Selasa, Juli 24, 2007

Squash, Olahraga Penuh Energi


Oleh : Iwan Samariansyah

APA YANG biasa anda lakukan setiap hari ? Jam 5 pagi ! Bangun, berdoa, mandi, makan, dan berangkat kerja. Rata-rata, begitulah aktivitas setiap orang dewasa yang bekerja, setiap harinya. Di sore hari, mereka menjadi terlalu lelah untuk melakukan kegiatan berat. Mereka cenderung untuk bersantai dan akhirnya tidur. Esoknya, rutinitas yang sama terulang kembali. Lalu kapan waktu untuk berolahraga?

Memang, menurut penelitian, hanya 1 dari 5 orang dewasa, laki-laki maupun perempuan, yang menyempatkan diri untuk berolahraga. Padahal Padahal seperti sudah diketahui umum, kurang olahraga bisa mengundang berbagai macam penyakit dan tentu saja mengarah ke kecenderungan penumpukan lemak alias obesitas. Kendala kebanyakan orang sebenarnya bukan karena tidak punya waktu melainkan karena malas bergerak.

Oleh karena itu, para pakar olahraga kemudian menganjurkan olahraga squash buat mereka yang malas bergerak. Aneh tapi nyata. Tetapi itulah yang terjadi. Untuk mereka yang malas berolahraga, lakukan olahraga yang paling cepat menguras energi. Dan squash adalah olahraga penuh energi. Hanya sebentar saja kita bermain squash maka untuk yang paling malas sekalipun, akan langsung mandi keringat.

Olahraga ini memang dikenal cepat menyegarkan raga. Bahkan untuk para penggila squash, olahraga ini tidak hanya sekedar menyegarkan raga, akan tetapi juga melatih naluri berkompetisi. It's full of tricks, begitu komentar para eksekutif di Jakarta yang tergila-gila dengan olahraga ini. Hanya saja, entah mengapa, seperti juga golf, squash dikenal sebagai olahraga mahal dan elitis ! Hanya cocok untuk kaum berduit.

Bisa jadi hal itu disebabkan karena lokasi untuk bermain squash adanya di tempat-tempat yang terkesan ”mahal” misalnya di Hotel atau komplek apartemen. Atau tempat yang lebih terbuka adalah di Manggala Wanabhakti. Jam menunjukkan pukul 20.00 saat beberapa pemain squash muncul di lobi sebuah apartemen di kawasan Sudirman, Jakarta. Molor hampir satu jam dari janji awal mereka.

Begitulah. Banyak pemain squash mengayunkan raketnya malam hari, karena saat itulah mereka bisa berolahraga. Tempat main squash di Jakarta memang terbatas sekali. Bahkan tidak semua apartemen punya fasilitas untuk bermain squash. Kalaupun ada, tempatnya terlalu terbuka. Privasi jadi kurang terjaga, padahal banyak pemain squash yang enggan bermain di tempat terbuka.

Setumpuk perlengkapan squash ditenteng para pemain tersebut dari dalam mobil yang diparkir di luar apartemen : dua raket squash, dua bola berwarna hitam, sepatu, dan kaus kaki. Mereka memang harus selalu menyiapkan tas lengkap berisi perlengkapan bermain squash. Jadi, kapan pun ada yang mengajak bermain, tinggal angkat. Cuma butuh beberapa menit untuk "masuk" ke dalam permainan.

Squash memang permainan yang penuh energi. Pukulan-pukulan yang dilayangkan harus kencang dan terarah ke tempat di mana biasa poin bisa diperoleh. Lenyap sudah segala kelelahan di wajah para penggila squash tersebut. Mereka tampak bersemangat. Mereka bermain berpasangan, satu ruangan untuk dua orang. Bergantian bola dipukul ke arah dinding dan keringat dengan cepat membanjiri tubuh mereka. Memang lebih asyik bermain ganda. Lebih menantang.

Penuh Taktik dan Kompetisi

Main squash, memang lebih dari sekadar mencari kebugaran fisik. Sebab, kata beberapa penggila squash, olahraga ini adalah olahraga yang mencerminkan karakter. "Represent my character. I really like this sport," tegas salah satu penggila squash kepada Jurnal Nasional. Bagi mereka, squash adalah olahraga yang unik, kental dengan cita rasa kompetisi. Squash benar-benar olahraga penuh energi.

Maklumlah, dengan lapangan yang tak begitu besar, ia harus berbagi dengan pemain lain. Belum lagi bolanya yang terus bergerak dan memantul dengan cepat. Squash adalah permainan yang penuh trik. Sangat kompetitif. Ini seperti karakter banyak kalangan eksekutif di Jakarta, yang juga sangat menyukai kompetisi. Untuk pemula, bisa dipastikan dalam tempo tiga menit saja, anda bakal kehabisan nafas.

Lebih dari sekadar meningkatkan stamina, olahraga ini pun mengajarkan banyak strategi, termasuk bagaimana mengambil sikap dalam pekerjaan dan kehidupan. Misalnya, squash mengajarkan untuk tak perlu bereaksi berlebihan atau panik terhadap setiap peristiwa. Ini persis dalam permainan squash, di mana kadang pemain tak perlu mengejar bola dengan tergopoh-gopoh.

Mengapa ? Sebab, cukup dengan satu langkah lebar, ia sudah bisa menggapai bola. Masih dalam permainan squash, pantulan bola pun mengajarinya banyak hal. Misalnya, apabila bola memantul di atas 0,5 meter atau di bawahnya, semuanya harus disikapi dengan langkah yang berbeda. Lagi-lagi disini para pemain squash bisa belajar banyak mengenai strategi bermain squash.

Squash memang permainan yang mengajarkan strategi dan taktik. Para pemainnya menjadi terbiasa bergerak cepat, juga jadi cepat memikirkan taktik. Hanya saja, berbeda dengan golf, squash kurang bisa dipakai untuk melakukan lobi. Maklum permainan dilakukan di ruangan yang relatif terbatas dan memerlukan energi yang relatif besar pula. Meskipun bukannya tidak bisa. Tinggal bagaimana mengatur waktunya saja.

Begitulah, squash ternyata bukan sekadar permainan memukul bola yang membuat raga bugar. Ia juga mengajarkan banyak hal. Maka tak heran jika banyak yang menyukainya, seperti Philips Purnama, direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk., atau Fathia Syarif, manajer public affairs communications AMEX Ltd. Bahkan juga Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yosgiantoro. (***).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar