Ya, Ayah mertuaku akhirnya wafat.
Usianya 69 tahun.
Saat isteriku, Yundri menelponku malam itu, aku tengah menyelesaikan tugas-tugas terakhirku hari itu di kantor. Arloji di pergelangan tanganku menunjuk pukul 22:15 WIB, hari Minggu, 20 Januari 2008.
Yundri mengabarkan satu hal : ayahnda sudah tiada, kira-kira lima menit yang lalu. Ayah mertuaku, Erlan Dasuki meninggal dunia di pangkuan isteriku, puteri ketiganya pada pukul 22:10 WIB setelah berjuang keras melawan penyakit kanker hati yang dideritanya sejak lama. Beliau meninggal dalam perawatan di RS Hasan Sadikin, Bandung.
Hari itu aku memang masuk kerja dalam kondisi terlambat. Bosku, Wahyudi Marhaen dan Sekretaris Redaksi, Mbak Atik sudah ku SMS siang harinya bahwa aku bakal masuk terlambat. Karena mesti pergi ke Bandung mengantarkan anak-anakku menengok kakeknya yang sedang dirawat di Bandung.
Untunglah mereka bertemu dengan kakeknya pada saat-saat terakhir.
Orang yang menikahkan aku dengan isteriku pada 1 Oktober 1994 yang lalu ini, akhirnya harus meninggalkan dunia yang fana ini.
Buatku sendiri, Erlan Dasuki adalah orang tua yang patut dikagumi. Dia sempat kuliah di jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Sospol UGM pada tahun 1960-an. Sayangnya beliau tak menyelesaikan kuliahnya dan memilih bekerja di dunia birokrasi di Bandung, Jawa Barat. Cuma, bakatnya yang tak bisa diam dan gelisah dengan situasi di sekitarnya membuatnya tidak betah sebagai orang yang meniti karir di birokrasi.
Diapun menengok keluar, bergaul dengan berbagai pihak. Dia berkawan akrab dengan Marzuki Darusman (belakangan sempat menjadi Jaksa Agung di jaman pemerintahan Abdurrahman Wahid), dan Nugraha Besoes (saat ini Sekjen PSSI). Juga dengan Paskah Suzetta (kini Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas).
Erlan dikenal sebagai pendiri KNPI Jawa Barat bersama tokoh-tokoh yang aku sebutkan tadi. Saat itu dia menjabat posisi penting yakni sebagai Sekretaris Pengurus Daerah KNPI Jawa Barat. Ketuanya dijabat oleh Nugroho Besoes.
Jabatan birokrasinya di lingkungan Polri, sebagai PNS Polri nyaris terbengkalai bertahun-tahun karena semasa mudanya ini, Erlan aktif di dunia politik. Dia juga sedikit-sedikit mencoba bisnis kecil-kecilan. Sang isteri, yang kemudian menjadi ibu mertuaku, Nanik Sularni lebih tekun. Sama-sama di PNS Polri, ibu mertuaku terus meniti karir di birokrasi.
Terakhir, sebelum pensiun pada tahun 2002, ibuku adalah Kepala Tata Usaha Dinas Kepolisian Wilayah Priangan. Jabatan tertinggi di lingkungan Polri yang pernah dipegang orang sipil. Jabatan Kataud itu setara dengan Kolonel.
Semasa hidupnya dan saat masih sehat sebelum agak sakit-sakitan sejak setahun terakhir, Erlan Dasuki sering berdiskusi dengan aku, sang menantunya. Bukan hanya aku menantu lelakinya, tetapi kami berdua cocok dalam berdebat. Sama-sama keras kepala.
Aku mengagumi kekerasan pendirian orang tua ini, dan kritiknya yang keras pada pemerintahan negeri ini. Mendiang Erlan Dasuki memang pengagum negara-negara maju, dan karena itu dia sangat bangga pada Yuliadi Erdani, putera keduanya yang juga kakak iparku yang bisa menempuh pendidikan lanjutan di negara maju yaitu Swiss dan Jerman.
Yudi, begitulah kakak isteriku ini sekarang mengajar sebagai dosen/instruktur tetap di Politeknik Manufaktur ITB. Doktor pertama lulusan Swiss dan Jerman yang dimiliki oleh institusi pendidikan tinggi yang dulunya bernama Poltek Mekanik Swiss itu.
Mendiang Erlan Dasuki juga dikenang oleh sejumlah koleganya sebagai orang yang tak suka dengan penyimpangan dan penyakit dunia birokrasi yaitu korupsi. Itu pula sebabnya, dia hidup begitu sederhana sementara teman-temannya sesama bekas aktivis di KNPI banyak yang kemudian menjadi Bupati atau Walikota.
Menjadi teman-teman orang penting juga tidak membuat Erlan terpikat. "Saya ini bukan orang yang senang meminta pada teman, meski banyak tawaran untuk saya. Tapi kalau saya tak mampu, saya tak bersedia memenuhinya." Begitulah suatu ketika dia berkata kepadaku, anak menantunya.
Kini ayah mertuaku telah tiada. Kepergiannya diantar banyak keluarga, handai tolan dan sahabat masa lalu. Nugroho Besoes mengirimkan sebuah pesan singkat (SMS) melalui HP ibu mertuaku. Dan aku sendiri - serta isteriku - mendapatkan ucapan SMS dari berbagai teman yang mengetahui peristiwa ini secara bertubi-tubi.
Dia wafat meninggalkan seorang isteri, empat anak (dua perempuan dan dua lelaki) dan delapan cucu (tiga laki dan lima perempuan). "Saya sudah lega sekarang. Anak-anak sudah berkeluarga semua. Sudah punya pekerjaan masing-masing. Saya bisa tenang meninggalkan dunia yang fana ini," begitu kata ayahnda, seakan bercanda pada suatu hari di tahun 2004. Saat itu ayahnda masih sehat-sehatnya dan berolahraga dengan melakukan jogging rutin.
Tetapi di tahun 2008 ini, rupanya Tuhan berkehendak. Jasad Erlan Dasuki boleh terkubur di pemakaman keluarga di Ciamis. Tetapi kenangannya akan terus hidup abadi sepanjang hayatku nanti. Semoga ayahnda mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar