Jumat, Desember 25, 2009

Mengkaburkan Lanskap Kota

Lukisan-lukisan Dadan berupaya menghentak kesadaran warga kota mengenai lanskap dan pemandangan yang ada di sekitar mereka dengan cara tak lazim.

TEKS : IWAN SAMARIANSYAH

MEMANG pelukis yang terlebih dahulu mendalami fotografi, mau tak mau akan terpengaruh oleh teknik-teknik pemotretan. Itu pula yang sepertinya dialami oleh perupa asal Bandung, Dadan Setiawan. Hasil karyanya yang dipamerkan dalam pameran tunggal di D Gallerie Jakarta pada 26 November – 6 Desember dengan tema ”Critical Gauge” jelas-jelas menunjukkan kuatnya pengaruh fotografi pada karyanya.

Hanya saja, Dadan berupaya menawarkan suatu karya seni dengan pendekatan fotografis yang agak berbeda. Obyek lukisan yang sebagian besar adalah pemandangan lanskap kota dipindahkannya ke atas kanvas dengan cara yang tak lazim. Bukan memakai kuas, lazimnya para pelukis melainkan memakai palet. Terciptalah lanskap lukisan yang seakan adalah karya foto yang tidak fokus dan agak kabur, namun mengandung keindahan.

”Ide saya adalah mencoba mengambil gambar dari kamera beresolusi rendah, kemudian dari gambar itu lantas saya tuangkan di atas kanvas. Semua lanskap yang tertangkap itu lantas saya konsep dengan teknik piksel, baru kemudian dituangkan di atas kanvas dengan memakai palet,” ujar Dadan kepada saya, berbincang-bincang sejenak di sela-sela pembukaan pameran yang ramai dikunjungi pencinta seni lukis itu.

Begitulah. Dadan berhasil menarik perhatian pengunjung dengan kreatifitasnya yang tidak biasa sehingga mewujud dalam sebuah pencapaian estetika yang unik. Ada 16 karya terbarunya berbagai ukuran mulai 100 x 170 cm hingga 120 x 190 cm digelar di ruangan tempat pameran yang tak begitu luas itu. Lukisan-lukisan tersebut dilego dengan kisaran harga Rp 14,5 – 18,5 juta. Beberapa langsung terjual dan diminati sejumlah kolektor malam itu.

Fotografi, bagi seorang Dadan, memang diakrabinya sedari usia remaja. Anak muda kelahiran Bandung, 11 September 1979 itu mendalami seni rupa di FSRD ITB Bandung yang diselesaikannya pada 2004. ”Saya sudah terbiasa menggunakan peralatan fotografi sejak remaja, jadi wajar kalau kemudian saya berupaya mengkombinasikan seni lukis dan fotografi dalam karya-karya,” katanya.

Sikap Dadan ini tentu saja seolah bertentangan dengan sikap dan pandangan para pelukis impresionis klasik yang menganggap penting untuk tegas mengambil jarak dengan hasil dan teknologi fotografi. Dadan mengakrabi lukisan piksel itu setelah secara tidak sengaja menghasilkan sejumlah gambar kabur dari kamera digital telepon seluler generasi awal yang menghasilkan imej sederhana namun menarik.

Rizki A Zaelani dalam kuratorial pameran menulis bahwa jejak pembesaran imej yang dihasilkan teknologi representasi yang sederhana itu pada lukisan-lukisan Dadan, menampakkan efek bentuk yang terpecah. Namun keterpecahan ini bukan membuatnya menjadi produk yang gagal, malah menjadikan situasi keberadaannya sebagai bagian-bagian yang terstruktur. Efek inilah yang disebut dengan efek piksel atau picture selection.

”Buat saya, penetapan subject matter pemandangan (scenary) dalam lukisan-lukisan Dadan Setiawan menunjukkan hasil penumpukan persepsi mengenai tema pemandangan alam (landscape) dan pemandangan kota (cityscape) sekaligus. Selain itu dia tak lagi soal dengan apakah hasil karyanya merupakan ekspresi abstrak ataukah realistik,” urai Rizki, dalam buku katalog pameran.

Kesemua lukisan Dadan memang seperti karya fotografi yang blur, terlihat tidak maksimal, berbayang dan kabur. Tetapi justru disitulah letak keunikan sekaligus keindahan karya tersebut. Mengapa Dadan tertarik membuat karya seperti ini? ”Ya, bisa jadi saya sekedar mengikuti kata hati sesuai semangat zaman dan gejala global. Yaitu banyaknya orang tertarik pada karya digital,” kata Dadan.

Teknik pembuatannya juga unik. Pertama-tama Dadan menggunakan kamera fotografi mengambil lanskap yang dia inginkan. Kemudian di atas kanvas dia menggunakan pisau palet, cat minyak menorehkan lanskap itu sedemian rupa, sedikit demi sedikit. Semua tentu saja membutuhkan ketelitian dan kerapian, sehingga menghasilkan karya yang unik, seperti lukisan yang tersusun dari ratusan kotak-kotak kecil.

Dan memang bila dilihat dari dekat, nyata sekali bahwa torehan pisau palet itu lantas membentuk gambar terdiri dari bentuk kotak-kotak yang tersusun rapi. Kalau dari jauh, hal itu tak terlihat. Semua lanskap yang dia tampilkan di D Gallery kesemuanya berkisah mengenai berbagai sudut kota Bandung, tempat dia bermukim saat ini.

Saya menyimak satu karyanya berjudul ”Still from a Glimpse” yang menampilkan salah satu sudut kota Bandung. Figur yang ada di jalan dibuatnya tak fokus, kecil sementara pohon-pohon di kota dengan warna hijaunya mendominasi kanvas. Kadang warna hijau pepohonan dibaurkannya dengan warna-warna lain sehingga terkesan misterius, namun tetap harmonik.

Dia melukiskan suasana lingkungan hidup dan urbanisasi yang digaya-gayakan. Karya Dadan dengan judul yang kesemuanya berbahasa Inggris itu mengambil lanskap kota di Jalan Taman Sari, dekat kebun binatang, di kawasan Dago, dekat tempat tinggalnya, ada juga alun-alun Bandung dan Gedung Asia Afrika. Karyanya pun berseri seperti seri What is Visually Exciting dan An Actual Experience of Being there to See it Ourselve.

Untuk menikmati karya Dadan Setiawan yang unik itu, sang pelukis memberi resep sederhana. ”Ambil saja jarak pandang tertentu terhadap lukisan itu untuk bisa mengenal gambaran atau apa pun yang ada di atas kanvas. Maka secara perlahan, akan tercipta satu lanskap yang mungkin anda pernah mengenalnya,” katanya seraya tersenyum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar