitu besarnya manfaat bulan puasa selama Ramadhan ini, sehingga tentu saja sangat rugi bagi kita yang menjalani puasa bila bulan ini lewat begitu saja tanpa ada manfaat yang bisa kita rasakan. Karena itu, manfaatkan kesempatan melewati Ramadhan tahun ini sebaik-baiknya agar kita tidak menyesal karena mengabaikan kesempatan ketika rahmat Allah SWT dari surga dibuka seluas-luasnya untuk kita, kaum muslimin se-planet bumi.


Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, aku juga mendapat banyak sekali SMS dari kerabat, teman-teman dan sahabat berisi ucapan selamat menjalankan ibadah Ramadhan. Ada yang isinya pendek dan ringkas, tetapi juga ada berpanjang-panjang lengkap dengan puisi yang indah-indah.

Ada pula yang bergaya dengan memakai bahasa asing seperti Inggris dan Arab sekaligus. Latar belakang teman-teman yang mengirim SMS juga bermacam-macam.


Ini beberapa SMS diantaranya yang diterima di HP-ku aku coba kutipkan disini sebagai bahan perbandingan. Bisa jadi salah satu SMS tersebut berasal dari anda sendiri. Jadi ya silahkan membandingkan saja :

- "Met puasa Ramadhan 1429 H yo" - Dari Purwahyudi (Purwokerto), teman lama sewaktu kuliah di UGM Jogjakarta. Anak Palembang ini mantan Ketua Umum Senat Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian UGM periode 1989-1991. Sayang Yudhi memutuskan tidak menyelesaikan kuliahnya dan sekarang bekerja di sebuah perusahaan swasta di Purwokerto, Jawa Tengah.

- "Alhamdulillah, msh diberi kesempatan bertemu Ramadhan. Semoga iman kita makin diteguhkan. Selamat 'mencuci diri', mohon maaf lahir bathin dari Bintang, Ufa, Azriel dan Keyla" - Dari Bintang Wisnuwardhani (Yogyakarta), adik kelas yang kenal pertama kali saat Munas Kagama 2005 di Jakarta. Nama panggilannya Bibien, ibu dari tiga anak.

- "Selamat Menunaikan ibadah shaum. Mohon maaf juga jika ada kesalahan. Mari kita dirikan shaum ini dengan hati ikhlas yang bersih dan penuh semangat !" - Dari Randi Paugeran (Bandung), teman berbisnis pulsa yang tinggal di Bandung, alumni Fakultas Biologi Universitas Padjajaran, Bandung.

- "Marhaban yaa Ramadhan ... Mohon maaf lahir batin dan selamat beribadah di bulan suci Ramadhan, menambah investasi amal di akhirat. Semoga kita semua mendapat berkah dan ampunan Allah SWT" - Dari Anwar (Yogyakarta), adik kelas jauh di UGM, pengurus Jamaah Shalahuddin UGM dan Panitia Ramadhan Di Kampus (RDK) yang bertemu saat yang bersangkutan datang ke kantorku beberapa minggu lalu.

- "Ramadhan yang mulia ... semoga Allah menjadikan nafas kita sebagai tasbih, tidur kita ibadah, amal kita diterima, doa kita diijabah dan pintu surga dibuka ... mohon maaf lahir batin" - Dari Hani (Jakarta), adik kelas di UGM Yogyakarta, isteri dari Silih Agung Wasesa. Hani kini bekerja sebagai karyawati di Kantor Pusat BNI Syariah.

- "Assalamu'alaikum. Selamat bertahannuth di Gua Hira diri dengan amalan suci Ramadhan. Mohon maaf lahir bathin. Salam takzim" - Dari AM Iqbal Parewangi (Makasar), seseorang yang aku kenal di Munas Kagama 2005 dan kini sama-sama menjadi Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (PP Kagama). Iqbal salah seorang Ketua, dan aku salah seorang Wakil Sekretaris.

- "Marhaban Ya Ramadhan. Tunjukkan kesalahan dan dosa kami, ya Allah, sehingga jelas jalan-Mu. Engkaulah yang hapus kotoran hati kami, mohon maaf lahir dan batin" - Dari Ribhan (Tarakan), seorang kawan lama yang sama-sama pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Yogyakarta. Ribhan dulu kuliah di IAIN Yogyakarta.

- "Dalam kerendahan hati ada keluhuran budi. Dalam kemiskinan harta ada kekayaan jiwa. Hidup ini indah jika ada maaf diantara kita. Ramadhan sudah di depan mata, semoga kita dapat menikmatinya dan mendapat berkah serta maghfirahNya. Mohon maaf Lahir dan Batin" - Dari Makhsun Al Makky (Jakarta), seorang kawan lama semasa bersekolah di SMA Negeri 2 Purwokerto dan aktif bekerja sebagai trainer di perusahaan outbond miliknya.

Itulah dia beberapa ucapan yang sempat tercatat di HP-ku. Banyak sekali. Ratusan jumlahnya, sebagian besar sudah dihapus. Ada beberapa ucapan lain yang belum terhapus berasal dari Jumeri (adik kelas di Jamaah Shalahuddin UGM, sekarang bekerja sebagai dosen di satu perguruan tinggi swasta di Jakarta), Edi Setiawan (kakak kelas di JS UGM, sekarang bekerja di Bank Indonesia Pusat, Jakarta), Fauzan (wartawan Jurnal Nasional di Depok) dan Khairul (mantan wartawan Jurnal Nasional sekarang bekerja di satu LSM di Aceh).

Juga masih ada ucapan senada dari Ken Cintowati (kawan di SMA 2 Purwokerto, kini bekerja di Bank BNI), Mashudi (Sekjen Ikatan Mahasiswa Geografi Indonesia, anak UNY), Mohammad Isya (teman di SMP Negeri Tanjung Selor, sekarang bekerja sebagai wirausaha mandiri di kota yang sama), Tuty Isdayani (adik kandung, tinggal sekomplek di Harapan Indah Bekasi), Dody Sukoco (adik kelas di JS UGM, tinggal di Yogyakarta), Nurhanafiansyah (teman seangkatan di Fakultas Geografi UGM Yogyakarta, kini bekerja di Jakarta), Wicaksono Santosa (kawan di SMA 2 Purwokerto, saat ini bekerja di Jakarta), Eva Julianti (kawan di milis tionghoa-net, seorang pengusaha handphone di Mall Fatmawati Jakarta), Tartum (kawan di SMA 2, kini aktif sebagai politisi dari Partai Gerindra di Maluku Utara) dan Ane Permatasari (adik kelas di Pramuka Wanabhakti dan sekarang menjadi dosen di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta).

Yahh, itulah kekayaanku. Punya teman hampir di seluruh Indonesia. Dari Aceh sampai ke Maluku Utara. Mudah-mudahan persahabatan kami terus bertahan sampai kapanpun, bermanfaat untuk kami dan keluarga masing-masing. Mudah-mudahan Ramadhan tahun ini merupakan Ramadhan yang membuat rahmat Allah turun ke dunia sehingga hari-hari mendatang kian damai dan indah.

Selamat menjalankan Ibadah Puasa. Mohon Maaf Lahir dan Batin.