Ide pemberlakuan single identification number, atau nomor identifikasi tunggal, sendiri sesungguhnya merupakan gagasan yang menarik. Tujuan SIN adalah untuk mengatasi kesimpangsiuran proses administratif masalah-masalah kependudukan.
Dengan sistem ini maka ke depan nanti, ada angka identitas tunggal bagi masing-masing penduduk diIndonesia . Satu saja (nomor identifikasi) yang sah bisa digunakan untuk semua instansi, misalnya untuk pemilu (pemilihan umum), SIM (Surat Izin Mengemudi), dan pajak.
Proses pemberlakuan nomor identifikasi tunggal itu dilakukan secara bertahap. Tahap pertama adalah menggabungkan sistem yang sudah ada di berbagai instansi, yang bisa satu sama lain berkomunikasi. Kemungkinan hal tersebut bisa dilaksanakan antara 1-2 tahun.
Di Amerika Serikat, sebagai contoh, diberlakukan semacam nomor jaminan sosial (social security number) yang dimiliki tiap penduduk. Nomor itu digunakan untuk bermacam tujuan. Pemerintah secara bertahap akan mewujudkan SIN itu untuk melakukan perbaikan kualitas pelayanan publik dan pemberantasan korupsi di tubuh birokrasi secara sistematis.
Salah satu daerah yang telah diujicoba menggunakan SIN adalah Batam. Di daerah tersebut SIN bahkan dilakukan dengan menggunakan teknologi modern yaitu mengidentifikasi seseorang lewat sidik jari dan kornea mata.
Lewat semacam smart card, semua identitas telah dicatat sehingga tidak mungkin lagi ada KTP dobel, paspor ganda, dan identitas palsu. Sistem ini juga bakal menggabungkan fungsi perpajakan, penegakan hukum, dan fungsi kependudukan.
Kementerian PAN memang sangat getol mengkampanyekan sistem ini. Alasannya untuk memperbaiki kualitas pelayanan publik dan melaksanakan Inpres No 5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.
Bila telah terwujud nantinya, maka dalam sistem pengenal tunggal dan terpadu maka setiap penduduk mulai dari lahir hingga meninggal dunia akan menggunakan satu nomor yang sama. Dengan demikian paspor,surat izin mengemudi, nomor pokok wajib pajak dan berbagai kartu pengenal lainnya yang dikeluarkan menggunakan nomor yang sama.
Jadi sistem ini akan berkaitan langsung pada institusi yang harus mencermati akurasi data individu seperti bea cukai, pajak, pertanahan, perdagangan, investasi dan lainnya untuk mencegah KKN.
Seorang wajib pajak, misalnya tidak mungkin bisa menggelapkan kewajiban pajaknya karena dia hanya memiliki satu identitas diri sehingga demikian pendapatan negara akan semakin meningkat.
Memang untuk jangka panjang, penerapan dan pengembangan SIN sebaiknya sekalian saja disatukan dengan pengembangan KTP biometrik. Jadi, KTP selain berisi data nama, tanggal lahir dan alamat, juga berisi informasi biometrik yang disimpan pada kartu berupa kode bar dua dimensi (2D barcode).
Sepintas memang terkesan mahal. Padahal seperti yang ada di Batam, tidak ada solusi yang terlalu mahal atau pun sangat mewah bagi penduduk kalau solusi itu merupakan solusi yang secara praktek dapat diterapkan dan bisa dihitung ongkos pengembangan dan ongkos produksinya.
Penyimpanan informasi biometrik dalam bentuk kode bar dua dimensi bukan hal yang mewah dan mahal. Solusi ini sudah diterapkan di Kamboja untuk ID Nasional danZimbabwe untuk Social Security ID dan Secure ID Verification. Jadi untuk Indonesia , tentu memalukan sekali bila harus ketinggalan dari dua negara yang secara de facto ”lebih terbelakang” daripada Indonesia .
Dengan sistem ini maka ke depan nanti, ada angka identitas tunggal bagi masing-masing penduduk di
Proses pemberlakuan nomor identifikasi tunggal itu dilakukan secara bertahap. Tahap pertama adalah menggabungkan sistem yang sudah ada di berbagai instansi, yang bisa satu sama lain berkomunikasi. Kemungkinan hal tersebut bisa dilaksanakan antara 1-2 tahun.
Di Amerika Serikat, sebagai contoh, diberlakukan semacam nomor jaminan sosial (social security number) yang dimiliki tiap penduduk. Nomor itu digunakan untuk bermacam tujuan. Pemerintah secara bertahap akan mewujudkan SIN itu untuk melakukan perbaikan kualitas pelayanan publik dan pemberantasan korupsi di tubuh birokrasi secara sistematis.
Salah satu daerah yang telah diujicoba menggunakan SIN adalah Batam. Di daerah tersebut SIN bahkan dilakukan dengan menggunakan teknologi modern yaitu mengidentifikasi seseorang lewat sidik jari dan kornea mata.
Lewat semacam smart card, semua identitas telah dicatat sehingga tidak mungkin lagi ada KTP dobel, paspor ganda, dan identitas palsu. Sistem ini juga bakal menggabungkan fungsi perpajakan, penegakan hukum, dan fungsi kependudukan.
Kementerian PAN memang sangat getol mengkampanyekan sistem ini. Alasannya untuk memperbaiki kualitas pelayanan publik dan melaksanakan Inpres No 5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.
Bila telah terwujud nantinya, maka dalam sistem pengenal tunggal dan terpadu maka setiap penduduk mulai dari lahir hingga meninggal dunia akan menggunakan satu nomor yang sama. Dengan demikian paspor,
Jadi sistem ini akan berkaitan langsung pada institusi yang harus mencermati akurasi data individu seperti bea cukai, pajak, pertanahan, perdagangan, investasi dan lainnya untuk mencegah KKN.
Seorang wajib pajak, misalnya tidak mungkin bisa menggelapkan kewajiban pajaknya karena dia hanya memiliki satu identitas diri sehingga demikian pendapatan negara akan semakin meningkat.
Memang untuk jangka panjang, penerapan dan pengembangan SIN sebaiknya sekalian saja disatukan dengan pengembangan KTP biometrik. Jadi, KTP selain berisi data nama, tanggal lahir dan alamat, juga berisi informasi biometrik yang disimpan pada kartu berupa kode bar dua dimensi (2D barcode).
Sepintas memang terkesan mahal. Padahal seperti yang ada di Batam, tidak ada solusi yang terlalu mahal atau pun sangat mewah bagi penduduk kalau solusi itu merupakan solusi yang secara praktek dapat diterapkan dan bisa dihitung ongkos pengembangan dan ongkos produksinya.
Penyimpanan informasi biometrik dalam bentuk kode bar dua dimensi bukan hal yang mewah dan mahal. Solusi ini sudah diterapkan di Kamboja untuk ID Nasional dan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar