Oleh : Iwan Samariansyah
TAMPAKNYA tidak banyak yang tahu kalau Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) Taufiq Effendi dulunya lama berkarir sebagai polisi. Maklum, pria kelahiran Barabai Kalimantan Selatan, 12 April 1941 ini sudah cukup lama pensiun sebagai polisi. Tepatnya pada tahun 1996. Malah banyak yang menyangka Taufik berlatar belakang pengusaha. "Apa potongan saya mirip pengusaha kali ya?" ujar Taufiq, geli.
Ayah satu anak ini memang punya talenta beragam. Pembawaannya yang supel, terbuka dan senang humor membuat pergaulannya begitu luas. Alhasil, selain di lingkungan kepolisian, Taufiq juga dikenal luas di kalangan seniman dan budayawan. Juga di lingkungan peneliti, karena dia lama bekerja di lingkungan BPPT. Terakhir, tentu saja dia dikenal sebagai politisi Partai Demokrat, partai yang mengusung SBY sebagai Presiden pada Pemilu 2004. Hanya satu yang tidak dijalaninya yaitu menjadi pengusaha.
Sebagai seniman dan budayawan, di kalangan koleganya, Taufiq dikenal pandai bermain drama dan mahir menyusun naskah sandiwara. Maklumlah, semasa mahasiswa di UGM dia aktif dalam kegiatan Teater mahasiswa. Taufik yang masuk Fakultas Sospol UGM jurusan Hubungan Internasional tahun 1960 ini tidak pernah berdiam diri ketika merantau di
Dan begitulah. Taufiq kemudian terpilih sebagai Ketua Umum HMI Komisariat Fisipol UGM saat itu. Dia terus meniti jenjang kepemimpinan di HMI sampai tingkat Pengurus Besar. “Saya pernah dipercaya memimpin Departemen Seni Budaya PB HMI saat itu. Wakil saya adalah Nurcholish Madjid (belakangan Cak Nur menanjak karirnya di HMI menjadi Ketua Umum PB HMI, red), dari HMI IAIN Ciputat Jakarta,” kenang Taufiq.
Anehnya, ketika lulus dari UGM, Taufiq justru memilih masuk kepolisian. Meski begitu, aktivitas kesenimanannya tidaklah surut meski tidak seintens dulu. Di Polri, sesuai dengan latar belakang keilmuannya, dia ditempatkan pada divisi hubungan internasional (cikal bakal Interpol, red). Dan dengan prestasinya yang menonjol, diapun mendapat kesempatan memperdalam ilmunya di International Police Academy,
Taufiq beruntung, berkat kemampuannya berbahasa Inggris yang prima dia sering mendapat kesempatan belajar di luar negeri. Selain di
Di lingkungan kepolisian, kariernya banyak dihabiskan di bidang intelejen. Berpindah-pindah tempat tugas dari
Saat itu di DPR masih ada Fraksi ABRI, Taufiq kemudian diperintahkan oleh Kapolri untuk mengikuti seleksi untuk menjadi anggota DPR mewakili Polri. Hasilnya sungguh mengejutkan, Taufiq dinyatakan tidak lulus. Gagal menjadi anggota DPR tidak membuatnya kecewa. Apalagi tugas lain menanti dirinya. Dia dikaryakan di BPPT yang saat itu dipimpin oleh Prof BJ Habibie. Kali ini sebagai Peneliti. Dari budayawan, Intel polisi dan sekarang peneliti. Bukan main. Di institusi tersebut, Taufiq bertahan sampai tahun 2000. Pensiun dari Polri tahun 1996, dia sempat terpilih sebagai Sekjen organisasi Purnawirawan Polri.
Pada era reformasi, Taufiq yang masih aktif sebagai peneliti di BPPT dan menjadi Kepala Divisi Proyek Khusus sering ditarik dan diajak teman-teman dan koleganya untuk terjun ke dunia politik. Namun dia tetap wait and see. Sampai akhirnya SBY pribadi mengajaknya bergabung dalam partai yang didirikannya yaitu Partai Demokrat. Kali ini Taufiq tanpa fikir panjang setuju. Jadilah dia duduk sebagai Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat.
Pada Pemilu tahun 2004 dia akhirnya dicalonkan sebagai anggota DPR, dan kali ini sukses terpilih sebagai anggota DPR. Idiom bahwa kegagalan adalah sukses yang tertunda benar-benar terjadi pada Taufiq. Padahal modal harta sama sekali dia tidak punya. Maklumlah, sebagai peneliti Taufiq hidup bersih dan lurus. Dan dia tidak pintar main proyek pula. Alhasil, dia salah satu politikus yang berangkat tanpa punya simpanan, dan tidak pula punya deposito. “Mungkin karena itu tadi. Potongan saya seperti orang kaya, jadi cocok aja,” kelakarnya. (***).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar