Senin, September 01, 2008

Mitos dan Misteri Harta Karun VOC

Misteri harta karun VOC di Pulau Onrust memang mengundang penasaran begitu banyak orang. Rasa penasaran yang dipicu oleh sebuah novel berlatar belakang sejarah dari penulis muda berbakat Eddri Sumitra Ito bertajuk Rahasia Meede.

TEKS DAN FOTO IWAN SAMARIANSYAH

MEMENUHI ajakan Ade Purnama dari Sahabat Museum, sayapun ikut mendaftar sebagai peserta plesiran tempo doeloe. Pagi itu, 3 Agustus 2008, terburu-buru saya berangkat menuju ke Museum Sejarah Jakarta atau lebih dikenal dengan sebutan museum Fatahillah. Museum yang terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 2, Kota, Jakarta Barat itu menjadi meeting point peserta plesiran tempo doeloe awal Agustus 2008 itu.

Di luar dugaan, ternyata cukup banyak juga peminat wisata sejarah yang ingin tahu lebih banyak cerita dari masa lalu. Ada sekitar 400 orang lebih para ”pemburu” mitos harta karun VOC termasuk panitia yang berkumpul di halaman museum pagi itu sekitar pukul 07.00 WIB. Dibutuhkan tujuh bus dan 14 kapal motor untuk mengangkut seluruh peserta ke lokasi plesiran.

Ada tiga narasumber yang akan menjadi tempat bertanya para peserta guna memuaskan rasa penasaran mereka. Mereka adalah Lilie Suratminto (Dosen UI dan penulis buku makna sosio-historis batu nisan VOC di Batavia), Alwi Shahab (wartawan senior dan penulis buku Betawi Queen of The East) dan Eddri Sumitra Ito alias E.S. Ito (penulis novel Rahasia Meede : Misteri Harta Karun VOC).

Pulau Onrust terletak di teluk Jakarta. Pulau ini dapat dicapai dari Muara Kamal kira-kira tiga puluh menit perjalanan dengan kapal motor. Pulau ini disebut Onrust dari Bahasa Belanda yang dalam bahasa Inggris unrest artinya ”tidak pernah diam” atau ”tidak bisa beristirahat” karena di pulau ini pada masa kejayaan VOC memang sibuk terus, siang dan malam dipenuhi oleh kapal-kapal yang berlabuh ke pulau itu.

Lilie Suratminto mengatakan bahwa Onrust menjadi tempat perbaikan kapal dan tempat berlabuhnya kapal-kapal Kompeni dari berbagai penjuru dari Asia dan Afrika dan juga dari Eropa. Berbagai kapal kompeni besar dan kecil harus melalui pos pabean di Onrust sebelum masuk ke Batavia. ”James Cook dalam perjalanannya ke Australia dan Selandia Baru pernah singgah dan memperbaiki kapalnya di sini,” ujarnya.

Demikian juga saat Albert Tasman seorang pedagang Inggris di Batavia dalam memimpin ekspedisi menuju benua Australia bagian selatan dan pulau yang kemudian dinamakan dengan namanya yakni pulau Tasmania, armadanya berangkat dari pulau Onrust. Baik James Cook maupun Albert Tasman adalah tokoh-tokoh penjelajah samudera pada jamannya.

Dari pulau inilah VOC, perusahaan dagang Belanda itu menancapkan kuku kolonialismenya di seluruh wilayah Nusantara. Menjatuhkan satu persatu penguasa lokal dan mengatur mereka dengan aturan yang menguntungkan VOC secara politik dan ekonomi. Onrust adalah pintu gerbang penjajahan kompeni di Indonesia sejak tahun 1610, hingga kebangkrutan perusahaan multinasional tua itu pada 31 Desember 1799.

Pulau ini semula disewa dari Pangeran Jayawikarta pada tahun 1610, namun oleh VOC akhirnya dipergunakan untuk menggalang kekuatan untuk menghantam Jayakarta dan menguasainya sejak tahun 1619. Dari pulau ini Kompeni kemudian menguasai perdagangan dari Tanjung Harapan di Afrika Selatan sampai di Pulau Deshima (Hirado) di dekat Nagasaki Jepang, juga sampai Tanjung Hoom di Selat Magelhaen di Amerika Selatan.

Pulau Onrust dikuasai seorang Baas (dalam bahasa Inggris Boss) yang bertugas untuk mengawasi kedatangan dan pemberangkatan kapal-kapal kompeni, memperbaiki kapal-kapal yang rusak, mendatangkan kayu-kayu dan tenaga ahli serta penyediaan budak-budak untuk dipekerjakan di sini. Pendek kata, inilah pulau kecil dengan kekuasaan maha besar. Onrust pada masa jayanya bisa disebut sebagai markas besar VOC.

Boss pulau Onrust juga bertanggung jawab terhadap keselamatan rempah-rempah yang telah dikumpulkan dari berbagai penjuru Asia untuk diangkut ke Eropa. Oleh karena itu kekuasaan dari Baas Pulau Onrust ini sangat besar, karena semua pedagang harus tunduk pada peraturannya. Bahkan Gubernur Jenderal VOC di Batavia juga harus ikut pada aturan dari Baas pulau Onrust itu.

Mitos harta karun VOC di pulau Onrust itu bermula dari keganjilan sejarah, bagaimana sebuah institusi dagang sebesar dan sekuat VOC mendadak bangkrut secara tiba-tiba. Sejak tahun 1789, pembukuan VOC telah mengalami defisit sebesar 74 juta gulden, dua tahun kemudian meningkat menjadi 96 juta gulden. Dan, pada saat dibubarkan, total beban hutang yang harus ditanggung VOC adalah sebesar 134 juta gulden.

Sebagian dokumen malah menyebut angka 219 juta gulden. Setelah VOC dibekukan pada tahun 1798 dan kemudian dibubarkan pada 31 Desember 1799, semua hutangnya diambil alih pemerintah Belanda. Jadi, kekayaan yang ditinggalkan VOC adalah hutang sebesar 134 atau 219 juta gulden. ”Bagaimana mungkin semua kekayaan yang bersumber dari monopoli beragam komoditas bernilai jutaan gulden itu lenyap begitu saja ?” kata E.S. Ito saat ditanya soal mitos itu.

Keserakahan, salah urus dan korupsi diduga menjadi salah satu penyebab bangkrutnya VOC. Anehnya, menjelang bangkrutnya VOC ketika perusahaan dagang tersebut nyaris tak lagi bisa membayar dividen tahunannya, pengiriman rempah-rempah bernilai mahal ke Eropa masih mampu menunjukkan tingkat keuntungan rata-rata yang tinggi. Dari sinilah muncul dugaan bahwa jutaan gulden harta kekayaan VOC telah digelapkan.

Kekayaan VOC yang digelapkan oleh pejabatnya sendiri itu diduga dalam bentuk emas batangan, dan tak sempat terangkut ke negeri Belanda. Harta kekayaan itu diduga disembunyikan di salah satu tempat di negeri ini. Pulau Onrust, salah satu pulau yang menjadi tempat asal muasal kekuasaan maha dahsyat VOC diduga menjadi tempat penyembunyian harta karun tersebut.

Salah satu bukti kuat bahwa harta karun VOC itu memang benar adanya terungkap setelah diketemukannya bangkai kapal De Geldermalsen, kapal dagang VOC yang tenggelam di selat Malaka pada tahun 1751. Pada tahun 1986, ekspedisi pemburu harta karun pimpinan Kapten Michael Hutcher menemukan 126 batang emas lantakan dan 160.000 benda keramik dinasti Ming dan Ching di bangkai kapal tersebut.

Padahal dari data sejarah diketahui, ada ratusan bangkai kapal dagang yang tidak pernah ditemukan hingga saat ini. Ada kurang lebih 105 buah kapal VOC yang tenggelam sepanjang tahun 1602 sampai dengan 1795. Pejabat VOC korup yang ingin mengangkut emas hasil jarahannya pasti ada yang bernasib sial, sebagaimana kasus De Geldermalsen. Belum lagi emas yang tertimbun di daratan dan belum sempat terangkut.

Lilie Suratminto membenarkan bahwa sebagai sebuah pulau, Onrust belum sepenuhnya tereksplorasi oleh Pemda DKI Jakarta. Alasannya klasik, karena adanya keterbatasan dana operasional. Padahal secara arkeologis, Onrust sungguh sangat menarik. Di pulau ini diduga juga tersimpan banyak ruang bawah tanah yang belum terungkap. ”Makanya sayang sekali kalau diterlantarkan begini,” ujar dia.

Fungsi pulau ini, kata Lilie, berubah-ubah. Setelah dihancurkan Inggris tahun 1800 dalam perang Inggris versus Belanda saat Inggris memblokade armada kapal Kompeni sehingga hubungan VOC dengan Amsterdam putus, Onrust luluh lantak. Ini juga menjadi salah satu faktor penyebab yang mempercepat kejatuhan VOC dan akhirnya gulung tikar dengan meninggalkan sejumlah mitos dan teka-teki soal harta karun.

Setelah Inggris dapat dijinakkan dan undur ke Singapura, pulau ini lantas dibangun lagi oleh pemerintah Hindia-Belanda. Tetapi kejayaan Onrust memang sudah berlalu. Setelah kepergian Inggris, sempat dialihfungsikan sebagai markas angkatan laut Hindia-Belanda, namun pada tahun 1883 kembali hancur lebur oleh gelombang tsunami saat terjadinya letusan Gunung Krakatau di Selat Karimata.

Setelah itu pulau ini difungsikan sebagai asrama haji sebelum jamaah haji jaman Hindia Belanda diberangkatkan ke Tanah Suci dengan tujuan untuk membiasakan para jemaah haji mengenal laut. Saat itu, jamaah Haji Hindia Belanda selama berbulan-bulan ada di atas laut dalam pelayaran menuju dan dari Tanah Suci. Pada waktu itu Pelabuhan Hindia-Belanda sudah ada di Tanjung Priok.

Pernah juga pulau ini berfungsi sebagai rumah tahanan. BAhkan pada masa pasca revolusi fisik tempat ini dipakai sebagai tempat eksekusi Sekarmaji Marijan Kartosuwirjo, Imam dan pemimpin utama DI/TII. Pulau Onrust juga pernah difungsikan sebagai tempat karantina penyakit menular (lepra) yang kini sudah dipindah ke RS Sintanala Tangerang.

Sayangnya, setelah masa G.30 S bangunan-bangunan di pulau ini dan pulau-pulau sekitarnya habis dijarah oleh warga sekitar, sehingga tinggal puing-puingnya saja. Oleh Pemerintah DKI Jakarta (No. CB.11/2/16/1972) dan SK Gubernur DKO No. 134 tahun 2002 pulau Onrust kemudian ditetapkan sebagai Pulau bersejarah dilindungi di bawah Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jaya.

Di Pantai sebelah Barat Laut Pulau ini kini masih tersisa pemakaman Belanda. Ini adalah sisa dari pemakaman luas yang sudah dilanda abrasi dari tahun-ke tahun. Di situ ada makam Willemse Vogel kelahiran Edam Belanda (+1738), Kepala Pulau Onrust, Anna Andriana Duran (+1772) puteri pengasa Pulau Onrust Bastiaan Duran dan Maria van de Velde (+1721) kelahiran Amsterdam dan meninggal dalam usia 82 tahun.

Kabarnya Maria yang cantik ini masih sering menampakkan diri di pulau ini pada malam-malam tertentu. Kekasihnya yang merasa sangat sedih dan merasa bahwa Tuhan tidak adil telah memisahkan Maria dengannya menulis sebuah puisi demikian (Bhs Belanda Abad 17).

Maria Van De Veldes Lijk In’t Graf Geset

Die Waardigh Was Om

Vee Lange Jaren

Tel Leven Hadde God Haar

T Leven Willen Sparen

Dogh T Blijckt Iehova Heeft

Dat Door Den Doot Belet

Maria Dies Is Weg

Maar Neen [I]K Herroep Dat Woort

Als Onbedaght Gesprooken

En ‘T Sy Van Myn Aanstont

Op Heterdaat Gevrooken

Maria Leeft By Haar Heer

Gebooren Tot Amsterdam

Deen 29 Desember 1693

Gestorven Den 19 November

Anno Op Onrust 1721

Makna dari inskripsi pada batu nisan tersebut demikian :

Jenazah Maria van de Velde

dimakamkan di sini

yang patut masih dapat hidup

bertahun-tahun

seandainya Tuhan berkehendak

Tetapi ternyata, Jehova (Tuhan)

Telah menghalangi dia dengan kematian

Maria telah pergi,

Maria telah tiada!

Tetapi, tidak! Saya tarik kembali kata itu.

Sebagai yang diucapkan tanpa berpikir

Dan itu dapatlah

karena ketergesa-gesaanku,

langsung dihukum!

Sekarang baru Maria hidup

Sekarang ia hidup dengan Tuhannya

Lahir di Amsterdam

Pada tanggal 29 Desember 1693

Wafat pada tanggal 19 November

Di pulau Onrust tahun 1721


Begitulah. Penelusuran jejak dan mitos harta karun di Pulau Onrust hanya menemukan sebuah sumur tempat penyimpanan air minum di salah satu pojok pulau. E.S. Ito, pengarang buku Rahasia Meede terinspirasi dengan ruangan bawah tanah tersebut dan dengan berani menyebut dalam novelnya bahwa di dalam salah satu ruang bawah tanah di Pulau Onrust itulah tersimpan harta karun VOC.

Soal kebenarannya, tentu saja perlu pembuktian lebih lanjut. Apalagi akibat abrasi air laut, dari 12 hektar luas pulau Onrust kini hanya tersisa 7,5 hektar saja. Tanggul-tanggul yang dibangun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tahun 2003 sudah jebol, entah kapan lagi akan diperbaiki. Meskipun demikian fasilitas museum di Onrust sudah lumayan baik, bahkan ada foto-foto bersejarah serta video yang bisa diputar untuk pengunjung.

Selain pulau Onrust, saya dan rombongan juga berkunjung ke gugusan pulau-pulau lainnya di sekitar Onrust yaitu Pulau Cipir, Pulau Kelor dan Pulau Bidadari. Bisa jadi yang paling menarik dan terawat baik adalah pulau Bidadari karena di tempat itu terdapat reruntuhan Benteng Mortello Tower. Pulau ini disebut juga sebagai pulau Purmerend atau Pulau Sakit, karena sejak 1679 dipakai sebagai tempat penampungan orang sakit.

Dalam reruntuhan benteng ini kita bisa membayangkan bentuk pertahanan tradisional masa lalu, yang dibangun pada abad 17 dan 18. Pulau ini difungsikan sebagai penyangga pulau Onrust, dan sekarang dikelola oleh pihak swasta menjadi tempat wisata. Ada beberapa bangunan di atas air dan juga bangunan bergaya Manado dalam bentuk bangunan kayu bertingkat. Di sini didirikan pula sebuah menara pengawas.

Adapun pulau Kelor tak sempat dihampiri berhubung ombak cukup besar. Padahal sebagaimana pulau Bidadari, disini terdapat pula reruntuhan benteng, yang sangat indah dan eksotik. Disini dulu ada rumah tinggal Daniel M, salah seorang mantan Kepala pulau Onrust. Rumah tersebut tenggelam karena abrasi laut. Yang tersisa hanya benteng saja, dan sangat sulit untuk disinggahi kapal. Kamipun hanya bisa memandangi dari jauh saja.

Di pulau Cipir atau dalam bahasa Belanda Kuyper, ada sejumlah puing-puing bangunan yang tersisa setelah penjarahan tahun 1968. Ada bekas rumah sakit dan gereja. Sayang pulau ini adalah yang paling tidak terawat. Usang, porak poranda dan dipenuhi sampah dari laut. Berbagai macam sampah plastik, pakaian dalam perempuan, hingga pecahan keramik kuno berserakan di berbagai tempat.

Kunjungan selama satu hari ke obyek wisata sejarah di teluk Jakarta itu sungguh mengesankan, dan membawa kita pada kenangan sejarah masa lalu yang tak terlupakan. Soal harta karun VOC sendiri tetaplah menjadi mitos yang menarik, meski sungguh sulit membuktikan keberadaannya. Meski E.S. Ito dengan yakin mengatakan bahwa dia percaya di bumi Indonesia harta karun VOC itu benar-benar ada. Entah dimana. iwansams@jurnas.com

*) Naskah ini dimuat dalam rubrik Features di Majalah ARTi edisi 007, September 2008

5 komentar:

http://sarden-kita.blogspot.com mengatakan...

kami beranggapan, lebih keranah psikologi, dimana jika saya menjadi VOC dengan warna kulit yang berbeda dengan jajahan imperalis saya, banyak pasukan yang terbunuh, lebih-lebih atas perintah (missi) negara dan juga dengan pertimbangan sejarah maka didapati kemungkinan:
"saya meninggalkan harta (kerja keras saya selama ini) karena saya tidak sempat mengangkutnya kenegara saya sebagaimana yang seharusnya saya lakukan (baca: tugas negara-imperalizm) karena
a. keadaan tidak terkendali (baca: peperangan/pesakitan)
b. keadaan terkendali dan saya akan mendirikan negara permanen (tentu sebagaian besar diangkut kenegara mereka)

jadi kita seharusnya menyelesaikan permasalahan senyaman dan aman apa Indonesia waktu itu!.

jika pun mereka merasa nyaman dan aman (tidak terancam) maka ada kemungkinan mereka mendirikan negara permanen dengan menyimpan hartanya di indonesia atau negara kondisional (karena kita tidak bisa memastikan keadaan itu!) artinya indonesia didapati tidak kemungkinan akan memerdekakan suatu saat (analisa dan gaya pemikiran waktu itu)

2. pengetahuan sistem perbankkan waktu dulu (mungkin karena sistem yang mereka buat terorganisir antar negara/apa) bisa menghantarkan harta rakyat kita sampai pada ke mereka.


"karena waktu dan keadaan Indonesia saat ini banyak yang berfikir irasional, mungkin juga dengan kami"


apa yang kita lakukan pada saat ini:
-cari mata-mata asing/ketahui daerah insfestsigasinya (saya memaksakan untuk paranoia), pencuri tentu tidak akan meninggalkan barang curiannya yang tidak diketahui banyak orang begitu saja
-cari dukun tersakti seIndonesia, guwe demen yang satu ini.
-cari orang lama yang kerjasama VOC (masih adah gak),semacam opini public juga gak papa!

komment diatas tentu terlepas dari:
-mereka gak dapet hasildari imperaslizm, alias tekor!, tong pes!, dapet keringet doangk!
-mereka udah mengangkutnya "malem-malem" kenegaranya


salam kenal


semangat selalu dari kami!


^_^"semangat!"

iwansams mengatakan...

terima kasih atas komentarnya.

Masuk akal juga ya pemikiran anda?

Gema Pramugia mengatakan...

Dari wiki mengenai kejauthan VOC:

Five major problems, not all of equal weight, can be adduced to explain its decline in the next fifty years to 1780.[34]
There was a steady erosion of intra-Asiatic trade by changes in the Asiatic political and economic environment that the VOC could do little about. These factors gradually squeezed the company out of Persia, Surat, the Malabar Coast, and Bengal. The company had to confine its operations to the belt it physically controlled, from Ceylon through the Indonesian archipelago. The volume of this intra-Asiatic trade, and its profitability, therefore had to shrink.
The way the company was organized in Asia (centralized on its hub in Batavia) that initially had offered advantages in gathering market information, began to cause disadvantages in the 18th century, because of the inefficiency of first shipping everything to this central point. This disadvantage was most keenly felt in the tea trade, where competitors like the EIC and the Ostend Company shipped directly from China to Europe.
The "venality" of the VOC's personnel (in the sense of corruption and non-performance of duties), though a problem for all East-India Companies at the time, seems to have plagued the VOC on a larger scale than its competitors. To be sure, the company was not a "good employer". Salaries were low, and "private-account trading" was officially not allowed. Not surprisingly, it proliferated in the 18th century to the detriment of the company's performance.[35] From about the 1790s onward, the phrase perished by corruption (also abbreviated VOC in Dutch) came to summarize the company's future.
A problem that the VOC shared with other companies was the high mortality and morbidity among its employees. This decimated the company's ranks and enervated many of the survivors.
A self-inflicted wound was the VOC's dividend policy. The dividends distributed by the company had exceeded the surplus it garnered in Europe in every decade but one (1710–1720) from 1690 to 1760. However, in the period up to 1730 the directors shipped resources to Asia to build up the trading capital there. Consolidated bookkeeping therefore probably would have shown that total profits exceeded dividends. In addition, between 1700 and 1740 the company retired 5.4 million guilders of long-term debt. The company therefore was still on a secure financial footing in these years. This changed after 1730. While profits plummeted the bewindhebbers only slightly decreased dividends from the earlier level. Distributed dividends were therefore in excess of earnings in every decade but one (1760–1770). To accomplish this, the Asian capital stock had to be drawn down by 4 million guilders between 1730 and 1780, and the liquid capital available in Europe was reduced by 20 million guilders in the same period. The directors were therefore constrained to replenish the company's liquidity by resorting to short-term financing from anticipatory loans, backed by expected revenues from home-bound fleets.

Gema Pramugia mengatakan...

VOC ga bangkrut secara tiba2, ada waktu setengah abad yang bikin tuh perusahaan bangkrut

Anonim mengatakan...

karena saya siswi kelas 2 SMA jadi menurut apa yang saya baca di buku sejarah, memang VOC bangkrut salah satunya memang karena banyak pegawainya yang curang dan korupsi. sebab para pegawai VOC kebanyakan adalah mantan pelaku kriminal.