Kamis, Maret 27, 2008

Fariz RM dan Kasus Jebakan Narkoba

Fariz diputuskan hakim tidak terbukti melakukan tindak pidana. Namun dia mesti menjalani rehabilitasi medik untuk menghilangkan kecanduan terhadap narkoba.

Iwan Samariansyah

iwansams@jurnas.com

VONIS hukuman delapan bulan penjara telah dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kepada musisi Fariz Rustam Munaf pada Senin (10/3) lalu. Itulah nasib yang mesti diterima oleh pencipta lagu hits Barcelona itu, setelah dia berjuang untuk membebaskan diri dari tuduhan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Bule atau Faiz – demikian dua panggilan akrab Fariz RM – menerima hukuman itu dengan tabah.

Faiz memang tak harus menjalani hukumannya di balik terali besi. Selama lima bulan menjalani persidangan, dia mesti menerima nasib ditahan di LP Cipinang Jakarta. Masih ada tiga bulan sisa tahanan yang mesti dijalani olehnya. Ketua Majelis Hakim Gatot Suharnoto mengharuskan pemusik kelahiran Jakarta, 5 Januari 1961 itu menjalani rehabilitasi medik soal narkoba di rumah sakit yang dirujuk oleh pengadilan.

John Azis, pengacara Faiz yang saya hubungi Selasa (25/3) mengatakan Fariz RM setiap minggu mengikuti program rehabilitasi kecanduan narkoba di RS Melia, Cibubur. Hasil laboratorium dari pengawasan dan pengobatan yang dilakukan oleh Dr Price, dokter yang juga pernah menangani Faiz saat masa kecanduannya dulu, kemudian dikirimkan kepada Jaksa Penuntut Umum.

Kepada saya dan sejumlah wartawan lain yang rutin mengikuti kasus itu di pengadilan Faiz mengaku terharu. ”Harapan saya untuk memperoleh kebijaksanaan dari majelis hakim terkabul. Alhamdulillah, saya bersyukur. Majelis hakim telah melihat aspek-aspek yang sesuai dengan faktanya. Saya pasrah kepada Allah dan saya percaya penuh pada pihak yang menangani perkara ini,” ujar Faiz.

Berurusan dengan hukum dan harus mendekam dalam tahanan, jelas tak pernah terbayangkan oleh Fariz RM, isterinya Oneng Diana Riyadini dan ketiga anak mereka : Ravenska Atwinda Difa (16), Rivenski Atwinda Difa (16) dan Syavergio Avia Difaputra (8). Oleh karena itu, peristiwa ini begitu memukul dia dan keluarganya. Semua bermula dari malam jahanam, lima bulan lalu.

Pada Minggu dini hari 28 Oktober 2007 lalu, dia ditahan polisi dalam sebuah razia di Jakarta. Dari dalam taksi yang dikendarainya diketemukan 1,5 linting ganja seberat lima gram yang disimpan dalam bungkus rokok. Tes urine yang dilakukan pihak kepolisian, Fariz dinyatakan positif menggunakan narkoba jenis ganja. Saat itu dia lantas terancam UU narkotika dengan ancaman hukuman penjara di atas lima tahun

Saya yang mengikuti perkembangan kasus ini sejak awal menemukan sejumlah fakta yang sungguh merisaukan. Betapa tidak. Tes urine yang disebutkan pihak kepolisian dilakukan 10 jam setelah kejadian. Kepada saya, John Azis terus terang menyatakan keraguannya mengenai hasil tes urine tersebut. ”Hingga detik inipun saya tetap meragukan itu hasil tes urine Fariz,” ujarnya.

Kronologi penangkapan musisi kawakan pemilik 20 album itu dibeberkan Kapolsek Kebayoran Baru, Kompol Dicky Sondang. Menurut Dicky, Minggu (28/10) pukul 05.40 WIB pihaknya menggelar operasi rutin di kawasan Jalan Radio Dalam. Fariz R.M terjaring dalam operasi itu. Pada saat itu, taksi yang disopiri oleh Edi Suritno dihentikan oleh dua petugas polisi yaitu Briptu Fadilah Ali (21) dan Bripda Nugroho (23).

Paman dari penyanyi remaja Sherina itu ada di taksi itu bersama asisten dan rekan kerjanya, Shelly Kusumajaya. Dicky mengatakan bahwa setelah dilakukan pemeriksaan, kedua polisi yang bertugas itu menemukan 1,5 linting ganja seberat lima gram. Ganja itu ada di dalam sebuah bungkus rokok. Lintingan ganja dan rokok itu sendiri ada dalam sebuah tas ransel hitam yang terletak di jok depan taksi. Fariz dan Shelly duduk di belakang, di kursi penumpang.

Saat menjadi saksi pada persidangan kedua, Selasa (8/1) lalu di PN Jakarta Selatan, Briptu Fadilah Ali mengatakan bahwa dia memang bertugas pada malam ditangkapnya Faiz itu. Dia juga mengatakan bahwa dalam tas hitam itu hanya ada sebungkus rokok yang didalamnya terdapat 1,5 linting ganja. ”Apakah tidak ada barang lain ?” tanya Gatot, ketua majelis hakim. ”Tidak ada pak Hakim,” jawab Fadilah.

Disinilah, menurut Faiz, muncul sejumlah kejanggalan. Dengan tegas dia menyangkal keterangan Fadilah tersebut. ”Saya bersumpah itu bukan tas saya. Tas milik saya memang warnanya hitam, tetapi ada perbedaannya. Di tas saya sebuah tulisan di bagian depan dan bros kecil berbentuk huruf ”F” di tas itu,” ungkap Faiz, usai mendengarkan keterangan Fadilah. Fadilah adalah saksi memberatkan yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum.

Faiz juga menyatakan tas ransel hitam miliknya berisi buku agenda, senter, ballpoint dan ada beberapa helai pakaian kotor. Selain itu ada juga video digital miliknya berisi ratusan master lagu. ”Soal master lagu yang hilang inilah yang paling disesalkan Fariz. Itu sungguh tak ternilai harganya. Buat orang lain sih ndak ada gunanya, tetapi itu barang berharga buat Fariz,” ujar John Aziz kepada saya.

Menariknya, pernyataan Faiz bahwa tas ransel hitam yang disodorkan polisi dan jaksa di persidangan itu bukan barang milik Faiz dibenarkan oleh asisten Faiz yang bersamanya pada saat penangkapan, Shelly Kusumajaya. Shelly mengatakan bahwa di tas Faiz ada buku agenda, baju kotor milik Fariz dan video digital. Namun barang-barang itu raib setelah disita polisi.

Fadilah, polisi yang menangkap Farid itu saat ditanya kembali oleh hakim mengakui bahwa ada dua buah tas saat itu di jok depan. Fadilah sesungguhnya adalah polisi yang bertugas di Kepolisian Resort Metro Jakarta Selatan. Saat menangkap Faiz, dia sedang di BKO-kan ke Polsektro Kebayoran Baru. ”Ada tas lain yang berisi peralatan elektronik, saya memeriksanya juga akan tetapi kami tidak menyitanya,” katanya.

Terhadap keterangan terakhir tersebut, Faiz tetap menyangkal. Hanya ada satu tas hitam saat itu, bukan dua tas hitam. ”Banyak pernyataan saksi yang saling bertentangan dan bukti-bukti yang meragukan,” kata John Aziz, pengacaranya yang mendampingi Faiz sejak munculnya kasus itu kepada saya.

John memprihatinkan betapa persidangan kasus Fariz tersebut sungguh amat dipaksakan. Sejumlah fakta yang terungkap di persidangan amat meragukan, antara lain fakta bahwa Fariz tak pernah merokok Jie Sam Soe. Dia merokok Sampoerna A-Mild dengan bungkus warna merah sejak SMA, akan tetapi barang buktinya yang ditemukan polisi, lintingan ganja itu terdapat dalam bungkus rokok Jie Sam Soe.

Soal tas hitam yang menjadi barang bukti itu, hingga saat menjelang vonis sekalipun Faiz tetap menyangkal bahwa itu barang miliknya. Dia bahkan telah meminta untuk dilakukan tes sidik jari terhadap tas tersebut. Asuminya kalau tas itu miliknya maka pastilah sidik jarinya tertinggal disitu. Anehnya, polisi maupun jaksa tak melayani permintaan Faiz yang sebenarnya cukup masuk akal tersebut.

Fakta di persidangan juga mengungkapkan bahwa tes urine Faiz RM saling bertentangan. Tes urine pertama yang dilakukan polisi, ditandatangani petugas kesehatan Polri bernama Asep. Asep adalah orang yang mengeluarkan surat keterangan dan menandatangani surat keterangan hasil tes urine Faiz. Hasil tes urine yang dilakukan Asep positif, dan urine Faiz mengandung ganja, cannabis dan opium.

Tetapi tes urine kedua yang dilakukan Dr Popo Siswanto, dokter umum klinik Kimia Farma yang menjadi saksi fakta, menunjukkan hasilnya negatif untuk amfetamin, ganja maupun cannabis. Tes itu dilakukan Faiz, sebagai perbandingan, sebab tes urine yang dilakukan terdakwa di rumah sakit polisi dianggap tidak transparan. Tak heran bila John Aziz curiga bahwa sampel tes urine kliennya telah ditukar.

Yang menarik lagi, saksi-saksi yang memberatkan dari pihak kejaksaan malah terkesan bertentangan sendiri. Kesaksiannya sama sekali tidak cocok. Misalnya antara Fadilah dengan Shelly. Ada pula saksi mata, polisi lain bernama Bripda Nugroho yang mengaku hadir saat penggeledahan namun Fariz menyatakan orang tersebut tidak terlihat di TKP saat kejadian. Jadi siapa sebenarnya dia ?

Nasib yang menimpa Fariz tersebut mengingatkan saya pada pernyataan mantan Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Sisno Adiwinoto, Kamis (28/2) lalu soal kemungkinan adanya jebakan polisi saat terjadi operasi anti narkoba. ”Anda harus berani mengatakan bahwa barang haram tersebut bukan milik anda dan jangan mau memegang atau menyentuh barang tersebut,” ujarnya.

