Rabu, Agustus 27, 2008

China Memang Hebat

OLIMPIADE BEIJING baru saja berlalu. Dan China, negara yang tengah tumbuh menjadi raksasa ekonomi dunia yang baru itu sukses menjadi tuan rumah yang baik. Mereka juga berhasil menjadi Juara Umum Olimpiade yang baru menggeser tradisi juara yang selama ini dipegang oleh negara adidaya Amerika Serikat. Luar biasa !

Kejayaan China ini mengingatkanku pada kunjunganku ke negeri panda tersebut. Sudah dua tahun berlalu. Pada Oktober 2006, beberapa hari setelah Hari Raya Idul Fitri aku ditugaskan kantor meliput perjalanan Presiden SBY ke China. Ada beberapa tulisan yang kubuat untuk Jurnal Nasional, dengan judul-judul sebagai berikut :

(1) Investasi China di Indonesia US$ 15 Miliar (Minggu, 29 Oktober)
(2) China Hukum 17.500 Pejabat Terlibat Korupsi (Senin, 30 Oktober)
(3) Investasi Sebesar Rp 4 Triliun Terealisir (Senin, 30 Oktober)
(4) SBY Ajak Dunia Pariwisata Belajar dari China (Selasa, 31 Oktober)

Ada juga sejumlah tulisan features perjalanan mengenai China, tetapi aku cari-cari kok tidak ketemu ya ? Aku postingkan saja semua laporan dari China itu sekedar untuk review. Memang itu laporan lama, hampir dua tahun sudah berlalu. Dan sekarang sudah tahun 2008. Apa hasil dari kunjungan tersebut ? Dan bagaimana perkembangannya untuk perekonomian di Indonesia, silahkan mengambil kesimpulan sendiri.

Berikut tulisan-tulisanku tersebut untuk dibaca ulang oleh sidang pembaca. Supaya tidak membosankan, aku lengkapi juga dengan foto-fotoku saat berkunjung ke sana. Harapanku sih sederhana, semoga tulisanku ini masih bermanfaat bagi para pembaca.

Mudah-mudahan para pembaca juga bersedia memberikan komentar seperlunya. Soalnya aku lihat pengunjung blog ini lumayan banyak, tetapi yang memberikan komentar kok sedikit ya ? Tanya kenapa ....

Investasi China di Indonesia US$ 15 Miliar

Laporan Iwan Samariansyah dari Nanning, RRC

Nanning | Jurnal Nasional

MENTERI Perdagangan Dr Mari Elka Pangestu kepada wartawan di Guilin, Minggu (29/10) mengatakan bahwa China berencana untuk meningkatkan investasi produk bahan bakar nabati (biofuel) dan sumber energi terbarukan. China juga tertarik untuk ikut serta dalam pengembangan teknologi mengubah bahan bakar batubara menjadi minyak.

”Itu disampaikan oleh sejumlah pengusaha China yang mengadakan pertemuan One on One Meeting dengan Presiden,” ujar Mari kepada Jurnal Nasional di sela-sela acara kunjungan kerja kepala negara ke China selama lima hari.

Menurut Mari, pemerintah China, melalui Wakil Perdana Menteri RRC Huang Zu menyampaikan komitmen tersebut guna meningkatkan investasi China di Indonesia yang saat ini sudah mencapai US$ 15 Miliar (data hingga akhir 2005). ”Kita targetkan bahwa sekurang-kurangnya pada tahun 2010 nanti investasi China di Indonesia meningkat dua kali lipat menjadi sekitar US$ 30 Juta,” ujarnya.

Pada saat acara Indonesia-China Energy Forum di Shanghai, Perdana Menteri Huang Zu menjelaskan bahwa saat ini Kementerian Keuangan China telah bekerjasama dengan departemen pemerintah lainnya untuk menjajaki penggunaan bentuk energi alternatif ini sebagai pengganti minyak dalam upaya mengurangi ketergantungan negara tersebut atas energi fosil.

Kementerian mengusulkan bahwa China harus secara serius melakukan pengujian sumber-sumber energi terbarukan termasuk energi surya dan angin, serta menjajaki teknologi batubara-menjadi-minyak. Kementerian Keuangan akan membentuk lembaga pendanaan khusus atau memberlakukan kebijakan pajak khusus untuk mendanai riset bentuk energi berbeda.

Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pertemuannya dengan sejumlah pengusaha energi dan pertambangan China antara lain pimpinan perusahaan China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) dan Petrochina menyambut gembira rencana sejumlah pengusaha energi China untuk terjun dalam investasi bio-energi di Indonesia.

”Kita akan sambut dengan tangan terbuka rencana anda untuk masuk dalam investasi bio energi di negara kami. Sebab, negara kami sedang melakukan investasi besar-besaran dalam bidang tersebut,” ujar SBY, seperti dikutip Menteri Perdagangan Mari Pangestu.

Di pihak lain, Wakil Perdana Menteri Huang Zu mengatakan bahwa China akan terus meningkatkan keterbukaannya untuk lebih banyak menarik investasi asing.

Zu mengatakan China masih akan terus meningkatkan keterbukaan untuk mendorong pembangunan ekonomi dan sosial dan akan menarik investasi asing lebih aktif dan efektif. Zu mencatat bahwa jumlah investasi asing yang datang ke China masih tertinggal dari rata-rata dunia, dan masih banyak yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kualitas.

Investasi asing langsung (FDI) di China turun 5,5 persen tahun-ke-tahun pada Juli menjadi 4,279 miliar dolar AS, dan untuk tujuh bulan pertama tahun ini turun 1,16 persen menjadi 32,71 miliar dolar AS.

Tentang hubungan ekonomi Indonesia dan China, Zu mengatakan bahwa berbagai perjanjian kerjasama akan terus digalakkan. Berdasarkan data yang ada nilai investasi dan perdagangan kedua negara terus meningkat.

Total nilai perdagangan RI-China periode Januari-Desember 2004 mencapai US$ 8,71 Miliar, terdiri dari ekspor sebesar US$ 4,6 Miliar dan impor US$ 4,1 Miliar atau naik 21,1 % dibanding periode sebelumnya. Yang menarik, dalam hal investasi, hingga kini, jumlah investasi Indonesia di China lebih besar daripada investasi China di Indonesia. (iwansams dari Nanning, China).

China Hukum 17.500 Pejabat Terlibat Korupsi

Laporan Iwan Samariansyah dari Shanghai, RRC

Shanghai | Jurnal Nasional

KETIKA tiba di Shanghai pada 27 Oktober lalu, dalam rangka meliput kunjungan kerja lima hari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke negara berpenduduk 1,3 Miliar jiwa tersebut maka Jurnal Nasional langsung mencari informasi mengenai praktek pemberantasan korupsi di China. Mulai dari bertanya ke sana kemari pada teman-teman dari Kedubes RI, hingga membaca dari media-media terbitan China sendiri seperti China Daily dan Shanghai Daily.

Ada satu berita kecil Shanghai Daily, harian berbahasa Inggris soal pemberantasan korupsi di China edisi Minggu, 29 Oktober 2006. Tulisan yang ditulis oleh Wang Yong, seorang ilmuwan asal Shanghai itu mengajak agar para penegak hukum pemberantas korupsi tidak sekedar bekerja saat mereka mengenakan seragamnya saja. ”Corrupt cops should not just take off their uniforms” begitu judul tulisannya.

Wang Yong tampaknya berupaya mengajak penegak hukum di China untuk bekerja lebih keras lagi. Contoh kasus yang dia angkat adalah kasus kecelakaan bus di Chongqing yang menelan 30 jiwa penumpangnya. Menurut dia, itu bukan semata-mata kasus kecelakaan lalu lintas biasa. ”Investigasi yang dilakukan oleh polisi menunjukkan bahwa kecelakaan itu terjadi akibat adanya korupsi yang terjadi di tubuh perusahaan bus tersebut sehingga mengijinkan operator bus mengangkut jumlah penumpang melebihi kapasitas,” tulisnya.

Dia menginginkan polisi bertindak lebih jauh dengan mengusut kasus kecelakaan tersebut hingga ke akar-akarnya yaitu kasus korupsi di perusahaan bus. Itu merupakan contoh kasus, bagaimana media di China mendorong upaya pemerintah China melakukan pemberantasan korupsi secara besar-besaran. Hingga kini, sedikitnya 17.500 pejabat yang terlibat korupsi telah dihukum dengan keras oleh pemerintah.

Angka tersebut diungkapkan di tengah-tengah skandal korupsi di Shanghai tentang penyalahgunaan dana pensiun negara yang mengguncang kota berpenduduk 17 juta jiwa tersebut. Dua orang pejabat tinggi di Shanghai dilaporkan telah menjadi korban terbaru dalam skandal ini. Ling Baoheng dan Wu Hongmei, dari Komisi Pemantauan dan Administrasi Aset Negara, kini sedang ditanyai oleh aparat berwenang.

Perang melawan korupsi yang dicanangkan pemerintah komunis China sejak tahun 2003 telah menyikat sedikitnya 67.505 pejabat pemerintah China, termasuk juga sejumlah pejabat tinggi Partai Komunis China. ”Data ini menunjukkan bahwa jaksa di negara ini bertekad untuk menghilangkan korupsi,” kata Wang Zhenchuan, wakil jaksa utama Cina seperti dikutip oleh China Daily.

Pemerintah berusaha untuk menghentikan korupsi yang merajalela, karena khawatir praktek ini akan membuat pemerintahan Partai Komunis menjadi semakin lemah dan tidak berwibawa di mata rakyatnya.

Jaksa utama Cina, Jia Chunwang, dalam sebuah konperensi tentang korupsi di Beijing pekan ini mengatakan bahwa ”korupsi, jika tidak dikendalikan, akan mengancam demokrasi dan aturan hukum, dan mendorong peningkatan kejahatan terorganisasi dan terorisme. Karena itu perang melawan korupsi harus terus digalakkan di segenap lapisan pemerintah China”.

Berminggu-minggu, media di China baik cetak maupun elektronik gencar memberitakan kasus korupsi yang terbesar dan menjadi sorotan dalam beberapa bulan ini. Utamanya penyelidikan tentang dugaan penyalahgunaan dana pensiun di Shanghai, bernilai jutaan dollar AS.

Lebih dari 50 orang sampai sejauh ini sudah ditahan sehubungan dengan skandal ini, menurut laporan Hongkong Standard, sebuah koran besar di Hong Kong. Mereka yang ditangkap termasuk beberapa pejabat senior Shanghai dan sejumlah pengusaha.

Pejabat tertinggi pertama yang terseret ke dalam skandal pensiun ini adalah Chen Liangyu, yang dipecat dari jabatannya sebagai ketua Partai Komunis di Shanghai pada September lalu. Tokoh dan pejabat lain yang terseret dalam kasus itu termasuk pimpinan Formula Satu di Cina, Yu Zhifei, yang sudah ditanyai oleh aparat berwenang, dan kepala badan statistik negara itu, Qiu Xiaohua, yang dipecat dari jabatannya.

Salah satu orang terkaya di negara itu, Zhang Rongkun, akhirnya ditahan juga akibat terlibat dalam skandal Shanghai tersebut. Lebih dari 100 penyidik dari pemerintah pusat dikirim ke Shanghai untuk menelusuri uang yang hilang dari dana jaminan sosial Shanghai yang senilai 10 milyar yuan (US$ 1,25 milyar). Dana ini secara gelap digunakan sebagai pinjaman dan investasi ilegal di bidang real estate dan proyek-proyek infrastruktur lainnya.

Pembangunan fisik di China memang berlangsung luar biasa dan dalam skala yang masif. Kota bisnis dan pusat industri di pantai Timur China tersebut berdandan bak gadis rupawan China yang sedang mekar-mekarnya. Shanghai sebagai contoh. Dari udara, kota tersebut mirip kota-kota di belahan bumi barat, penuh bangunan pencakar langit dan jalan-jalan raya yang padat kendaraan.

Namun, seperti juga negara-negara yang sedang gencar berkembang dari segi bisnis dan ekonomi maka penyakit korupsi merajalela di China. Kerasnya hukuman bagi pelaku korupsi ternyata tidak membuat jera para pelaku korupsi di negara tersebut. Hukuman maksimal bagi pelaku tindak pidana korupsi di China adalah hukuman mati ditambah penyitaan total harta benda milik para pelaku korupsi. Begitulah. (**)

Investasi Rp 4 Triliun Terealisir

Laporan Iwan Samariansyah dari Nanning, RRC

Nanning | Jurnal Nasional

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Senin (30/10) ini akan menggelar pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri China Wen Jiabao di Nanning, China. Acara itu adalah salah satu acara kunjungan kerja Presiden SBY ke China sejak 27 Oktober lalu. Pertemuan itu menyusul telah disepakatinya investasi dari sejumlah pengusaha China sektor energi ke Indonesia sebesar Rp 4 Triliun, Sabtu lalu.

Usai acara tersebut, kedua pemimpin menghadiri Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN-China ke 15 yang bertujuan untuk mempererat hubungan antara negara-negara Asia Tenggara dengan negara berpenduduk 1,3 Miliar jiwa tersebut.

Ikut serta pada acara tersebut sejumlah Menteri kabinet Indonesia bersatu, sejumlah kepala daerah, anggota DPR dan sejumlah pengusaha nasional yang memiliki mitra dagang dengan kalangan pengusaha China. Diantara yang ikut serta adalah Menteri Luar Negeri Hasan Wirayuda, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Gubernur Papua Barnabas Suebu dan Gubernur Jawa Tengah Mardiyanto.

Tujuan utamanya, kata kepala negara pada saat press briefing di pesawat kepresidenan, untuk mencari dan mendapatkan peluang ekonomi demi kepentingan nasional. ”Kita harus mendapatkan sesuatu dari kebangkitan ekonomi China,” kata Presiden.

Tak tanggung-tanggung, SBY yang bertekad memimpin langsung Indonesia Incorporated dalam rangka memperbesar jalinan kerjasama ekonomi dengan China menggelar pertemuan one on one dengan sejumlah pengusaha China. Terutama mereka yang telah merealisasikan kontrak sebagai realisasi dari MOU yang dibuat pada Forum Energi Indonesia-China pertama pada tahun 2002 lalu di Bali. Rincian kontrak, lihat tabel.

Sejumlah pengusaha China menyatakan pula ketertarikannya untuk memperbesar jumlah investasinya di Indonesia, terutama dalam pengembangan sektor kelistrikan dan bio energi. Cao Guang, Presdir Chengda Engineering Corporation of China menyatakan bahwa saat ini minyak bumi semakin langka dan semakin mahal, karena itu bio energi menjadi salah satu alternatif sumber energi yang layak dikembangkan.

Chengda adalah salah satu perusahaan China yang akan membangun Power Plant 2x100 Megawatt di Jeneponto, Sulawesi Selatan dengan investasi sebesar US$ 170 Juta. Chengda juga sedang melanjutkan investasinya dalam bidang Coal based Chemical Plant di Balocci, Pangkep, Sulawesi Selatan dengan investasi sebesar US$ 687 Juta.

Menteri Energi dan Sumber daya Mineral Purnomo Yusgiantoro pada kesempatan tersebut juga menyatakan bahwa saat ini krisis energi tengah mengancam dunia. Itu terlihat dari lonjakan harga minyak mentah dunia di pasar internasional yang berkisar US$ 70 perbarel. Bagi Indonesia, melonjaknya harga minyak mentah dunia telah memaksa pemerintah menaikkan harga minyak. ”Ketergantungan kepada minyak bumi tidak bisa dipertahankan terus,” kata Purnomo.

Karena itulah Indonesia bertekad untuk melanjutkan program strategis untuk melepaskan diri dari ketergantungan pada minyak bumi. Energi yang dikembangkan, kata Purnomo, adalah gas, panas bumi, matahari, angin, energi nuklir dan tentu saja bio-energi. Indonesia sangat mendukung pengembangan industri pertanian pemasok bahan bakar nabati seperti jarak, kelapa sawit, kentang, singkong, tebu dan sebagainya.

Kunjungan ke China tersebut juga dimanfaatkan oleh Presiden SBY dan rombongan untuk mempelajari cara-cara pemerintah China mengelola dua hal yang sedang menjadi masalah besar di Indonesia. Pertama, pengelolaan sampah sebagai sumber energi dengan mengunjungi Shanghai Pudong City Heat Energy. Kedua, manajemen pariwisata China yang berhasil mengelola pariwisata sungai dan pegunungan di Guilin, China Selatan.

Pada Minggu (29/10), rombongan Presiden SBY yang telah tiba di Guilin, sebuah kota wisata di provinsi Guangzhou sekitar dua jam perjalanan dengan menggunakan pesawat Garuda Boeing 737-400 ke arah selatan melakukan perjalanan wisata menyusuri sungai Lijiang dari Dermaga Zhujiang, Guilin menuju Yangshuo Village.

Menurut Dubes Indonesia untuk RRC Sudradjat, boat cruise di sungai Lijiang merupakan atraksi wisata yang terkenal di Guilin, dengan pemandangan alam yang terindah di China. Turun dari perahu, rombongan kemudian menuju Reed Flute Cave yang merupakan atraksi wisata terkenal dengan stalaktit, stalakmit dan tirai batu yang umurnya sudah ribuan tahun. ”Benar-benar menakjubkan,” komentar Menteri Perdagangan Mari Pangestu yang juga ikut serta dalam rombongan tersebut.

SBY Ajak Dunia Pariwisata Belajar dari China

Laporan Iwan Samariansyah dari Guilin, RRC

Guilin | Jurnal Nasional

HARI Ketiga kunjungan kerja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke China dimanfaatkan untuk mempelajari perkembangan pariwisata di negara tersebut. Memang, beberapa kota di China menjadi daya tarik utama negara tersebut, berkat keindahan alamnya, nilai sejarah maupun kedinamisan sebuah kota modern.

”Kita ingin belajar dari China. Pariwisata disini dikelola dengan baik dan banyak contoh lokasi wisata di China dikelola dengan manajemen yang berdisiplin tinggi sehingga berkembang dengan sangat baik,” ujar Presiden kepada wartawan sebelum memulai kunjungan menuju dua tempat wisata paling utama di Guilin, China Selatan.

Kedua tempat wisata tersebut adalah wisata sungai menyusuri Sungai Li (Li Jiang) dan wisata gua karst Reed Flute Cave. Disebut sebagai pusat wisata paling utama karena kunjungan wisatawan dunia menuju dua lokasi tersebut jumlahnya mencapai tidak kurang dari 10 juta wisatawan pertahun.

Pelayaran kapal menelusuri Sungai Li yang membelah kota Guilin merupakan atraksi wisata yang terkenal di China, dengan pemandangan alam di sepanjang daerah aliran sungai yang indah dan menakjubkan. Presiden SBY dan seluruh rombongan tak henti-hentinya berdecak kagum menyaksikan keindahan alam pegunungan di sepanjang aliran sungai bermula dari dermaga Zhujiang, Guilin dan berakhir di Desa Yangshuo.

Selama tiga jam lebih, para peserta kunjungan kerja dari Indonesia tersebut mendapat informasi berharga dari pejabat kota Guilin yang ikut serta dalam rombongan tersebut bagaimana pemerintah kota mengelola wisata sungai tersebut. Dua kapal ferry mengangkut rombongan menyusuri sungai Li yang lebarnya sekitar 50 meter tersebut sejauh 80 km ke arah hilir.

Di sepanjang perjalanan, selain menyaksikan pemandangan alam yang mempesona, mereka juga dapat menyaksikan langsung kehidupan masyarakat China di pedesaan sepanjang sungai mulai dari menangkap ikan, menggembala kerbau maupun beternak itik dan angsa. Meski cukup panjang dan lama, perjalanan wisata sungai tersebut sama sekali tak menjemukan apalagi para pemandu wisata cukup terlatih memberikan informasi mengenai apa saja yang dapat disaksikan sepanjang perjalanan.

Sungai Li sendiri tampak terawat, jernih dan terlihat batu-batuan di dasar sungai. Yang mengherankan, meski sepertinya tidak terlalu dalam, kapal ferry yang membawa rombongan tidak pernah kandas atau terbentur batu-batuan sungai yang banyak terdapat di sepanjang aliran sungai tersebut. Saat waktu makan siang, sejumlah hidangan sungai seperti ikan, udang dan masakan khas China dihidangkan pada peserta tur.

Tidak hanya Presiden SBY saja yang diundang menikmati wisata di Guilin, kepala negara dari Filipina yaitu Presiden Gloria Macapagal Arroyo beserta rombongan juga melakukan hal serupa. Hanya saja Arroyo berangkat sejam lebih dahulu dengan menggunakan kapal ferry yang lain.

Rombongan berhenti di dermaga Yangshuo dan langsung melanjutkan wisata menelusuri gua karst yang dikenal dengan stalaktit, stalakmit dan tirai batu yang umurnya sudah ratusan ribu tahun. Wisata penelusuran gua yang menaiki lebih dari 100 anak tangga dari batu tersebut sungguh menarik. Pemandu wisata juga pandai bercerita mengenai tampilan-tampilan stalaktit dan stalakmit di gua tersebut.

Hadir pada acara kunjungan wisata tersebut adalah Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik dan para pejabat di kementerian tersebut. Usai kunjungan, tanpa membuang waktu, SBY langsung menggelar pertemuan dengan para menterinya untuk mengevaluasi sektor pariwisata nasional yang diakui agak mundur saat ini. ”Pariwisata berada jauh di bawah target rencana pembangunan kita,” kata SBY.

Selasa, Agustus 26, 2008

Karyawan Bermental Pemenang

Oleh : Iwan Samariansyah *)

MENCERMATI gaya para pencari kerja dan kaum pekerja sekarang ini maka saya mengambil kesimpulan bahwa para karyawan generasi sekarang ini yang bekerja di berbagai perusahaan punya perbedaan besar dengan generasi sebelumnya. Apalagi mereka yang berusia sekitar 30 tahun, dan umumnya kelahiran tahun 1980-an. Para karyawan ini relatif muda, energik dan punya tuntutan tinggi terhadap perusahaan tempat dia bekerja.


Bila di masa lalu, perusahaan bisa menuntut karyawannya untuk loyal dan patuh pada aturan perusahaan tempatnya bekerja tampaknya untuk generasi abad 21 ini, kaidah-kaidah tersebut tak lagi bisa dipertahankan. Kaidah-kaidah sumber daya manusia (SDM) yang menuntut loyalitas karyawan tersebut hanya cocok di abad industri, namun saat informasi makin berkembang dan meluas yang ditandai dengan adanya internet terjadi perubahan mendasar.


Perekonomian dunia saat ini tumbuh pesat dan begitu banyak lapangan-lapangan pekerjaan baru tercipta di dunia yang semakin salin tergantung saat ini (inter dependence). Jenis-jenis usaha baru yang di abad lalu tak dikenal kini bermunculan. Itu semua dimungkinkan dengan adanya teknologi informasi dan komunikasi yang semakin lama semakin canggih dan berkembang luar biasa cepatnya melampaui prediksi banyak orang.


Peluang dan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dalam bentuk yang tak terbayangkan semakin terbuka. Siapa saja asal memiliki kompetensi dan kapasitas profesional tanpa memandang bangsa, ras, suku, gender dan agama bisa memasuki lapangan pekerjaan apapun. Atau justru menciptakan jenis pekerjaan baru yang tadinya belum terfikirkan. Dan pada akhirnya makin banyak perusahaan-perusahaan di dunia memberlakukan “equal employee opportunity”.


Mengapa demikian ? Menurut hemat saya, hal ini penyebabnya adalah makin mandirinya para karyawan. Akses informasi semakin luas. Para karyawan saat ini memiliki komputer yang tersambung dengan internet, mereka juga memegang laptop, handphone, ipod dan berbagai peralatan teknologi komunikasi. Mereka familiar dan ahli menggunakannya. Ini membuat bos-bos lama pemilik perusahaan menjadi ketinggalan jaman.


Karyawan abad 21 saat ini jelas memiliki posisi tawar yang lebih tinggi daripada generasi karyawan satu dekade lalu. Saat ini, perusahaan tidak bisa lagi selalu dominan terhadap karyawannya, karena sekarang ini bukan hanya perusahaan yang bisa memilih karyawannya, tetapi para karyawanpun bisa memilih perusahaan mana yang dia sukai. Prinsipnya perusahaan dan karyawan memiliki posisi yang sama, sama2 membutuhkan.


Loyalitas karyawan saat ini terletak pada kepuasannya dalam menyumbangkan keahlian yang dimilikinya. Perusahaan harus pandai-pandai mengelola sumber daya yang dimilikinya, sebab bila terjadi ketidakpuasan sedikit saja yang dialami para karyawan muda yang melek teknologi ini maka mereka akan keluar dan pindah ke perusahaan lain. Terkadang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.


Generasi karyawan abad 21 memang jauh lebih mandiri. Mereka berani tawar menawar soal gaji dengan pihak perusahaan seraya menunjukkan kemampuan mereka dalam bekerja. Bila pada abad lalu perusahaan, setidaknya para bos di jajaran pimpinan berani mengatakan "take it or leave it" pada para karyawannya, maka sekarang ini para karyawan-pun berani mengatakan hal yang sama pada perusahaan yang akan mempekerjakannya : "take me or no way"


Sudah banyak terjadi, karyawan dengan prestasi terbaik di sebuah perusahaan saat sudah memiliki keahlian tinggi dengan jaringan klien yang luas memutuskan untuk keluar dari perusahaan dan memilih menjadi pebisnis. Bahkan menjadi pesaing bagi bekas perusahaannya. Misalnya saja karyawan perusahaan perbankan, saat sudah mencapai posisi tertentu, memutuskan keluar dan menjalankan usahanya sendiri di bidang perbankan pula.


Di era teknologi informasi sekarang ini, hal tersebut dimungkinkan. Dalam dunia pekerjaan memang ada yang memilih sebagai karyawan, tetapi ada pula yang menjadi pebisnis. Pebisnis berarti orang yang tidak bekerja sebagai karyawan tetapi melakukan usaha yang mendatangkan pendapatan sendiri. Banyak bidang bisnis saat ini seperti bisnis jual beli properti, jual beli mobil, buka restoran, menjadi pemborong, makelar tanah, sampai ke bisnis-bisnis jasa seperti jasa periklanan, event organizer, kursus pendidikan, dan lain sebagainya.


Mental Karyawan model lama di abad lampau umumnya berpendapat bahwa karyawan itu hidup matinya ditanggung oleh perusahaan, jadi tidak boleh macam-macam, harus manutan, jangan coba-coba bikin masalah karena kalau dipecat habislah sudah hidupnya. Karyawan di abad baru, justru mengukur kemampuannya sendiri dan selalu mempertanyakan apakah upah yang dia terima sudah sesuai dengan kemampuan yang dia sumbangkan untuk perusahaan tempatnya bekerja.


Mental karyawan model lama seperti itu sesungguhnya agak aneh, dan bisa jadi mental itu bertahan berhubung diwariskan dari mental para ambtenaar yang bekerja untuk negara, para pegawai negeri. Saat itu era kolonialisme mencengkeram negeri ini dan yang namanya karyawan itu adalah orang gajian yang dihidupi oleh negara dan semua kebutuhan ditanggung oleh perusahaan, karyawan dan seluruh keluarga sampai hari tua.


Jadi para karyawan seolah-olah merasa nyaman dan hidup tenteram karena sudah tidak perlu memikirkan apa-apa lagi, yang penting bekerja yang baik dan sesuai aturan. Kalau sakit akan ditanggung oleh perusahaan, kalau butuh uang bisa cash bond sama perusahaan, sehingga hidup matinya hanya untuk perusahaan tempat dia bekerja. Tumbuhlah suatu kebanggaan dan loyalitas pada perusahaan karena karyawan berhutang budi pada perusahaan.


Karyawan abad 21 umumnya tidak lagi punya sikap seperti itu. Umumnya mereka adalah karyawan yang terdidik, trampil dan memiliki keahlian khusus. Mereka tak lagi sepenuhnya tergantung pada perusahaan. Sepanjang perusahaan masih memerlukan mereka dan mereka merasa dihargai oleh uang jasa yang diperolehnya dari perusahaan maka sepanjang itulah mereka akan bekerja dengan baik. Begitu kenyamanan mereka terusik, merekapun tak segan-segan meninggalkan perusahaan entah pindah ke perusahaan lain ataupun mendirikan bisnis sendiri sesuai dengan keahliannya.

Sebagai karyawan di abad 21 hendaknya persiapkan diri anda sendiri pula sebagai pebisnis. Saat anda bekerja, sebenarnya anda sedang menanamkan investasi bisnis di perusahaan anda. Bekerjalah sembari mengembangkan diri sendiri dan anggap bos dan rekan kerja anda sebagai partner bisnis anda bukan sebagai pesaing apalagi tuan besar yang bisa mengatur hidup anda. Dunia terus berkembang dengan pesat saat ini.

Begitu banyak peluang di sekitar anda. Menjadi pebisnis dan karyawan sekaligus sangat memungkinkan. Ini peluang bagi anda yang masih berstatus karyawan. Berorientasilah pada hasil yakni penghasilan anda. Bila penghasilan anda sebagai karyawan tidak lagi memuaskan dan anda mulai merasa tidak nyaman mungkin sudah saatnya anda terjun sendiri sebagai pebisnis mandiri. Atau mencari perusahaan yang sanggup menggaji anda lebih besar.

Tetaplah optimis dan bermental sebagai pemenang !

*) Penulis saat ini bekerja sebagai karyawan profesional di sebuah perusahaan media di Jakarta

Minggu, Agustus 24, 2008

Krisis Minyak : Dari Fiksi ke Fakta

Saya sedang membaca ulang salah satu koleksi novel saya berjudul "Sang Negosiator" karya Frederick Forsyth. Ini novel lama, diterbitkan pertama kali tahun 1989 kemudian oleh Gramedia diterjemahkan dan diterbitkan di Indonesia tahun 1993. Kisah novel ini latar belakangnya adalah krisis energi dunia yang dikaitkan dengan upaya Amerika Serikat dan Uni Soviet, dua negara adidaya masa itu mencapai perdamaian dunia.

Pada salah satu bagian novel yang menarik itu, ditulis sebuah laporan yang menarik. Buat saya, yang membaca ulang kembali novel tersebut hari ini, 24 Agustus 2008, apa yang digambarkan oleh laporan tersebut seperti de ja vu buat saya : artinya secara harafiah adalah "pernah lihat". Maksudnya mengalami sesuatu pengalaman yang dirasakan pernah dialami sebelumnya. Bukankah saat ini kita tengah mengalami masa krisis energi juga?

Coba deh simak laporan yang ditulis oleh Dixon, seorang analis lulusan Texas State University yang ditujukan untuk Cyrus V. Miller, CEO dari Pan-Global Oil Corporation. Nama-nama ini tentu saja tokoh fiktif yang ada di novel tersebut, begitu juga nama perusahaannya yang disebut sebagai perusahaan minyak besar dengan aset $3,25 Miliar, kira-kira mirip dengan Shell, Tenneco, Conoco, Enron, Coastal dan Pennzoil.

Begini bunyinya : "Intinya adalah dunia bebas makin kehabisan minyak. Sampai sekarang, mayoritas rakyat Amerika tidak mengetahui fakta ini, karena usaha pemerintah yang tak kenal lelah untuk mempertahankan cerita bahwa situasi 'minyak murah' seperti ini akan berlanjut seterusnya.

Bukti yang mendukung pendapat bahwa minyak makin habis, tercantum dalam tabel cadangan minyak dunia di bagian atas laporan. Dari 41 satu negara penghasil minyak di dunia, hanya 10 negara yang diketahui memiliki cadangan minyak yang dapat bertahan diatas 30 tahun. Tapi angka inipun dianggap terlalu optimistik. Masa 30 tahun tersebut didasarkan pada asumsi produksi terus-menerus dengan tingkat yang sama dengan tingkat produksi sekarang.

Padahal, tingkat konsumsi minyak, dan juga tingkat pengeborannya, makin meningkat setiap saat. Semakin banyak produsen minyak yang cadangannya mati, semakin banyak pula tingkat pengeboran minyak dari cadangan yang tersisa. Jangka waktu 20 tahun bisa dikatakan masa paling wajar untuk mengasumsikan habisnya cadangan minyak 31 negara produsen minyak. Ini berarti tinggal 10 negara produsen minyak di dunia.

Takkan ada energi pengganti untuk menyelamatkan malapetaka ini. Untuk 30 tahun mendatang, hanya ada dua pilihan bagi dunia bebas : minyak atau kematian ekonomi. Posisi Amerika Serikat sendiri juga dengan cepat menuju kehancuran ! Kebijakan impor minyak kita dari Timur tengah adalah kebijakan yang keliru dan akan menimbulkan ledakan depresi ekonomi yang bisa jadi membuat dunia bebas collaps dalam semalam."

Begitulah bunyi laporan tersebut. Saat ini sebagaimana kita ketahui, dunia sedang dihadapi krisis energi yang akut. Harga BBM sudah menyentuh angka diatas US$ 100 per barel. Dampaknya luar biasa bagi perekonomian global saat ini. Bisa dikatakan bahwa tidak ada satu negarapun yang menerapkan sistem ekonomi terbuka yang tidak merasakan dampak kenaikan harga minyak dunia tersebut.

Menurut banyak analis, penyebab utama dari kenaikan harga minyak dunia ini ditengarai sebagai kombinasi dari adanya faktor ketegangan di Timur Tengah—antara Turki dan Irak yang penghasil minyak—serta masalah baru antara AS dan Iran, ditambah jatuhnya cadangan minyak AS menjelang musim dingin, serta keraguan akan penambahan produksi OPEC (Kompas, dalam berbagai edisi hingga Agustus 2008).

Seiring dengan kenaikan tersebut, kemudian bermunculanlah berbagai dampak atas kenaikan harga minyak dunia tersebut. Seperti yang dapat kita lihat di Indonesia bahwa kenaikan harga minyak dunia ini telah menyebabkan industri manufaktur domestik terpukul telak. Namun demikian, tidak semua negara dengan adanya kenaikan harga minyak dunia ini lantas mengalami dampak negatifnya.

Beberapa negara penghasil minyak dunia justru mengalami keuntungan dari kenaikan harga minyak dunia ini. Keuntungan dari kenaikan harga minyak ini kemudian banyak ditanamkan dalam bentuk Sovereign Wealth Funds (SWFs).

Tercatat bahwa Kuwait adalah negara pertama yang mempraktekkan SWFs sebagai bagian kebijakan ekonominya. Pada tahun 1953 Kuwait mendirikan Kuwait Investment Authority (KIA) sebagai dampak surplus perdagangan minyak yang mendera negara tersebut. Saat ini KIA tercatat sebagai SWFs terbesar kelima dibawah Various Funds milik Arab Saudi.

Dalam konteks ekonomi global kontemporer, terutama dengan kenaikan harga minyak dunia, geliat SWFs dari negara-negara penghasil minyak dunia semakin jelas memperlihatkan tajinya. Bahkan di kancah perekonomian Barat (semisal Inggris dan AS), keberadaan SWFs telah menjadi satu momok yang bergitu menakutkan. Betapa tidak, bahwa saat ini SWFs mengontrol lebih dari 2,2 triliun dollar AS dana investasi atau sekitar enam kali lipat produksi domestik bruto (PDB) Indonesia.

Prediksi pertumbuhan SWFs lima tahun kedepan dapat mencapai aset senilai 5 triliun dollar AS dan senilai 10 triliun dollar AS untuk sepuluh tahun mendatang, dengan asumsi dinamika ekonomi global seperti saat ini. Dana-dana tersebut pun masih jauh lebih besar dibandingkan dengan dana-dana yang dikelola oleh badan investasi global. Dan yang lebih menakutkan pihak barat, dengan kekuatan dana investasi SWFs negara-negara penghasil minyak, bahwa investasi mereka telah merambah tidak hanya kearah negara-negara berkembang namun juga telah merambah negara-negara barat.

Berdasarkan data yang dirilis Harian Inggris, The Independent beberapa SWFs asal negara-negara penghasil minyak telah memiliki beberapa aset yang berasal dari negara-negara Barat. Abu Dhabi Investment Authority (ADIA) milik Pemerintah Uni Emirat Arab tercatat memiliki dana investasi senilai 625 miliar dollar AS. Namun penelitian Bank Jerman melansir bahwa investasi ADIA lebih besar dari yang dirilis The Independient, yaitu senilai 875 milliar dollar AS.

ADIA ini adalah SWFs terbesar didunia berdasarkan kepemilikan dana investasinya. Hingga saat ini, ADIA telah memiliki perusahaan Apollo Management, perusahaan berbasis di AS, yang bergerak di bidang saham. Selain itu baru-baru ini ADIA pun telah menambah “koleksi” perusahaan AS yang bernama Carlyle, bergerak di bidang investasi global, kedalam jaringan bisnisnya.

Selain ADIA, Uni Emirat Arab juga memiliki SWFs lain yang bernama Dubai International Capital (DIC) yang masih kalah kecil jika dibandingkan dengan ADIA. Namun demikian, DIC ini tercatat merupakan SWFs yang aktif membeli saham-saham berbagai perusahaan di Inggris, termasuk Travelodge, Doncasters dan Merlin. Selain itu, DIC ini juga termasuk sebagai pemilik Madame Tussaud’s. Bahkan sebagian saham HSBC dan perusahaan penerbangan Eropa, EADS, telah berpindah ke tangan DIC.

Tidak hanya bermain di Inggris, DIC inipun telah pula merambah ke AS dengan ikut memiliki saham perusahaan milik jaringan rumah mode milik Barneys dan Standard Chartered. Selain Uni Emirat Arab, masih adapula Arab Saudi dengan Various Funds-nya yang mengelola dana 300 miliar dollar AS, Kuwait dengan KIA yang mengelola dana investasi senilai 250 miliar dollar AS dan Qatar dengan Qatar Investment Authority (QIA) yang mengelola dana sebesar 60 miliar dollar AS.

Dana investasi yang dimiliki SWFs dari negara-negara penghasil minyak ini sepenuhnya berasal dari surplus ekspor minyak. Berbeda dari negara-negara lain yang memiliki SWFs pula, semisal Bostwana dengan Pula Fund yang memiliki dana investasi yang berasal dari penjualan berlian ataupun China dengan China Investment Corporation (CIC) yang dananya berasal dari surplus perdagangan industrinya. Atau juga Singapura dengan Government of Singapore Investment Corporation (GIC) yang dana investasinya berasal dari perdagangan dan sektor jasa.

Maka dengan kondisi kenaikan harga minyak dunia seperti saat ini, dapat dibayangkan berapa banyak surplus yang dinikmati negara-negara produsen minyak tersebut serta banyaknya dana yang akan diinvestasikan ke SWFs mereka masing-masing. Andai saja negara kita, Indonesia, punya kesempatan memiliki dana sebesar ini, maka krisis ekonomi dan semua beban finansial negara akibat besarnya hutang luar negeri itu bakal selesai dengan sendirinya.

Selasa, Agustus 19, 2008

Proklamasi di Perut Bumi

TAHUN ini saya merayakan hari kemerdekaan dengan cara yang sedikit agak luar biasa. Kalau yang lain merayakan hari lahirnya Republik Indonesia itu dengan cara melakukan upacara, pawai, karnaval, menggelar berbagai lomba di permukaan tanah, maka saya dan sejumlah kawan dari Jurnal Nasional dan Mapala UI menggelar upacara di dalam perut bumi. Tepatnya di komplek gua Buniayu, Kabupaten Sukabumi.

Benar-benar upacara, karena kami juga menyanyikan lagu Indonesia Raya, mengucapkan Pancasila dan membacakan naskah Proklamasi. Bahkan saya didaulat teman-teman untuk menyampaikan pidato hari kemerdekaan. Bisa jadi satu-satunya pidato hari kemerdekaan 17 Agustus di bawah tanah pada saat itu. Saya tidak tahu seberapa dalam gua landak yang kami masuki saat itu, tetapi saya yakin tidak kurang dari 25 meter dari permukaan tanah.

Kami memulai ekspedisi ini pada Sabtu, 16 Agustus 2008. Berangkat dari kantor di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur sekitar pukul 17.00 WIB dan sampai di lokasi sekitar pukul 23.00 WIB dini hari. Kamipun menginap di rumah salah satu penduduk yang terletak tidak jauh dari lokasi penelusuran gua. Penat karena perjalanan jauh, dengan cepat kamipun tertidur di peraduan masing-masing.

Selain tim Jurnas yang terdiri dari saya, Lina, Devi, Ferry, Tono, Wening dan Esthi, ikut serta pula dua orang pembaca Jurnas yaitu Astri dan Dewi. Kedua gadis manis ini adalah teman Esthi yang berminat ikut serta dalam kegiatan kami. Jadi kesemuanya ada dua belas orang. Enam orang laki-laki dan enam orang lainnya perempuan.

Sebelum turun ke dalam gua, terlebih dahulu para mahasiswa yang menjadi pemandu kami dalam menelusuri gua landak menyampaikan briefing, juga memberikan pakaian khusus untuk keperluan ekspedisi tersebut. Pengetahuan dan wawasan kami mengenai ilmu gua yang disebut speleologi pun bertambah berkat anak-anak muda dari Mapala UI itu : Damsyik, Riri, Aji dan Maryan. Usia mereka tak lebih dari 25 tahun, tapi soal pengalaman menelusuri gua, jangan ditanya lagi. Merekalah ahlinya.
Gua Landak yang kami masuki itu adalah gua yang masih benar-benar alami. Tak banyak tangan yang menyentuh gua tersebut. Pintu masuknya juga begitu sempit, hanya sekitar setengah meter di muka tanah, meskipun bertambah lebar dan luas saat sudah masuk ke dalam gua tersebut. Kontur dinding dan dataran gua yang kami masuki tidaklah datar, melainkan turun naik dan terkadang dengan tingkat kesulitan yang lumayan tinggi.

Para peserta ekspedisi menjalaninya dengan tabah. Padahal kebanyakan kami yang ikut dalam ekspedisi tersebut benar-benar amatir. Jadi penelusuran gua yang diikuti itu adalah kegiatan pertama di perut bumi yang diikuti. Hanya mereka yang memiliki jiwa petualang sejati sajalah yang mampu menekuni kegiatan yang memakan begitu banyak energi seperti yang kami lakukan saat itu.

Bayangkan saja. Gua tersebut nyaris tak pernah tersentuh tangan manusia. Bila senter sebagai satu-satunya alat penerang gua dimatikan maka keadaan langsung seketika itu gelap gulita. Tak setitik cahayapun bisa menggapai kedalaman gua yang dijalani oleh kami.

Kami turun ke dalam perut bumi pukul 08.30 WIB, dan tanpa terasa jam-jam berlalu. Semangat mendapatkan sesuatu yang baru membuat semua orang tak begitu peduli dengan rasa lelah dan pegal yang mulai menghinggapi sekujur tubuh. Untung kami mengenakan baju khusus untuk menelusuri gua yang disediakan oleh kawan-kawan Mapala UI, sehingga meskipun harus bertiarap atau merangkak dan mengotori kostum yang kami kenakan, bukan masalah bagi kami.

Dan sekitar pukul 10.00 WIB, kami tiba di tempat yang agak lapang dan luas di dasar gua landak. Kamipun bersiap menggelar peringatan detik-detik proklamasi. Lina, layouter Jurnal Nasional kami tunjuk sebagai dirijen untuk memimpin lagu yang kami nyanyikan. Kami memulainya dengan menyanyikan lagu Syukur karya H Mutahar. Setelah itu naskah Proklamasi saya bacakan, dengan membayangkan seolah-olah sayalah Bung Karno itu.
Lantas Aji, satu orang anggota Mapala UI membacakan Pancasila, dasar negara yang lantas ditirukan oleh semua peserta upacara. Baru setelah itu Lina memimpin kami semua menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Kesannya yang tercipta sungguh mendalam, tak menyangka bahwa kami akan memperingati detik-detik proklamasi di perut bumi. Luar biasa perasaan yang kami semua alami saat itu.

Setelah lagu Indonesia Raya, pidato hari kemerdekaan pun saya sampaikan secara singkat. Wening, fotografer Jurnas yang juga alumni Mapala UI sampai takjub dan lama sesudah itu mengatakan pada saya. "Wah, pidatonya pak Iwan serius juga ya," ujarnya. Saya cuma tersenyum mendengarnya. Kalau untuk nasionalisme dan patriotisme tentu saja harus serius, karena kalau tidak ya kita tidak merdeka.

Soekarno, Hatta dan para pendiri negara ini pada 17 Agustus 1945 itu orang-orang yang keras hati dan teguh pendirian. Mereka tak peduli, meskipun harus mengorbankan jiwanya untuk kemerdekaan rakyat dan bangsanya ketika itu.

Sore hari, sekitar jam 15.00 WIB, setelah sempat menelusuri sungai di bawah tanah dan menemukan sarang kelelawar yang dihuni ratusan kelelawar kamipun keluar dari goa tersebut yang ternyata tembus ke gua utama yaitu goa Buniayu, tempat wisata utama kawasan hutan lindung yang dikelola pihak Perhutani. Kamipun pulang dengan membawa pengalaman baru yaitu merayakan hari kemerdekaan di perut bumi.
(Naskah oleh Iwan Samariansyah dan Foto oleh Wahyu Wening Priambodo).

Seren Taun 2008 : Eksotisme Negeri di Awan

Seren Taun menjadi pesta adat bagi warga Banten Kidul yang selalu ditunggu-tunggu. Acara syukuran panen ini juga dihadiri puluhan ribu orang meski untuk mencapai Kasepuhan Ciptagelar mesti menempuh medan berat.

TEKS DAN FOTO IWAN SAMARIANSYAH

Terpencil namun begitu makmur. Itulah kata yang pantas disematkan untuk kampung adat Ciptagelar Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat yang saya kunjungi awal Agustus lalu. Saya datang untuk menyaksikan upacara seren taun atau syukur panen yang digelar Kasepuhan Ciptagelar untuk mensyukuri hasil panen padi sekali dalam setahun.

Daerah yang biasanya sepi dan senyap itu mendadak ramai oleh berbagai jenis kendaraan roda empat dan roda dua. Semua menuju ke satu titik. Ribuan orang terus mengalir menuju perkampungan adat yang terletak di dataran lembah kaki Gunung Halimun. Tak peduli betapa beratnya medan yang mesti dilalui, penuh tanjakan, turunan dan tikungan tajam di bibir jurang hutan primer Gunung Halimun.

Saya heran juga menyaksikan tekad orang-orang yang mendatangi kediaman pemimpin Kesatuan Adat Banten Kidul, Abah Ugi Sugriana (21 tahun). Kampung adat yang senantiasa diselimuti kabut tebal itu memang terpencil. Susah payah kami menuju ke sana. Kendaraan yang saya pakai dan disupiri Nasikin, supir kantor memang bukan jenis kendaraan off-road sebagaimana yang dipergunakan para tamu lainnya.

Saya mengikuti perjalanan ke Ciptagelar itu melalui perjalanan panjang sejak dari JakartaLima jam lebih kami alami saat mobil mulai memasuki Pelabuhan Ratu dan langsung menuju Cikadu, pintu gerbang saat medan berat harus kami lalui. Hampir selama tiga jam tubuh terguncang-guncang dalam mobil yang menembus hutan di atas jalan bebatuan dengan kontur terjal. menuju Sukabumi, kemudian tiba di Pelabuhan Ratu.

Jalan yang dilalui terkadang mendaki tajam, di satu sisi tebing tinggi dan sisi lainnya adalah jurang dalam tak bertepi. Mengerikan. Kerapkali saya menahan nafas saat mesin mobil menggerung-gerung menaklukkan jalan berpasir dan bebatuan. Khawatir terjadi sesuatu. Doa terus dipanjatkan sepanjang jalan. Berat nian rasanya perjalanan guna menelusuri budaya Sunda lama ini. Luar biasa.Ketika tanjakan menjelang Kampung Gunung Boko, mobil sempat selip.

Untunglah saat itu ada Zainal Abidin, warga setempat yang membantu kami mengatasi gangguan yang sempat membuat saya dan Nasikin habis akal itu. Karena kemalaman, kamipun memutuskan menyambut tawaran Zainal untuk menginap di rumahnya yang sederhana di Gunung Boko.

Keesokan harinya, kami melanjutkan perjalanan menuju Ciptagelar. Pagi berkabut menyelimuti jalanan yang kami lalui. Namun akhirnya, meski dengan ketar-ketir sampai jugalah kami di titik tempat acara akan berlangsung, di halaman imah gede, sebuah bangunan khas nan kokoh, semi-panggung, berdinding bambu, dan beratap ijuk. Inilah dia kraton kasepuhan Ciptagelar yang konon merupakan pewaris dari Kerajaan Sunda Pakuan Padjajaran itu.

Penat perjalanan sirna tatkala sambutan semilir angin pagi menerpa lembut, mengabarkan damai dan suka cita negeri di lereng Gunung Halimun itu. Suasana perjalanan yang sebelumnya penuh tantangan melewati jalan bebatuan dengan kondisi kelokan tajam naik turun bukit, dengan ketegangan yang selalu menemani, berakhir saat kendaraan menyentuh lahan parkir, negeri di awan itu.

Ketegangan berganti damai, kengerian jurang di kiri-kanan jalan yang sebelumnya dilewati menjelma menjadi kesejukan yang dalam menyentuh hati. Suasana tenteram yang berbalut kesejukan ini ada di Kampung Ciptagelar, yang berdiri tegak di lereng Gunung Halimun pada ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut. Halimun mengandung arti kabut, karena memang setiap hari sekitar pukul tiga sore, kabut mulai menyelimuti puncaknya. Tak heran Ciptagelar yang berada di leher gunung tersebut serasa negeri yang melayang di awan. Eksotis dan mempesona.

Syukurlah, kami tiba dalam keadaan sehat mengingat medan yang kami tempuh sebelumnya benar-benar sangat menguras tenaga. Ramai suasana di sana, land rover dan kendaraan lapangan lainnya berjajar, bikers-bikers pun memarkirkan sepeda-sepeda mereka. Begitu juga sejumlah sepeda motor, kendaraan favorit di kawasan pegunungan tersebut. Ada pentas wayang golek dan musik modern memeriahkan suasana.

Upacara sekaligus pesta adat seren taun memang bukan acara sembarangan. Puncak acara sendiri jatuh pada Minggu, 3 Agustus saat Abah Ugi menggelar tradisi ngadiukeun atau mendudukkan padi di lumbung komunal Leuit Si Jimat. Saat itu sedikitnya 15.000 orang warga memadati perkampungan tersebut, ikut bersama mensyukuri hasil panen padi selama satu tahun.

Saat upacara puncak, dari halaman imah gede itulah, pemangku adat tertinggi yang masih berusia belia yang biasa disebut kolot girang Kasepuhan Banten Kidul itu berpidato. Abah Ugi meneruskan kepemimpinan di wilayah Kasepuhan Ciptagelar setelah sang ayah AE Sucipta atau yang lebih dikenal sebagai Abah Anom yang kharismatis wafat beberapa bulan lalu.

Pada saat itu, sebagaimana yang pernah dilakukan mendiang Abah Anom, kepada rakyat yang datang dari Sukabumi, Bogor, Lebak, Bandung, dan Jakarta itu Abah Ugi memberikan wejangan. Selain itu juga disampaikan laporan pembangunan mulai dari pembangunan jalan hingga pembangkit listrik. Sejumlah pejabat dari Lebak, Banten dan Sukabumi diantaranya adalah Bupati Lebak.

Meski warga adat menanam padi sekali dalam setahun, hasil panen tetap melimpah ruah dan lebih dari cukup untuk makan seluruh warga selama satu tahun lebih. Pola pertanian ini memang mengagumkan. Hasilnya membuktikan bahwa warga tak pernah mengalami kelaparan, selama 640 tahun adat itu berjalan. Dari sekitar 4.000 warga adat dalam yang melakukan pola pertanian itu, diperoleh hasil 270 ton gabah kering siap tumbuk pada tahun 2008 ini.

Kampung itu memang begitu terpencil dan terisolasi. Namun sepertinya justru itulah yang kian membentuk identitas dan jati diri warga. Ada kesan kuat terpancarkan pada para tamu, betapa mandirinya desa adat ini, seolah tak tersentuh otoritas negara. Seakan keterpencilan mereka justru menjadi kekuatan pemikat bagi orang-orang kota. Buktinya, puluhan ribu orang rela berpayah-payah datang ke kampung itu.

Laporan yang disampaikan oleh Abah Ugi disampaikan secara ringkas di hadapan warga yang terdiri dari 740 baris kolot lebur dan ribuan rakyat. Kolot lebur adalah sesepuh perwakilan kampung dari berbagai penjuru, semacam menteri yang menjadi pembantu Abah Ugi di daerah. Di tangan baris kolotlah segala ketentuan dari pusat tatanan adat sampai ke rakyat Kasepuhan.

Begitu teratur, perkampungan Ciptagelar telah memberikan nuansa daerah terisolasi tak selamanya miskin. Warga hidup damai, berkecukupan, dan memiliki sesuatu yang didambakan masyarakat kota selama ini yaitu waktu luang (leisure time) yang panjang. Dikitari sawah hijau menghampar, riak air terus mengalir, rumah adat yang berdiri kokoh dan bersih, serta ketersediaan sumber daya alam yang mencukupi. Sebuah desa yang sebenar-benarnya.

Kasepuhan Ciptagelar sendiri baru tujuh tahun berdiri. Sebelumnya, pusat kasepuhan ini berada di Ciptarasa, sekitar dua jam perjalanan dari tempat tersebut. Mendiang Abah Anom dengan persetujuan para sesepuh kemudian memindahkan pusat kraton tersebut ke Ciptagelar, dan tetap berdiri hingga kini. Kampung adat ini memang sering berpindah. Sudah 11 kali kasepuhan itu pindah tempat.

Meski menjadi kolot girang yang berusia muda, Abah Ugi banyak dicari orang dari berbagai kalangan. Antrean tamu memanjang menunggu giliran bertemu. Warga juga tunduk dan menghormati kepemimpinannya. Kepatuhan ini bukan karena berbagai mitos yang tercipta atau diciptakan. ”Kami tunduk karena memang aturan adat telah menggariskan Abah yang menjadi pemimpin,” kata salah satu sesepuh pada saya.

Warga yakin, Abah telah memikirkan kesejahteraan warganya. Abah dikenal memiliki banyak pembantu atau menteri yang tersebar dari pusat hingga berbagai daerah. Secara struktural tertinggi, kasepuhan ini dipimpin oleh kolot girang yakni Abah Ugi. Ia didampingi seorang sesepuh induk yang mendampinginya menjalankan struktur kesatuan adat Banten Kidul sehari-hari.

Sesepuh induk inilah yang menjadi mediator untuk mempertemukan para kolot lebur dengan Abah Ugi. Jika ada persoalan adat atau persoalan warga, misalnya konflik tanah, maka biasanya akan ditangani terlebih dulu oleh kolot lebur di daerah. Jika gagal, masalah tersebut dapat dibawa ke sesepuh induk. Sesepuh induk akan berusaha menyelesaikan persoalan itu. Jika tidak bisa, maka Abah Ugi yang akan menjadi penentu. Tapi selama ini jarang ada konflik karena warga memegang teguh aturan adat.

Di tingkat pusat maupun daerah juga ada fungsi-fungsi untuk menjalankan roda tata kelola adat. Fungsi-fungsi yang biasanya ada di antaranya mabeurang (dukun bayi), bengkong (dukun sunat), paninggaran (memagari lahan pertanian secara gaib dari serangan hama), juru doa, juru pantun, dukun jiwa, dukun tani, juru sawer untuk menjalankan fungsi keamanan atau ronda.

Ciptagelar juga memiliki pujangga keraton, Ki Radi (50) namanya. Malam kedua perayaan seren taun ketika para pengunjung sudah banyak yang pulang, kini gilirannya bertugas. Membunyikan kecapi buhun sambil berpantun, menuturkan asal-usul perjalanan hidup Kasepuhan Banten Kidul dari Bogor hingga di kaki hutan Taman Nasional Gunung Halimun.

Tak jauh dari Imah Gede, saya melihat sebuah studio radio berlantai dua. Ciptagelar memang telah memiliki media informasi berupa radio komunitas. Dari informasi yang saya dapatkan dari salah satu staf, investasi untuk radio Ciptagelar ini dibantu Institut Bisnis dan Ekonomi Rakyat, Rp 8 juta untuk membeli sejumlah peralatan. Abah Ugi lah pendirinya, saat belum dilantik sebagai kolot girang.

Menurut Abah Ugi, radio komunitas didirikan untuk mengembangkan adat dan budaya. Berbagai ragam kesenian Sunda seperti kesenian wayang golek, klasik sunda, dan dog dog lojor diperdengarkan. Beberapa siaran mengenai program pendidikan dan kesehatan bekerjasama dengan pemerintah daerah dan sejumlah LSM juga diperkenalkan kepada warga.

Yang menarik, Ciptagelar juga dikenal mandiri untuk pembangunan berbagai fasilitas mulai dari jalan hingga permukiman. Mereka juga tak tergantung dengan dunia luar. Kebutuhan energi terutama dipasok dengan pembangkit listrik tenaga mikro hidro. Orang sini terkenal pandai membuat kincir air, biasanya sering diminta untuk membuat kincir di daerah lain, kata Zainal yang membuat salah satu kincir air di Gunung Boto.

Keramaian di Ciptagelar tentu saja mengundang pedagang dari luar. Berbagai penganan, bahkan pedagang es krim hadir di tempat tersebut. Padahal perjalanan ke kampung adat tersebut bukannya mudah. Saat saya tanya, mereka hanya tertawa saja. ”Sudah biasa, tiap tahun saya ke sini mas. Ikut meramaikan sekaligus dagang,” ujar satu pedagang es krim yang tampak dikerubiti anak-anak.

Saya berkeliling pemukiman di Ciptagelar, melewati perkampungan penduduk yang ramai, juga tenda sejumlah pedagang yang menjual bermacam komoditas dari kerajinan masyarakat adat sampai coca cola. Wah coca cola sampai juga rupanya ke gunung Halimun. Hebat. Mungkin tak lama lagi pedagang bisa saja menjajakan KFC atau burger Mc Donalds ke desa adat yang makmur itu.

Banyak pantangan di perkampungan adat ini yang mesti dipatuhi warga. Misalnya saja, warga dilarang membangun rumah beratapkan genting karena genting terbuat dari tanah, sementara manusia diciptakan dari tanah. Jadi atap rumah di kasepuhan Ciptagelar umumnya terbuat dari ijuk atau asbes. Selain itu, warga asli juga dilarang menjual nasi atau beras. Bahan makanan pokok itu adalah hidangan untuk dibagi kepada para tamu.

Upacara Seren Taun dalam bentuk pawai dan arak-arakan pun menjadi keramaian tersendiri. Debus, rengkong, angklung gubrak menjadi andalan arak-arakan Seren Taun Ciptagelar. Begitu juga jipeng, topeng, wayang golek, ujungan, pantun buhun, dog-dog lojor, pencak silat, gondang dan sebagainya. Tetapi yang terutama tentu saja penyimpanan pare indung di lumbung komunal.

Prosesi yang dipimpin langsung oleh Abah Ugi didampingi sejumlah pejabat kabupaten Lebak itu berjalan hikmat dan diakhiri dengan ritual memasukkan padi ke dalam Leuit Si Jimat. Pantun Sunda dilantunkan untuk memuji Tuhan, diiringi petikan kecapi. Upacarapun selesai. Meskipun demikian, acara hiburan rakyat masih terus berjalan hingga keesokan harinya.

Saya hanya dapat bercerita dan mengambil beberapa gambar seraya memikirkan bagaimana caranya keluarga kasepuhan ini bisa sampai ke Ciptagelar? Sudah lebih dari 600 tahun mereka berada di kaki Halimun. Perempuan-perempuan di Ciptagelar begitu bersih, putih, dan memiliki ciri fisik yang mirip etnis China, dan rata-rata cantik. Sungguh, ini perjalanan liputan yang tak terlupakan. iwansams@jurnas.com

* Naskah ini dimuat di Majalah ARTi edisi 006 21 Agustus - 4 September 2008 rubrik Features halaman 93 - 98

Penderitaan Sang Kupu-kupu

Pesan bermakna dalam dilansir perupa F.X Harsono dalam pameran bertajuk Aftertaste di Koong Gallery, Jakarta Selatan. Resikonya dia mesti menerima untuk dikecam penyayang binatang yang tak bisa menerima kreativitasnya itu.

TEKS DAN FOTO IWAN SAMARIANSYAH

LAMA tak muncul ke publik berpameran tunggal sejak setahun silam di Jakarta, perupa F.X. Harsono kembali menyeruak di belantara pentas seni rupa nasional dengan menggelar pameran tunggal di Koong Gallery pada 26 Juli – 10 Agustus lalu. Mengusung pameran dengan judul ”Aftertaste”, perupa yang namanya mulai mencuat sejak mengusung Gerakan Seni Rupa Baru pada era 1970-an itu tak kekurangan kreativitas.

Kini obyek yang dijadikannya sebagai fokus pamerannya adalah serangga cantik yang punya kemampuan bermetamorfosis : kupu-kupu. Seluruh ruangan galeri dipenuhi gambar potret dirinya dan kupu-kupu. Dalam bentuk karya lukisan di bidang datar, multi media yang bisa ditonton pengunjung maupun karya instalasi berupa meja makan yang ditata begitu elok dengan hidangan utama kupu-kupu. Luar biasa.

Judul Aftertaste bagi pameran ini merujuk pada gambaran jelas pada karya-karya yang dipamerkan, yaitu F.X. Harsono yang tengah melahap berbagai jenis makanan dan minuman yang disajikan berisi kupu-kupu berjarum. Kembali dia menggabungkan ketrampilan melukis tradisionil dengan teknologi fotografi modern. Tak heran bila lukisan yang dihasilkan menjadi begitu pekat dan menyala.

Perupa kelahiran Blitar, 22 Maret 1949 ini tampaknya sejenak ingin bergenit-genit dengan serangga bernama kupu-kupu itu. Warna-warna cerah dan memikat menyedot perhatian pengunjung pameran dan membuat mereka penasaran dengan pesan yang hendak disampaikan oleh seorang F.X. Harsono. Pameran malam itu rupanya menjadi penanda lebih jauh tentang perubahan tematik yang dijalani sang perupa.

Kurator pameran Rizki A Zaelani dalam buku katalog itu menulis dengan yakin bahwa Aftertaste menunjukkan adanya tanda-tanda pergeseran canon ekspresi mutakhir sosok F.X. Harsono. Kebanyakan orang mengenal alumni ASRI Yogyakarta itu sebagai perupa yang cenderung menghasilkan karya-karya yang bersifat kritis bahkan politis. ”Apa yang terjadi ? Tidakkah F.X. Harsono tetap bersifat kritis ?” tulis Rizky.

Sesiapapun yang mengenal F.X. Harsono pasti bersepakat betapa dia dikenal sebagai perupa yang suka melawan arus. Dia senang melibatkan diri dan memihak pada persoalan ketidakadilan sosial, serta menyokong bentuk-bentuk perlawanan terhadap kekuatan dominasi dan praktek kekuasaan. Karya-karyanya membuktikan hal itu, tak heran bila dia sempat mendapat pengawasan khusus dari penguasa Orde Baru saat berpameran.

Kini dalam usianya yang hampir 60 tahun, sang perupa menampilkan karya tentang serangga yang bermetamorfosis. Seakan dia hendak memakai bahasa metafora kupu-kupu bahwa dirinya sebagai perupa juga berhak untuk melakukan metamorfosis, dari seekor ulat yang melampaui fase hidup sebagai kepompong dan kemudian menjelma menjadi sosok yang sama sekali baru dan indah : kupu-kupu.

Satu hal lagi, dia juga meneruskan tradisi barunya sejak tahun 2000 saat dia memasukkan gambaran wajah dan tubuhnya sendiri dalam karya-karyanya. F.X. Harsono menjadi model untuk karyanya, dan kali ini adalah potret wajahnya dalam berbagai ekspresi dan atraksi dengan kupu-kupu sebagai fokus lukisannya. Penggabungan ini menghasilkan karya yang berbau narsis, tetapi ya tetap saja indah dan memikat.

Karya yang dilakukannya dengan campuran antara teknik kuas seni rupa tradisional acrylic on canvas dengan digital print computer imaging menghasilkan karya yang berkualitas tinggi. Tak heran bila sekitar 15 karyanya itu sold out selama pameran berlangsung. Harganya juga tidak murah, karena kolektor mesti merogoh kocek sampai Rp 250 juta untuk memiliki karya-karya tersebut.

Bagaimanapun seni rupa dengan menggunakan teknik digital printing memang tak bisa dibatasi. Seni rupa dapat dipandang sebagai media seni yang luas, dapat menggunakan media apa pun. ”Ini citraan fotografis. Foto hanya sebagai elemen,” ujarnya merujuk pada karya-karyanya berjudul Celebrate The Pain 3 dan A Cup of Pain. Image fotografis itulah yang menghasilkan citraan.

Proses yang dilakukan biasanya dengan scanning, dimanipulasi dengan program computerize. Itulah seni rupa, teknik fotonya telah dipadu dengan digital. Meski begitu Harsono tidak sama sekali meninggalkan sisi manual dalam prosesnya. Sabetan kuas masih terasa sekali pada karya-karyanya yang berjudul Lolly Pain atau Peanut Project berukuran 175 x 150 cm.

Buat saya, karya-karya FX Harsono adalah cerminan kemampuan teknik tinggi dan perenungan yang tajam tentang citra diri. Meminjam penilaian Rizky A Zaelani, potret dirinya dalam lukisannya bukan sekedar ingin bertindak narsis, melainkan seolah-olah hendak mewakili tubuh-tubuh yang lain, bersifat metonimik.

Maknanya, jika penjelasan apa yang tengah dikonsumsi dan dinikmati sang figur pada karya-karya Harsono memang sudah jelas (kupu-kupu yang tertusuk jarum), maka soal siapa yang tengah mengkonsumsi dan menikmati sajian itu adalah sisa pertanyaan penting yang ditinggalkan karya-karya ini. Ibaratnya, Harsono menjadikan tubuhnya sendiri sebagai obyek contoh yang bisa ditunjuk bagi apa yang juga bisa pihak lain lakukan. Pesannya tidak main-main : tetaplah kritis dan estetis.

Karya-karya Harsono kontemporer, termasuk karya video yang diputar sepanjang pameran berdurasi 4,45 menit berjudul Pain Project dan karya instalasi berjudul Selamat Makan membawakan pesan yang jelas tentang penderitaan. Harsono secara jeli memilih tanda penyiksaan berupa benda berbentuk jarum yang menusuk kupu-kupu. Alat yang remeh namun bagi kupu-kupu berfungsi mematikan.

Lelaki yang pernah berpameran di Adelaide (Australia) dan Amsterdam (Belanda) ini adalah contoh perupa yang senang bereksperimen. Karya-karyanya tentang kupu-kupu di Koong Gallery malam itu merupakan contoh dari sebagian besar karyanya, yang bahkan sudah memikat mata sebelum memerangkap dengan judul maupun teks-teks yang dipasang di atas gambarnya.

Hanya saja, kritik tetap muncul. Dan itu saya dapatkan justru dari pengelola galeri yang menyatakan bahwa ada sejumlah pengunjung yang justru merasa tidak tega menikmati pameran Harsono tersebut karena ”penyiksaan” jarum pada kupu-kupu. ”Ya mungkin mereka penyayang binatang yang tidak tega menyaksikan kupu-kupu dijadikan obyek seni rupa,” ujar salah satu karyawan pada saya.

Karya instalasi Harsono berbentuk meja makan dengan hidangan utama kupu-kupu itu adalah yang paling jelas menjadi sasaran kritik para pengunjung. Yang dipakai oleh Harsono adalah kupu-kupu dan jarum sungguhan. Ini membuat Harsono mesti rela dikritik karena telah mengorbankan puluhan ekor kupu-kupu untuk membangun instalasi meja makannya tersebut. Apa boleh buat. iwansams@jurnas.com

*) Dimuat pada Majalah ARTi edisi 006, 21 Agustus - 4 September 2008 pada rubrik Seni Rupa halaman 54 - 55, majalah ini dapat diakses di http://www.arti-online.com

Selasa, Agustus 12, 2008

Absurditas Rafilus

Entah terbuat dari bahan apa, tetapi wajah-wajah dan tubuh manusia yang dilukis Chandra Johan di kanvas memang bisa melumer dan pating pletot. Inilah pameran tunggal setelah 10 tahun lamanya tak unjuk diri ke publik. Tetap memikat.

Teks IWAN SAMARIANSYAH

RUANGAN galeri seni rupa CG artspace di lantai 3 Plaza Indonesia yang tak seberapa luas itu ramai oleh sejumlah undangan yang ingin menyaksikan kembalinya Chandra Johan berpameran tunggal. Chandra, perupa serba bisa yang disebut oleh teman-teman dekatnya sebagai tukang oplos aliran seni rupa itu menggelar pameran dengan tema Homo Rafilus, digelar sejak 24 Juli hingga 31 Juli 2008 mendatang.

Chandra yang sibuk menyambut ucapan selamat dari para pengunjung pameran tersenyum saat saya dekati. Dia membenarkan, bahwa judul pameran tunggalnya itu diangkat dari karya sastrawan asal Surabaya, Profesor Budi Darma. ”Saya pengagum beliau. Sering surat-suratan dan bahkan mengundang beliau untuk datang ke pameran saya ini. Sayang beliau berhalangan hadir,” ujarnya menyambut pertanyaan saya.

Berbeda dengan perupa lain yang buku katalognya hanya berisikan sambutan dari pemilik galeri ditambah analisis dari kurator. Buku bersampul hitam setebal 60 halaman itu juga memuat tulisan Chandra Johan mengenai perkembangan karyanya. Sungguh menarik. Maklumlah, selain sebagai perupa, Chandra juga dikenal pula sebagai kurator untuk pelukis lain, juga penulis dan kritikus seni yang hebat.

Chandra juga pernah bekerja di lingkungan media massa sebagai redaktur artistik, tepatnya di Majalah Warta Ekonomi pada periode 1987-1990. Tak heran bila tulisan-tulisannya mengenai seni rupa dan komentarnya banyak menghiasai halaman-halaman budaya berbagai media massa. Tulisannya di buku katalog berjudul ”Jejak Langkahku : Perjalanan dan Perubahan”. Dia menganalisis karya-karyanya sendiri. Unik.

Yang juga membedakan, dia mengundang dua orang untuk mengomentari karya-karyanya pada pameran tunggalnya itu. Yang pertama, Eddy Soetryono selaku kurator dan yang kedua, Maman S. Mahayana selaku kritikus. Tentu saja lukisan-lukisannya dia sertakan. Tapi ada yang ketinggalan : karya-karya instalasinya luput dimuat dalam buku katalognya. Mungkin lupa atau bisa jadi keterbatasan halaman bukunya.

Karya-karyanya yang dipamerkan terasa menghentak kesadaran pengunjung galeri, hampir kesemuanya menampilkan tubuh telanjang manusia. Manusia Rafilus. Tokoh rekaan Budi Darma itu sepertinya memberikan kesan mendalam buat Chandra. Gambaran soal Rafilus ini agak ganjil memang, seolah-olah sosok ini terbuat dari bahan yang keliru dan bukan dari daging seperti manusia pada umumnya.

”Oleh pak Budi Darma saya dipersilahkan bebas menafsirkan Rafilus versi saya. Karena itu saya lantas mengkreasikannya dalam bentuk manusia yang wajahnya pating pletot dan seakan absurd, tidak normal. Itulah dia homo rafilus, manusia absurd yang nasibnya maupun bangun tubuhnya begitu tidak jelas. Miriplah dengan nasib kebanyakan manusia Indonesia bukan,” ujarnya, setengah bergurau.

Eddy Soetryono menuliskan dalam buku katalog bahwa Chandra Johan tampaknya gelisah melihat realitas-realitas sosial di negeri ini yang kian jungkir balik seperti dunia tokoh Rafilus. Realitas menjadi panggung teater tempat berseliweran tokoh-tokoh absurd yang bertingkah polah di pentas publik menciptakan dunia yang jungkir balik dan menghina akal sehat.

Ada serombongan besar anggota DPR yang dengan dingin sekaligus ngotot menuntut kenaikan gaji ketika rakyat yang mereka wakili sedang mengalami kesulitan ekonomi. Dan, beberapa dari mereka melakukan korupsi di tempat terang, menantang KPK yang sedang giat menangkapi maling. Sungguh perbuatan heroik dan gagah berani. Persis benar dengan gambaran sosok homo Rafilus Chandra.

”Chandra banyak menfungsikan kembali khasanah bahasa dan idiom Francis Bacon, yang menggali photograph scanning untuk memiuh wajah dan sosok manusia sehingga tampil pletat-pletot. Dan Chandra memanfaatkan teknik tersebut untuk mencuatkan hadirnya makhluk penuh sandiwara yang batinnya terbelah, tercabik-cabik, centang perenang dan selalu mengelak dari identitas. Makhluk yang selalu menyembunyikan bangkai, tak pernah mau jelas, berantakan dengan serpih-serpih yang saling bertentangan,” kata Eddy.

Sedangkan Maman S Mahayana menulis bahwa Chandra benar-benar pas melukiskan Rafilus, tokoh utama novel Rafilus karya Budi Darma sebagai obyek realitas. ”Rafilus lahir dari sebuah gagasan gila Budi Darma. Gagasan gila itu lantas ditafsirkan Chandra dengan segala kegilaannya lagi, sebab dia mereka ulang dan menterjemahkannya dalam bentangan kanvas, sapuan warna-warna lalu wujud menjadi lukisan,” kata Maman.

Seakan menanggapi tulisan Eddy, Chandra mengakui bahwa dirinya memang menyukai gagasan-gagasan Francis Bacon sejak lama. Karya Bacon didasarkan pada ide out of focus pada teknik fotografi sehingga obyek yang dihasilkan menjadi tidak jelas dan kabur. ”Saya mengambil foto digital, mencoba memotret diri sendiri sambil tubuh atau kepala saya bergoyang-goyang, lalu saya jepret. Hasilnya, memang, foto saya jadi kilasan sosok semata, atau kalaupun bagian wajah yang diambil, mata bisa tinggal satu, kepala jadi peyang dan sebagainya. Pokoknya hancur,” ujar pria kelahiran Langkat, Sumatera Utara 21 Agustus 1958 itu.

Dia mengatakan bahwa tafsiran bebasnya mengenai homo rafilus sudah mendapat semacam ijin dari sang pencetusnya, Budi Darma. Absurditas rafilus bukan hanya dari perilakunya, tetapi juga dari kasat matanya, dari rupanya yang ganjil, mungkin saja sangat jelek menakutkan atau biasa saja. ”Tapi saya lebih suka pada bentuk sosok kemanusiaannya yang purba, yang terdampar entah dimana,” kata Chandra.

Begitulah. Sosok Rafilus memenuhi semua bidang pameran di galeri dua lantai itu, baik yang hanya berupa tampilan wajah maupun sosok tubuh manusia secara utuh. Chandra menggambarkan semua homo rafilus itu umumnya secara telanjang, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan bergerak/in action. Kebanyakan lukisan berseri dengan penekanan pada sosok yang asing, terdampar dan ekstrim.

Entah karena terpengaruh tema lukisan yang dipamerkan, pihak penyelenggara pun akhirnya menampilkan cacat bawaan pula. Kekurangan itu begitu terasa yakni betapa pelitnya pengelola galeri menjamu para undangan yang mengunjungi pameran tersebut. Hanya soft drink ditemani kue kering cap unyil yang menyambut para tetamu, beda sekali dengan pembukaan pameran di galeri lainnya yang begitu murah hati menjamu para tamunya. Keluhan kecil para tamu itu sempat tertangkap oleh telinga saya. Ada-ada saja.

*) Dimuat di Majalah ARTi edisi 5, 7 – 20 Agustus 2008 halaman 58-59. Untuk edisi online-nya silahkan klik http://www.arti-online.com