Selasa, Agustus 07, 2007

Wawancara Sukendra Martha, Sekretaris Utama Bakosurtanal (2006)

Pernah Mencalonkan Diri Jadi Astronot

SIAPA bilang seorang peneliti harus berpenampilan kaku dan serius ? Sukendra Martha adalah satu dari sedikit peneliti yang menepis anggapan tersebut. Orang nomor dua di Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) ini dikenal sejawatnya sebagai pria yang berpenampilan supel, hangat dan humoris.

Tidak itu saja. Saking banyaknya koleksi humornya, maka koleksi humor itu telah dia tulis dan kumpulkan dalam sebuah buku yang berjudul Peneliti Membanyol yang berisi hal-hal lucu dan ringan dalam lingkungan kerja para peneliti.

Alumni Fakultas Geografi UGM tahun 1979 ini menyadari betul peran pers dalam mendukung tugas, pokok dan fungsi dari instansi yang digelutinya sejak dia usai menempuh pendidikan tingginya dulu. Kebetulan jurusan yang dipilihnya di Fakultas Geografi adalah jurusan Kartografi pula sehingga klop dengan bidang tugasnya di Bakosurtanal yang mengurusi soal survai dan pemetaan. Yang juga menarik, Kendra - begitu panggilan pria berkumis ini - selama ini dia tidak pernah melamar ke instansi lain kecuali Bakosurtanal.

”Mungkin saya ini tipe orang yang loyal pada sesuatu yang sudah saya tetapkan sebagai pilihan hidup saya. Karena menjadi peneliti itu sudah komitmen hidup saya maka akan saya jalani dengan sebaik-baiknya,” ujar pria kelahiran Cirebon, 12 September 1954 ini saat saya temui di kantornya yang asri, Cibinong, Bogor Jawa Barat, Kamis, 2 Maret 2006 yang lalu.

Perjalanan hidup Kendra, yang juga Ketua Umum IGEGAMA (KAGAMA Komisariat Geografi, red) ini banyak yang menarik. Tidak banyak yang tahu bahwa suami dari Dra. Hj. Retno Indro Estuti (adik almarhum Dr. Kuntowijoyo, red) ini pernah mencalonkan diri menjadi Astronot Indonesia. Menjadi calon Astronot artinya juga menjadi calon peneliti di angkasa luar.

Didorong oleh atasannya dan izin dari isterinya tercinta, Sukendra pun akhirnya mantap melamar jadi astronot. Untuk menjadi astronot baik dalam program Badan Antariksa Eropa (ESA), Badan Antariksa AS (NASA), Rusia, Jepang maupun Kanada membutuhkan persyaratan yang tidak mudah.

Secara umum diperlukan pendidikan minimum Sarjana muda dari Universitas yang sudah terakreditasi. Dan mereka juga harus mempunyai pengalaman kerja minimal tiga tahun setelah lulus.

Dengan begitu banyaknya persyaratan, diapun tetap ’’nekad’’ untuk mengikuti tes seleksi menjadi Astronot bersama 49 pelamar lainnya. Mulai dari tes tertulis, tes wawancara, latihan kesehatan (fisik) diikuti bersama bakal calon Astronot lainnya sebagaimana tes masuk Angkatan Udara di Lakespra Saryanto, Jakarta.

”Waktu itu saya berfikir, ini penting buat saya. Minimal untuk mencari pengalaman aneh dalam hidup ini yang lain dari yang lain, hahaha …..” ujar ayah tiga anak ini tergelak.

Dan begitulah. Hasilnya diumumkan lewat surat dan istrinya juga turut membaca surat tersebut. Hasilnya, alhamdulillah ….. tidak lulus. Ucapan syukur tersebut meniru ungkapan spontan isterinya yang ternyata berhari-hari berdoa setiap malam agar sang suami tidak lulus tes. Lho kok ? ”Isteri saya bilang, walaupun memberi ijin tertulis dia keberatan. Karena kalau terjadi apa-apa, pasti kehilangan suami dong,’’ senyum Sukendra mengenang kejadian tersebut.

Menjadi peneliti memang merupakan pilihan hidup pemegang dua gelar Master dari Oklahoma State University, Stillwater, Amerika Serikat (bidang Geografi, 1984) dan University of New South Wales, Kensington, Australia (bidang Remote Sensing, 1992) ini. Itu pernah diungkapkannya sendiri ketika ditanya oleh Kepala Bakosurtanal (saat itu), Prof Jacub Rais sepulang dia dari Australia.

”Beliau tanya pada saya, You mau kemana? Mungkin saja tawaran tersebut merupakan kesempatan jabatan atau sekedar basa-basi, saya tidak tahu. Tetapi dengan mantap saya menjawab bahwa saya ingin menjadi peneliti saja. Saya pilih jadi peneliti karena itu sesuai dengan pilihan hati nurani saya dan bisa mengamalkan ilmu yang telah saya dapatkan dengan sebaik-baknya,” kisah Kendra.
Pengalaman lain yang tidak bisa terlupakan oleh Kendra adalah ketika dirinya mengikuti kursus bersama Ratu Thailand, Sirikit Bhumibol Adulyadey. Disitu, tidak setiap orangt bisa bertemu langsung dengan Ratu Thailand tersebut. Suasana selama mengikuti kursus pun dibuat resmi. Akibatnya, peserta kursus sama sekali tidak bisa bercanda selama menjadi classmate. Maklum sekelas dengan seorang ratu. Benar-benar tidak enak. (iwan samariansyah).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar