Oleh : Abang Rahino
sanggarkertas@gmail.com
SELAMA ini masyarakat Amerika, dan negara Barat pada umumnya, sering kita anggap sebagai masyarakat individualis. Jauh dari budaya gotong-royong. Dalam beberapa hal bisa benar, tetapi dalam hal lain bisa juga salah. Buktinya, di
Kita seperti terbius menyaksikan semangat kewirausahaan individual dan iklim bisnis bebas merdeka telah melahirkan perusahaan-perusahaan raksasa macam Ford, Microsoft, Kodak, Coca Cola, Pepsi, IBM, maupun 3M. Namun, di Amerika ternyata ada gerakan koperasi yang berazaskan kekeluargaan dan gotong-royong seperti cita-cita Bung Hatta di Indonesia. Paling tidak itu yang saya lihat di kehidupan beberapa komunitas di
Audit superketat
Di wilayah Laton, dekat Bakersfield, Kalifornia - sekitar 3,5 jam perjalanan darat ke arah Timur dari Los Angeles - saya sempat berbincang-bincang dengan Tony Cunha (baca: Kunya). Ia termasuk peternak "gurem" dengan seratus ekor sapi perah. Sebelum berusaha sendiri, ia ikut pamannya yang memiliki ribuan sapi perah. Untuk meningkatkan taraf hidupnya, Cunha, yang asli Meksiko, bergabung dengan sebuah koperasi sapi perah. Dari sinilah ia bisa memiliki 100 ekor sapi. Untuk memperoleh itu semua ia hanya menyediakan dana sekitar 35%-nya. Dalam menjalankan roda peternakannya, ia memperkerjakan seorang karyawan. Karyawan lain, ya, dia dan istrinya.
Lahan rumput yang luas untuk menggembalakan sapi-sapinya juga diperoleh melalui koperasi. Manajemen dan teknik-teknik yang belum dia kuasai di bidang ternak sapi perah juga ditimbanya dari koperasi. Termasuk cara menggilir petak-petak
Ketika saya bercerita tentang koperasi di
Saat itu, koperasinya sedang melakukan negosiasi tahap akhir dengan Mitsui untuk membangun pabrik susu bubuk, sesuatu yang tidak populer di Amerika. "Tampaknya, Mitsui mau ikutan dengan kami dalam bisnis ini," katanya. Wah, hebat juga. Mana ada koperasi di sini yang punya gigi untuk bernegosiasi dengan perusahaan kelas dunia macam Mitsui!
Ketika saya diajak teman berputar-putar di
Koperasi juga memiliki dan mengelola mesin pencabut umbi bit yang disebut combine harvester. Ukurannya sebesar tiga atau empat kali rumah tipe 36. Si combine, begitu orang Amrik menyebutnya, hanya perlu seorang operator. Daya tahannya tinggi. Untuk diajak bekerja nonstop oke-oke saja. Truk penadah pulang-pergi sambil berjalan di samping combine.
Sangat sosialis
Di negara bagian
IC tersebar di beberapa daerah dengan kegiatan masing-masing. Masyarakat Bruderhoff yang lahir di Jerman pada tahun 1930-an misalnya, tersebar di
Kelompok lain berpusat di Chicago. Mereka punya bisnis konstruksi dan jasa hiburan.
Produktivitas mereka juga tinggi. Salah satunya karena semua orang dewasa menjadi pekerja penuh waktu. Tidak ada pengangguran di antara mereka. Di beberapa kelompok, bahkan tidak ada istilah pensiun. Tidak adanya pengangguran mematahkan "iman" kapitalisme yang percaya pada trickling down effect di bidang penyediaan lapangan kerja. Mereka memang setengah mencibir pada filsafat ekonomi sebagian besar saudara-saudara sebangsanya.
"Kuncinya terletak di sini," kata John Trapnell dari Bruderhoff sambil menunjuk dadanya. Yang dimaksudkan adalah hati yang tulus dan bersih. Seluruh kelompok IC memang mengatur kehidupan perekonomian mereka dengan koperasi.
Relawan siap membantu
Apa yang bisa dipetik dari suburnya koperasi dan tatanan kehidupan IC tadi? Setidaknya, kita bisa mengaca pada cermin Amerika dari sisi lain. Di masyarakat yang sudah kadung dikenal sebagai masyarakat individualis dan liberal, tampak kehidupan gotong-royong menyelinap di antaranya.
Saya sempat "bekerja" sehari dengan mereka; memperbaiki rumah-rumah penduduk di daerah kumuh
Sebuah museum sejarah
Saya juga mengikuti Pertemuan Dewan Kota dan masyarakat yang berlangsung sangat demokratis, kekeluargaan, sangat informal, dan menunjukkan semangat tolong-menolong. Padahal topik-topiknya termasuk sulit, seperti menyangkut rasa ketidakadilan yang dirasakan oleh beberapa keluarga.
Relawan tanpa bayaran juga bertugas sebagai "Pak Ogah" yang mengatur lalu lintas pada jam-jam sibuk pagi, siang, sore. Namun, jangan membayangkan mirip Pak Ogah di sini yang OD, orientasinya duit. Seperti yang terlihat di
Pola rekrutmen relawan diterapkan di beberapa daerah. Mereka yang diterima sebagai relawan akan membantu proses belajar-mengajar di sekolah-sekolah, terutama bagi para pelajar yang mengalami kesulitan dalam belajar. Jangan dikira relawan ini adalah pendidik profesional atau mereka yang pandai mengajar. "Yang paling diperlukan adalah sekadar menemani dan mendorong anak dalam kesulitan mereka belajar, bukan materinya," kata Nancy Graber yang sudah berusia 51 tahun. Graber adalah guru seni di sebuah SD di Colorado.
Jadi, dengan melihat praktik hidup yang penuh gotong-royong di berbagai tempat tadi, kita sepatutnya malu bila masih berani bilang bahwa kegotongroyongan adalah monopoli masyarakat kita. Tanpa harus menimbang mana yang lebih bergotong-royong, alangkah baiknya jika kita belajar dari kepiawaian masyarakat Amerika memobilisasi kekuatan masyarakat. Di dalamnya terkandung penghargaan tinggi pada jenis profesi apa pun yang menjadi pilihan anggota masyarakat untuk membaktikan diri mereka bagi kehidupan bersama.
Ini tulisan coba mengungkapkap fakta sosialisme sebagian dari warga negara AS, padahal AS dikenal sebagai negara kapitalis. Kok bisa?
BalasHapusHasil studi pustaka dan survey yang dilakukan ekonom Amerika, Peter F Drucker menemukan fakta, justru praktik ekonomi di Amerika sudah mengarah ke komunis. Misalnya sebuah perusahaan besar, mewajibkan kepemilikan saham oleh seluruh karyawannya, termasuk oleh sekuriti, kurir, atau cleaning service yang menempati batu bata paling bawah pada sebuah pondasi perusahaan. Pensiun dari perusahaan itu, bisa saja seorang sekuriti menjadi komisaris perusahaan itu, mewakili level pondasi itu.
Saya ingin tahu data lebih jauh dari tulisan itu, sejak kapan mereka mengenal koperasi? Dapatkah diprediksi sampai kapan kira-kira kehidupan gotong royong, berkoperasi, dan menjadi relawan akan bisa bertahan?
Mengingat, kalau saya baca beberapa buku dan mendengar cerita orang tua, kehidupan dulu bangsa kita memang terkenal dengan gotong royong dan kerja bakti, kekluargaan dan komunal. Saya mengalami kehidupan kerja bakti di akhir tahun 80-an, tapi memang sekarang tidak ada kerja bakti itu. Apa yang menjadi sebab.
Secara feeling saja saya ingin menyebut salah satu sebab kerusakan tatanan sosial di negeri ini adalah kelakuan Soeharto dan kroni-kroninya yang telah memberi contoh buruk dalam praktik perekonmian negara dan bangsa.
Mas Doddi Said,
BalasHapusSaya penulis artikel di Intisari itu: Abang Rahino. Email saya di peaceworkinggroup@gmail.com atau sanggarkertas@gmail.com
Tentang pertanyaan Anda, saya yakin pada hakekatnya umat manusia adalah mahluk sosialis. Namun sayang pengejawantahan (aplikasi) peradaban dasar itu dalam berbagai isme tidak mampu menjelaskan sang peradaban itu sendiri. Sehingga kita sering dibuat bingung, lho kapitalisme kok aspek sosialisnya tinggi banget! Atau di RRT kok ada jurang kaya miskin juga, katanya sosialis!
Semua komunitas sosialis yang saya kunjungi memang membangun masyarakatnya dengan hati sebagai starting point-nya, seperti yang dikatakan oleh pak Trappnell dari NY State.
Begitu dulu dari saya,
ar