Minggu, Maret 18, 2012

Menanggulangi Bencana, Menggandeng Media

Merakit perahu karet dari nol sampai siap dinaiki
Iwan Samariansyah

Selama tiga hari, mulai Selasa (13/3) hingga Kamis (15/3) lalu dua wartawan Jurnal Nasional diundang oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk mengikuti pelatihan praktis tentang proses-proses menangani bencana nasional di Lido, Bogor. Pelatihan selama tiga hari dua malam itu sungguh melelahkan para peserta yang seluruhnya para jurnalis, namun sungguh bermakna.

Memori berbagai bencana di tanah air, mulai dari peristiwa tsunami Aceh 2004, Gempa Bumi Yogyakarta 2006, gempa Bumi Padang 2009 serta Banjir Badang Wasior 2010 adalah beberapa peristiwa bencana tidaklah sekedar kisah duka. Ia juga menyuguhkan kisah-kisah kepahlawanan dari bilik-bilik tenda pengungsi maupun dari tempat penampungan lainnya.

Penanganan dan penanggulangan bencana tersebut menjadi pengetahuan yang harus diketahui banyak orang. Itu pula sebabnya, pelatihan itu disambut dengan antusias oleh para awak media baik media cetak maupun elektronik.Tidak kurang dari 141 jurnalis dari 86 media mengirimkan awak redaksinya mengikuti pelatihan bertajuk"Peningkatan Kapasitas Wartawan dalam Penanggulangan Bencana" itu.

Media massa, sebagaimana diakui oleh Kepala BNPB Syamsul Maarif merupakan mitra kerja yang penting bagi BNPB. Kecepatan dan ketepatan aksi tanggap darurat pada saat bencana terjadi membutuhkan informasi yang tepat. Bukan sekedar berita penyaluran bantuan pasca bencana kepada pengungsi, namun juga strategi aksi kemanusiaan lainnya terkait rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana tidak kalah pentingnya.

Bersama Sutopo, adik kelas di FGE UGM, jubir BNPB
"Media punya perang penting untuk menyampaikan informasi pada masyarakat karena jangkauannya yang luas sehingga bisa menyelaraskan aksi-aksi cepat tanggap terhadap bencana yang terjadi," kata Syamsul saat membuka acara pelatihan tersebut pada Selasa (13/3) malam lalu di Lido Lakes Resort, Bogor, Jawa Barat.

Hari pertama banyak diisi dengan ceramah dan diskusi mengenai berbagai hal mengenai masalah penanggulangan bencana di tanah air. Sejumlah pejabat BNPB tampil memberikan materi yang mendapat tanggapan ramai dari para peserta pelatihan. Hari pertama pelatihan telah membuka mata media tentang kondisi nyata Indonesia, dampak-dampaknya, serta cara rehabilitasi dan rekonstruksi, bila kemudian bencana tersebut terjadi sesungguhnya.

Para peserta para jurnalis pria dan wanita tampak antusias selama mengikuti pelatihan mulai dari manajemen penanggulangan bencana, mengenal katekteristik bencana, kesiapsiagaan dan pencegahan, mitigasi bencana, tanggap darurat pasca bencana serta  logistik dan peralatan. Diberikan juga materi komunikasi dalam penangggulangan bencana.

Namun pelatihan yang sesungguhnya, berlangsung pada hari kedua ketika sejumlah praktik lapangan dilakukan. Agar berlangsung efektif, para jurnalis kemudian dibagi menjadi empat kelompok besar beranggotakan masing-masing 25 - 30 jurnalis. Ditandai dengan empat warna : biru, merah, kuning dan hijau dengan nama-nama kelompok bencana : gempa bumi, tsunami, gunung api dan banjir.

Tim Tsunami - Merah, tempatku bergabung
Para jurnalis diajarkan pula bagaimana mendirikan tenda darurat dalam waktu kurang dari setengah jam, praktik memasak di dapur umum, memahami teknologi penjernihan air, operasi SAR, pertolongan pertama pada korban bencana alam, trauma healing dan mengenal mobil komunikasi yang dimiliki BNPB.

Menurut Kapusdatin Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho pelatihan manajemen bencana untuk wartawan merupakan terobosan mengingat media massa memerankan penting dalam penanggulangan bencana. Media mampu mempengaruhi keputusan politik, mengubah perilaku dan menyelamatkan nyawa manusia.


"Peningkatan kapasitas wartawan dalam penanggulangan bencana diperlukan agar wartawan memiliki pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman secara komprehensif. Dengan adanya pengetahuan bencana maka wartawan ketika meliput bencana dapat memberitahukan bencana secara lebih baik," ujar alumni Fakultas Geografi UGM itu di sela-sela acara pelatihan.

Tidak heran bila selama pelatihan ini maka semboyan yang terus diulang-ulang adalah semboyan ”Tangguh”. Yaitu keinginan bagi BNPB dan para jurnalis serta masyarakat pada umumnya bahwa Indonesia tangguh dalam menghadapi bencana dalam bentuk apapun. Pelatihan ini merupakan awal yang baik agar media memahami bahwa tugas mengatasi bencana di tanah air merupakan tanggung jawab semua pihak. 

* Dimuat di Harian Jurnal Nasional edisi Senin, 19 Maret 2012 halaman 9 rubrik Kesra

Tidak ada komentar: