Doa bersama |
Iwan Samariansyah
Untuk mengingatkan semua orang, muncul usulan agar 22 Januari ditetapkan sebagai Hari Pejalan Kaki Nasional. Tanggal itu dipilih untuk mengenang 12 pejalan kaki yang ditabrak mobil xenia yang dikendarai Afriani Susanti (29), sembilan diantaranya tewas di lokasi kejadian. Komunitas Pejalan Kaki (KPK) menyatakan penetapan itu diperlukan untuk melindungi mereka yang lebih lemah di jalan raya, yakni para pejalan kaki.
"Kita semua harus melakukan instropeksi agar tidak menciptakan situasi dan kondisi yang menegaskan bahwa kota adalah milik mereka yang kuat saja. Kota adalah milik semua orang,” kata Awalil Rizky, Ketua KPK, di kawasan Tugu Tani, Jakarta, Minggu (5/2) Ahad, 5 Februari 2012.
Pada Minggu (5/2) pagi sekitar 25 orang aktivis KPK melakukan aksi doa bersama dan tabur bunga di lokasi terjadinya kecelakaan maut di kawasan Tugu Tani, Jakarta. Mereka kemudian membagikan pernyataan yang mendukung hak-hak pejalan kaki kepada anggota masyarakat yang lewat di sekitar kawasan Tugu Tani. Awalil berharap agar kecelakaan maut itu dijadikan momentum untuk memperbaiki cara dan etika masyarakat dalam berlalu lintas.
Awalil menegaskan agar para pemerintah bisa menerapkan aturan tegas mengenai perlindungan terhadap hak-hak pejalan kaki yang kerap dirampas. Jalan raya dan lalu lintas di jalan raya seyogyanya harus lebih menghargai para pejalan kaki. Bukan hanya untuk kendaraan bermotor saja. ”Pejalan kaki berhak mendapatkan tempat yang lebih aman dan layak bagi mereka,” kata Awalil.
Pernyataan KPK ini kian menambah kalangan masyakat yang prihatin atas terpinggirkannya hak-hak pejalan kaki di jalan raya. Sebelumnya, sejumlah warga yang tergabung dalam Koalisi Pejalan Kaki pimpinan Anthony Ladjar pada Jum’at (3/2) memblokade trotoar. Aksi blokade itu dilakukan pukul 17.00 – 19.30 WIB dan berlangsung di trotoar sepanjang BII - Hotel Pullman (ex Nikko), sekitar Bundaran HI, Jl MH Thamrin, Jakarta.
Dalam aksinya mereka membawa poster bertuliskan 'Trotoar untuk Pejalan Kaki' dan mensweeping para pengendara sepeda motor yang berjalan di trotoar. ”Hak pejalan kaki di trotoar sering dirampas secara paksa oleh para pengendara sepeda motor. Sayangnya, pihak kepolisian tidak mencermati hal tersebut dan cenderung membiarkan saja. Seharusnya mereka ditilang,” kata Anthony Ladjar.
Antony meminta mereka yang akan mengikuti aksi tersebut membawa kaus (t-shirt). Panitia akan menyediakan spanduk dan masker. Membanjirnya sepeda motor tanpa terkendali menjadi masalah yang belum mampu dipecahkan pihak kepolisian maupun Pemprov DKI sebagai pengelola kota. Pada jam-jam sibuk sepeda motor menjadi penguasa jalan, bahkan sering kali melawan arus, menutup jalanan, dan merambah trotoar.
Para pengendara sepeda motor melakukan hal itu untuk mempercepat waktu tempuh mereka di tengah kemacetan Ibu Kota yang semakin tidak terkendali. Ironis, antusiasme warga untuk menggunakan sepeda ke tempat kerja tidak mendapat perhatian dari Pemprov DKI.
Tulus Wijanarko, salah seorang aktivis KPK mengatakan bahwa pihaknya akan menggelar aksi rutin setiap dua minggu sekali di berbagai ruas jalan berbeda untuk melakukan gerakan penyadaran hak-hak pejalan kaki. Salah satunya, setiap dua pekan pada hari Minggu, aktivis KPK turun ke jalan untuk melakukan aksi-aksi yang terencana. Dia berharap semakin banyak masyarakat bergabung dalam gerakan ini dalam aksi-aksi KPK mendatang.
Baik Awalil maupun Tulus berharap nantinya KPK akan menjadi sebuah gerakan budaya yang terus meluas di berbagai kota di Indonesia. KPK sendiri bermula dari sebuah grup di facebook (Komunitas Pejalan Kaki) yang anggotanya memiliki keprihatinan sama tentang terpinggirkannya hak-hak pejalan kaki, jauh sebelum kasus kecelakaan maut itu terjadi. Mereka lalu berpikir untuk membawa gerakan ini dalam aksi nyata.
* Dimuatdi Harian Jurnal Nasional edisi Senin, 6 Februari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar