Jaman berganti. Bila dulu saat berlebaran, teman-teman yang terkendala waktu dan jarak menghujaniku dengan mengirimkan kartu ucapan selamat Idul Fitri yang dilengkapi perangko maka kini teknologi membuat segalanya berubah. Paling tidak, sejak beberapa tahun terakhir ini tak satupun kartu lebaran kuterima. Sebagai gantinya texting, atau pesan singkat melalui sarana short message services (SMS) kuterima bertubi-tubi dari banyak kerabat dan handai taulan.
Uniknya, semakin tahun isinya semakin kreatif saja. Lucu dan mengundang senyum. Saya yakin, banyak diantara kita yang mendapat texting yang mirip dengan saya dapatkan. Lebaran yang sangat bermakna karena bertepatan pula dengan perayaan ke 14 ulang tahun pernikahan kami. Tak terasa sudah 14 tahun rumah tangga ini bertahan, 1 Oktober 1994 - 1 Oktober 2008. Ini dia sejumlah pesan texting yang saya terima pada lebaran tahun ini.
(1) Semalam saya mimpi ketemu ALADIN saya minta mobil dikasih mobil, saya minta motor dikasih motor, pas saya minta THR disuruh menghubungi nomor ini. SELAMAT LEBARAN BRO, MOHON MAAF LAHIR BATIN (Wikan Wiratsongko, sahabat masa SMA dan kini bekerja sebagai salah satu manajer di Radio 68 H Utan Kayu, Jakarta).
(2) Indah manusia karena akhlaq, indah sayang karena cinta, indah hari karena idul fitri, indah hati karena memaafkan, taqobalallahu minna wa minkum, minal aidin wal faidzin (Satriyo dan Damar, teman di Tarakan, Kalimantan Timur).
(3) Dengan semangat idul fitri dan silaturahim, kami mohon maaf atas salah kata, buruk sangka dan tindakan tak pantas. Taqobalallahu minna wa minkum, taqabal ya kariim. Minal aidin wal faizin (Wahyudi MP, Redaktur Pelaksana Harian Umum Jurnal Nasional, Depok).
(4) Parade beduk sudah ditabuh, takbir dan tahmid sudah berkumandang, hari fitri telah tiba, dengan kerendahan hati, minal aidin wal faidzin, mohon maaf lahir dan batin (Hj Yuni Deli, bekas mahasiswaku di Universitas Borneo, Tarakan).
(5) It's not a card, neither a package of parcel, it's just a word of apologize ... happy Aidil Fitri 1429 H. Mohon maaf Lahir dan Batin. (Suci Dian Hayati, wartawan Jurnal Nasional, Jakarta).
(6) Atas tergoresnya hati, tak tertunaikannya janji dan terabaikannya silaturahmi, maafkan kami. Selamat Idul Fitri 1429 H. (Budi Setyanto, mantan Redaktur Jurnal Nasional dan kini bekerja di sebuah perusahaan PR Consultant, Jakarta).
(7) Merangkai tutur terbalut niat suci mengantar ucapan di hari penuh fitrah. Semoga kemenangan ini merupakan jalan menuju kemuliaan bersama. Selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin (Dwi Nugroho, mantan Redaktur Jurnal Nasional yang kini bekerja di salah satu proyek UNDP milik PBB di Jakarta).
(8) Perhatian2 ... diberitahukan kepada para penumpang "RAMADHAN AIR" dengan nomor penerbangan 1429 H bahwa perjalanan akan segera berakhir dan ditempuh dalam waktu beberapa jam lagi. Ketinggian jelajah amal telah DILIPAT GANDAKAN, dengan tujuan TAQWA. Para penumpang diharapkan tetap mengenakan sabuk AMANAH dan menegakkan kursi IMAN dan IKHLAS. Penerbangan ini bebas asap dengki dan perselisihan. Atas nama awak kabin yang bertugas kami ucapkan "Selamat menikmati bonus-bonus pahala, semoga sampai tujuan negara taqwa" dan selamat Hari Raya Idul Fitri 1429 H mohon maaf lahir dan batin (drg tjatur dan drg sugeng, teman semasa SMA dan satu almamater di UGM yang kini bekerja sebagai dokter gigi).
Sejumlah pesan lainnya saya terima dari Fachrurrazi (Bandung), Agus DD (Jakarta), Nuriana (Bekasi), Bintang Wisnuwardhani (Yogyakarta), Kiki (Jakarta), Dewi (Palangkaraya), Sajim (Indramayu), Herry Antono (Bandung), Randy dan Vira (Bandung), Adib Bahari (Magelang), Dini (Jakarta), Sapariah dan Andreas Harsono (Pontianak), Hendy Lie (Jakarta) dan Sugiharto Wijaya (Tanjung Selor).
Saya juga menerima pesan texting lain dari Toto (Cibinong), Yuddy Setyo Wicaksono (Cibubur), Ribhan (Solo), Mas Anton (Jakarta), Tartum (Ternate), Ane Permatasari (Yogyakarta), M Iqbal Parewangi (Makassar), Aries Margono (Jakarta), Hani dan Silih (Jakarta), Vadin (Jakarta), Wicaksono (Purwokerto), Lukman Hakim (Solo), Bambang Hernawan (Bekasi), Eka Wenatz Wuryantara (Jakarta), Tisna (Yogyakarta), Fajar (Yogyakarta) dan Slamet (Balikpapan).
Selain itu sejumlah texting berikutnya saya terima juga dari Cininta (Jakarta), Nurhanafiansyah (Banjarmasin), Mufid (Cirebon), M Wasis Wildan (Yogyakarta), Eva Julianti (Jakarta), Maksun (Jakarta), Andi (Banjarmasin), Satiyawarman Tarigan (Jakarta), Min Hui (Medan), Cahyo Setyadi (Jakarta), Fatma (Tarakan), Iskandar (Bekasi), Luthfi Yazid (Jakarta), Tedy Gumilar (Jakarta), Anwar (Yogyakarta), Andi Khresna (Jakarta), Koesworo (Kediri), Doddy (Bangka), Wahid (Bandar Lampung) dan Fauzan (Depok).
Ada pula sejumlah texting saya terima dari Mariam Tajudin (Jakarta), Arif Zaini (Jakarta), Wayan Sunarta (Denpasar), Agung (Purwokerto), Cia (Jakarta), Rully (Kebumen), Eko Wiyatno (Tangerang), Sri Wahyono (Jakarta), Budiman Sugih (Bogor), Susmoro (Purwokerto), Martin (Jakarta), Ikhsyat Syukur dan Dini Rahim (Surabaya), Hasan (Yogyakarta), Abdi Chris (Jakarta), Yenny (Yogyakarta), Mohammad Isya (Tanjung Selor), Taufik (Jakarta) dan Dion (Tangerang).
Tentang ucapan Idul Fitri itu sendiri ternyata ada yang perlu dibahas pula. Kaitannya tentu saja dengan makna ucapan yang kita sampaikan kepada sahabat, kerabat dan handai taulan. Bila tak faham artinya, maka salah-salah yang terjadi adalah perubahan makna. Karena menimbang tutur orang bijak, katakan apa yang kita mengerti, dan gunakan kata-kata (bahasa) yang kita pahami.
Dalam budaya Arab, ucapan yang disampaikan ketika menyambut hari Idul Fitri, mengikuti teladan Rasulullah Muhammad SAW sesungguhnya adalah "taqabbalallahu minna wa minkum", artinya kurang lebih : semoga Alloh menerima amalan aku dan kamu. Kemudian ucapan nabi ini lantas ditambahkan oleh orang-orang dekat jaman nabi dengan kata-kata "shiyamana wa shiyamakum", yang artinya puasaku dan puasamu, sehingga kalimat lengkapnya menjadi "taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum" (semoga Alloh menerima amalan puasa saya dan kamu).
Adapun kalimat atau frasa "Minal Aidin Wal Fa Idzin" yang kerap diucapkan orang kita sendiri sebetulnya frasa yang tidak lengkap, karena maknanya adalah : dari orang yang kembali dan orang-orang yang menang. Ini do'a bukan, salam juga bukan.
Lebih lengkap jika kalimat itu diucapkan "Ja'alanallahu wa iyyakum minal aidzin wal faidzin", yang akan bermakna menjadi semacam doa yaitu : "semoga allah menjadikan kami dan anda sebagai orang-orang yang kembali dan beruntung (menang)"
Sedangkan tradisi bermaaf-maafan di hari lebaran memang tradisi ala Indonesia. Tujuannya agar bersih dan suci dari kesalahan terhadap orang lain (manusia). Dalam bahasa arab sebetulnya frasa "mohon maaf lahir bathin" cukup diucapkan dengan satu kata : Afwan. Secara makna, afwan sudah mencakup permintaan maaf yang tulus dan dalam.
Tapi kalau ngotot mengikuti langgam Indonesia yang merasa perlu menekankan lebih khusus permintaan maaf seakan-akan ada bentuk kesalahan lahiriah dan bathiniah, maka bolehlah ucapannya dimodifikasi menjadi Afwan Zahir Wal Bathin.
Hanya saja barangkali yang perlu ditekankan dan yang terpenting dari kesemuanya itu adalah bahwa segala ucapan selamat, permintaan maaf atau ucapan apapaun yang disampaikan itu didasari perasaan, maksud dan suasana hati yang tulus. Dan untuk mengungkapkan itu, pilihan bahasa ibu sendiri rasanya akan lebih memudahkan, maksud sampai dengan mulus.
Selamat Merayakan Idul Fitri 1429 H, taqobalallahu minna wa minkum shiyamana wa shiyamakum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar