Senin, Oktober 13, 2008

Pelacur Juga Manusia

Sejumlah seniman menggelar pameran dengan misi sosial yang unik. Membantu para pekerja seks komersial memperbaiki nasibnya. Itulah dia Red District Project.

OLEH : IWAN SAMARIANSYAH

SUNGGUH tak terbayangkan bahwa para seniman yang menggeluti dunia yang akrab dengan egoisme, narsistik dan individualis tergerak untuk melakukan aksi sosial. Mengumpulkan dana yang hasilnya nanti disumbangkan untuk memperbaiki kelompok masyarakat yang posisinya begitu marginal : para pelacur. Tapi itulah yang dilakukan oleh sekelompok perupa di Koong Gallery, Jakarta.

Ada lebih dari 25 nama perupa tercantum dalam buku katalog pameran dengan tema Red District Project yang jelas-jelas mencantumkan tujuannya di sampul abu-abu bergambar tengkorak itu. Fund Rising Art Exhibition. Pameran seni untuk pengumpulan dana. Semua hasil penjualan karya seni rupa di Koong Gallery yang akan berlangsung dari 31 Agustus – 20 September 2008 ditujukan untuk aksi sosial.

Nama-nama perupa yang melibatkan diri dalam proyek itu dan menyumbangkan karyanya untuk keperluan itu juga tak main-main. Tercatat diantaranya adalah Agus Suwage, Teguh Ostenrik dan Ugo Untoro. Nama-nama perupa lainnya yang ikut berpartisipasi adalah Alie Gopal, Arahmaiani, Arya Panjalu, Bayu Widodo, A.K. Tommy Surya, Bob Sick Yudhita, Edo Pilu, Erizal AS. Franziska Fennert dan Hamad Khalaf.

Juga perupa seperti Irene Agrivina, Jose Luis Jaime, Iwan Wijono, Doni Kabo, Lashita Situmorang, Lelyana Kurniawati, Lenny Ratnasari, Agung Nugroho Widhi, Nana Tedja, S. Teddy D, Roderick Knudslien, Sonia Prabowo, Theresia Agustina, Titarubi, Tracy Hammer, Dwi Satya Acong, Yani Halim, Yustoni Voluntero, Cahyo Basuki Yopie, Totok Haryanto Basuki, Sudandyo W.A, Wahyu Gunawan, Wilem Sugiri dan Willy Imawan.

Pendek kata semua turun gunung. Semua menyumbangkan karyanya, dari pelukis muda usia dan belum banyak berpengalaman Agung Nugroho Widhi (kelahiran tahun 1981) hingga pelukis kawakan dengan nama besar seperti Agus Suwage (kelahiran tahun 1959). Proyek ini tampaknya menarik banyak orang. ”Ini proyek bersama untuk kemanusiaan. Gotong royong membantu sesama,” ujar Sing-Sing, pemilik Koong Gallery.

Adapun sasaran awal proyek ini adalah lokalisasi pelacuran di Yogyakarta, yaitu Pasar Kembang, dikenal luas sejak lama dengan akronim Sarkem. Visi proyek ini, begitu tertulis dalam katalog, adalah memberikan para penghuni lokalisasi sebuah kepercayaan diri, membangun kembali sesuatu yang hilang akibat trauma lewat kegiatan bersama dalam berkesenian.

Secercah harapan bagi dunia gelap para perempuan yang kerap dituding miring itu dituliskan oleh perupa Ugo Untoro di bagian lain katalog. ”Kita juluki mereka sebagai pelacur, PSK, sampah masyarakat dan sebagainya. Tetapi alangkah bijaknya bila aparat yang bersangkutan memberi mereka ruang, tidak lagi dengan cara-cara bodoh seperti razia, penggerebekan hingga diseret ke kantor polisi,” tulis perupa kelahiran Purbalingga, 28 Juni 1970 itu.

Karya yang ditampilkan dalam pameran tersebut juga kontekstual. Misalnya saja karya Agus Suwage tanpa judul pada kanvas berukuran 150 x 120 cm dengan teknik oil on canvas. Disitu digambarkan empat perempuan PSK yang tengah menunggu pelanggan datang, namun sembari menutup wajah mereka. Lukisan dengan harga Rp 275 Juta itu menggambarkan bahwa betapapun para perempuan itu dituding sebagai perempuan jalang dan dianggap sebagai sampah masyarakat, mereka tetap mempunyai rasa malu !

Bagaimanapun, para pelacur itu juga manusia. Mereka juga bisa menikmati kehidupan, dengan menari misalnya untuk menghibur diri. Itulah yang tertangkap pada lukisan dengan teknik acrylic on canvas berjudul The Dancer karya Alie Gopal. Atau menikmati minuman kopi seperti orang lain meskipun itu di tengah malam pada lukisan berjudul Midnight Coffee karya Lelyana.

Selain lukisan-lukisan, foto dan instalasi terkait dunia prostitusi, pengunjung pameran juga bisa menyaksikan karya yang mengundang senyum dari Arya Panjalu berjudul Migrasi yang melukiskan seekor burung menenteng buntalan kain di paruhnya seakan hendak berpindah tempat. Mungkin karena terdesak oleh pemukiman manusia yang mengganggu habitatnya.

Karya Iwan Wijono berjudul ”Di bawah Bendera Revolusi POP” yang menggambarkan tiga sosok mirip Bung Karno sedang duduk, sementara di bawahnya ada aksara Jawa Hanacaraka dan seorang perempuan telanjang berambut pirang juga menyedot perhatian pengunjung pameran. Karya yang ditawarkan dengan harga Rp 15 Juta menampakkan sosok lain Bung Karno yang memang dikenal menyenangi perempuan cantik itu.

Karya instalasi dari perupa perempuan Lenny Ratnasari juga cukup unik. Dara kelahiran Bandung, 3 Juni 1970 itu bereksperimen dengan batang-batang korek api berukuran raksasa, sebagian sudah terbakar dan memberi judul karyanya ”Indonesia ke 102?”. Dia seakan hendak mengingatkan publik, bahwa bila tak hati-hati mengelola hubungan masyarakat yang begitu pluralis dan multikultural seperti Indonesia maka negeri ini bisa saja terbakar seperti korek api di masa depan.

Kepada saya, Sing-sing mengatakan bahwa upaya para seniman itu mengumpulkan dana patut dihargai. Dia senang bahwa sambutan para kolektor lukisan terhadap upaya mulia tersebut cukup bagus. Beberapa karya yang dipamerkan saat saya berkunjung ke galeri tersebut Jum’at (5/9) lalu sudah laku. ”Saya sendiri akan memberikan 20 % dari yang diterima galeri untuk donasi ke mereka,” ujarnya, bangga. iwansams@jurnas.com

*) Tulisan ini dimuat di Majalah ARTi edisi 08 terbitan Oktober 2008 halaman 44 - 45. Tentang majalah ARTi dapat anda lihat secara online di http://www.arti-online.com


Kamis, Oktober 02, 2008

Warna-warni Texting Idul Fitri 1429 H

Jaman berganti. Bila dulu saat berlebaran, teman-teman yang terkendala waktu dan jarak menghujaniku dengan mengirimkan kartu ucapan selamat Idul Fitri yang dilengkapi perangko maka kini teknologi membuat segalanya berubah. Paling tidak, sejak beberapa tahun terakhir ini tak satupun kartu lebaran kuterima. Sebagai gantinya texting, atau pesan singkat melalui sarana short message services (SMS) kuterima bertubi-tubi dari banyak kerabat dan handai taulan.

Uniknya, semakin tahun isinya semakin kreatif saja. Lucu dan mengundang senyum. Saya yakin, banyak diantara kita yang mendapat texting yang mirip dengan saya dapatkan. Lebaran yang sangat bermakna karena bertepatan pula dengan perayaan ke 14 ulang tahun pernikahan kami. Tak terasa sudah 14 tahun rumah tangga ini bertahan, 1 Oktober 1994 - 1 Oktober 2008. Ini dia sejumlah pesan texting yang saya terima pada lebaran tahun ini.

(1) Semalam saya mimpi ketemu ALADIN saya minta mobil dikasih mobil, saya minta motor dikasih motor, pas saya minta THR disuruh menghubungi nomor ini. SELAMAT LEBARAN BRO, MOHON MAAF LAHIR BATIN (Wikan Wiratsongko, sahabat masa SMA dan kini bekerja sebagai salah satu manajer di Radio 68 H Utan Kayu, Jakarta).

(2) Indah manusia karena akhlaq, indah sayang karena cinta, indah hari karena idul fitri, indah hati karena memaafkan, taqobalallahu minna wa minkum, minal aidin wal faidzin (Satriyo dan Damar, teman di Tarakan, Kalimantan Timur).

(3) Dengan semangat idul fitri dan silaturahim, kami mohon maaf atas salah kata, buruk sangka dan tindakan tak pantas. Taqobalallahu minna wa minkum, taqabal ya kariim. Minal aidin wal faizin (Wahyudi MP, Redaktur Pelaksana Harian Umum Jurnal Nasional, Depok).

(4) Parade beduk sudah ditabuh, takbir dan tahmid sudah berkumandang, hari fitri telah tiba, dengan kerendahan hati, minal aidin wal faidzin, mohon maaf lahir dan batin (Hj Yuni Deli, bekas mahasiswaku di Universitas Borneo, Tarakan).

(5) It's not a card, neither a package of parcel, it's just a word of apologize ... happy Aidil Fitri 1429 H. Mohon maaf Lahir dan Batin. (Suci Dian Hayati, wartawan Jurnal Nasional, Jakarta).

(6) Atas tergoresnya hati, tak tertunaikannya janji dan terabaikannya silaturahmi, maafkan kami. Selamat Idul Fitri 1429 H. (Budi Setyanto, mantan Redaktur Jurnal Nasional dan kini bekerja di sebuah perusahaan PR Consultant, Jakarta).

(7) Merangkai tutur terbalut niat suci mengantar ucapan di hari penuh fitrah. Semoga kemenangan ini merupakan jalan menuju kemuliaan bersama. Selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin (Dwi Nugroho, mantan Redaktur Jurnal Nasional yang kini bekerja di salah satu proyek UNDP milik PBB di Jakarta).

(8) Perhatian2 ... diberitahukan kepada para penumpang "RAMADHAN AIR" dengan nomor penerbangan 1429 H bahwa perjalanan akan segera berakhir dan ditempuh dalam waktu beberapa jam lagi. Ketinggian jelajah amal telah DILIPAT GANDAKAN, dengan tujuan TAQWA. Para penumpang diharapkan tetap mengenakan sabuk AMANAH dan menegakkan kursi IMAN dan IKHLAS. Penerbangan ini bebas asap dengki dan perselisihan. Atas nama awak kabin yang bertugas kami ucapkan "Selamat menikmati bonus-bonus pahala, semoga sampai tujuan negara taqwa" dan selamat Hari Raya Idul Fitri 1429 H mohon maaf lahir dan batin (drg tjatur dan drg sugeng, teman semasa SMA dan satu almamater di UGM yang kini bekerja sebagai dokter gigi).

Sejumlah pesan lainnya saya terima dari Fachrurrazi (Bandung), Agus DD (Jakarta), Nuriana (Bekasi), Bintang Wisnuwardhani (Yogyakarta), Kiki (Jakarta), Dewi (Palangkaraya), Sajim (Indramayu), Herry Antono (Bandung), Randy dan Vira (Bandung), Adib Bahari (Magelang), Dini (Jakarta), Sapariah dan Andreas Harsono (Pontianak), Hendy Lie (Jakarta) dan Sugiharto Wijaya (Tanjung Selor).

Saya juga menerima pesan texting lain dari Toto (Cibinong), Yuddy Setyo Wicaksono (Cibubur), Ribhan (Solo), Mas Anton (Jakarta), Tartum (Ternate), Ane Permatasari (Yogyakarta), M Iqbal Parewangi (Makassar), Aries Margono (Jakarta), Hani dan Silih (Jakarta), Vadin (Jakarta), Wicaksono (Purwokerto), Lukman Hakim (Solo), Bambang Hernawan (Bekasi), Eka Wenatz Wuryantara (Jakarta), Tisna (Yogyakarta), Fajar (Yogyakarta) dan Slamet (Balikpapan).

Selain itu sejumlah texting berikutnya saya terima juga dari Cininta (Jakarta), Nurhanafiansyah (Banjarmasin), Mufid (Cirebon), M Wasis Wildan (Yogyakarta), Eva Julianti (Jakarta), Maksun (Jakarta), Andi (Banjarmasin), Satiyawarman Tarigan (Jakarta), Min Hui (Medan), Cahyo Setyadi (Jakarta), Fatma (Tarakan), Iskandar (Bekasi), Luthfi Yazid (Jakarta), Tedy Gumilar (Jakarta), Anwar (Yogyakarta), Andi Khresna (Jakarta), Koesworo (Kediri), Doddy (Bangka), Wahid (Bandar Lampung) dan Fauzan (Depok).

Ada pula sejumlah texting saya terima dari Mariam Tajudin (Jakarta), Arif Zaini (Jakarta), Wayan Sunarta (Denpasar), Agung (Purwokerto), Cia (Jakarta), Rully (Kebumen), Eko Wiyatno (Tangerang), Sri Wahyono (Jakarta), Budiman Sugih (Bogor), Susmoro (Purwokerto), Martin (Jakarta), Ikhsyat Syukur dan Dini Rahim (Surabaya), Hasan (Yogyakarta), Abdi Chris (Jakarta), Yenny (Yogyakarta), Mohammad Isya (Tanjung Selor), Taufik (Jakarta) dan Dion (Tangerang).

Tentang ucapan Idul Fitri itu sendiri ternyata ada yang perlu dibahas pula. Kaitannya tentu saja dengan makna ucapan yang kita sampaikan kepada sahabat, kerabat dan handai taulan. Bila tak faham artinya, maka salah-salah yang terjadi adalah perubahan makna. Karena menimbang tutur orang bijak, katakan apa yang kita mengerti, dan gunakan kata-kata (bahasa) yang kita pahami.

Dalam budaya Arab, ucapan yang disampaikan ketika menyambut hari Idul Fitri, mengikuti teladan Rasulullah Muhammad SAW sesungguhnya adalah "taqabbalallahu minna wa minkum", artinya kurang lebih : semoga Alloh menerima amalan aku dan kamu. Kemudian ucapan nabi ini lantas ditambahkan oleh orang-orang dekat jaman nabi dengan kata-kata "shiyamana wa shiyamakum", yang artinya puasaku dan puasamu, sehingga kalimat lengkapnya menjadi "taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum" (semoga Alloh menerima amalan puasa saya dan kamu).

Adapun kalimat atau frasa "Minal Aidin Wal Fa Idzin" yang kerap diucapkan orang kita sendiri sebetulnya frasa yang tidak lengkap, karena maknanya adalah : dari orang yang kembali dan orang-orang yang menang. Ini do'a bukan, salam juga bukan.

Lebih lengkap jika kalimat itu diucapkan "Ja'alanallahu wa iyyakum minal aidzin wal faidzin", yang akan bermakna menjadi semacam doa yaitu : "semoga allah menjadikan kami dan anda sebagai orang-orang yang kembali dan beruntung (menang)"

Sedangkan tradisi bermaaf-maafan di hari lebaran memang tradisi ala Indonesia. Tujuannya agar bersih dan suci dari kesalahan terhadap orang lain (manusia). Dalam bahasa arab sebetulnya frasa "mohon maaf lahir bathin" cukup diucapkan dengan satu kata : Afwan. Secara makna, afwan sudah mencakup permintaan maaf yang tulus dan dalam.

Tapi kalau ngotot mengikuti langgam Indonesia yang merasa perlu menekankan lebih khusus permintaan maaf seakan-akan ada bentuk kesalahan lahiriah dan bathiniah, maka bolehlah ucapannya dimodifikasi menjadi Afwan Zahir Wal Bathin.

Hanya saja barangkali yang perlu ditekankan dan yang terpenting dari kesemuanya itu adalah bahwa segala ucapan selamat, permintaan maaf atau ucapan apapaun yang disampaikan itu didasari perasaan, maksud dan suasana hati yang tulus. Dan untuk mengungkapkan itu, pilihan bahasa ibu sendiri rasanya akan lebih memudahkan, maksud sampai dengan mulus.

Selamat Merayakan Idul Fitri 1429 H, taqobalallahu minna wa minkum shiyamana wa shiyamakum.