Sisno yang kini menjabat Kapolda Sulselbar menyampaikan ini mencermati adanya pengaduan masyarakat mengenai ulah tak terpuji oknum polisi yang menaruh ekstasi, ganja atau barang haram lainnya di kendaraan mereka. Tujuannya, kata Sisno, untuk memeras dan mencari keuntungan pribadi.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Pol Abubakar Nataprawira yang saya hubungi secara terpisah membenarkan adanya kemungkinan jebakan polisi itu. Dia justru menyerukan kepada masyarakat untuk mewaspadai adanya oknum polisi yang menjebak warga dengan cara menaruh narkoba di dalam mobil dengan tujuan untuk memeras tersebut.

Menurut dia, warga yang menjadi korban pemerasan oknum polisi harus berani melapor ke Unit/Bidang/Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) kantor terdekat. Hal ini agar polisi nakal itu didapat diproses baik secara pidana maupun pelanggaran etika. ”Anda harus berani mengatakan bahwa barang terlarang itu bukan milik anda dan jangan mau jika diminta untuk memegang atau menyentuh barang itu,” katanya.

Bila perlu, warga yang menjadi korban penjebakan itu harus meminta agar dilakukan tes sidik jari agar dapat dibuktikan siapa saja yang pernah memegang barang terlarang tersebut. ”Kalau ada digerebek polisi dengan tujuan akan diperas, tanyakan surat perintahnya. Anda harus berani melaporkan oknum itu,” katanya.

Keberanian melaporkan oknum itu sangat dibutuhkan Polri. Sebab akan membantu upaya untuk membersihkan polisi yang nakal, kata Abu Bakar. ”Bagaimanapun, polisi adalah milik rakyat. Sehingga kita semua wajib membersihkanya dari segala yang mengotorinya, termasuk tindak pemerasan berkedok operasi narkoba,” tukas lelaki yang lama bertugas di Setjen Dewan Ketahanan Nasional Dephan itu..

Mungkinkah Fariz RM dijebak dalam kasus tersebut ? Abu Bakar sayangnya tak bersedia mengomentari kasus Fariz itu dengan alasan sudah masuk wilayah pengadilan. Saat saya bertanya pada Faiz apakah dia merasa dirinya sudah dijebak, dia sempat terdiam cukup lama. Matanya menerawang jauh. ”Jika tas yang dijadikan barang bukti itu bukan milik anda, tidakkah anda merasa dijebak?” tanya saya.

”Saya nggak mau berpikir saya dijebak. Saya tidak mau memojokkan siapa pun. Silahkan anda menilai sendiri. Saya hanya pasrah dan berdoa kepada Allah. Saya memohon kepada-nya agar dikembalikan kepada kondisi yang baik,” jawab Faiz.

Alhasil, entah karena tidak siap menyusun tuntutan atau banyaknya materi dakwaan yang kurang pas, sebulan lebih rencana tuntutan (rentut) dari pimpinan di Kejaksaan Agung tidak turun-turun juga. Sudah empat kali sidang ditunda terus, kemungkinan karena tuntutan yang diajukan jaksa harus diperbaiki disana-sini karena banyak bolongnya.

Agung Ardiyanto, nama salah satu jaksa penuntut umum kepada saya justru menyalahkan Faiz. Dia menuduh terdakwa berbelit-belit dalam keterangannya di pengadilan. Saat saya tanya apa definisi berbelit-belit, jawaban jaksa itu terkesan ajaib : ”Kalau dia tak mau ngaku, kalau tidak kooperatif dengan kemauan saya, ya artinya berbelit-belit. Terserah dia mau bilang apa,” ujarnya enteng.

Bukan main. Lebih jauh lagi, pihak kejaksaan ternyata juga menyatakan tidak puas dengan keputusan hakim PN Jakarta Selatan. ”Kami tidak sependapat dengan keputusan majelis hakim terhadap terdakwa. Oleh karena itu kami menyatakan banding ke Pengadilan Tinggi,” ujar Agung kepada saya.

Menurut dia, memori banding sudah disusunnya sejak Senin (17/3) lalu dan baru dimasukkan ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Senin (24/3) lalu. Padahal, Fariz sendiri menyatakan dirinya menerima keputusan majelis hakim. Ini berarti perkara musisi yang sudah berkiprah selama 25 tahun di blantika musik Indonesia itu bakal terus berlanjut. Dua tingkat pengadilan masih harus dijalaninya, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.

John Aziz yang saya konfirmasi kembali soal keputusan akhir jaksa yang menyatakan banding itu tidak terkejut. ”Saya cuma prihatin saja dengan logika berfikir pihak kejaksaan. Bagi mereka pengguna narkoba ya penjahat. Jadi harus dipenjara. Padahal Fariz inikan cuma korban. Hakim bilang, Fariz tidak terbukti melakukan tindak pidana. Dia perlu dibantu. Caranya dengan mengikuti program rehabilitasi,” katanya.

Kepada saya pada beberapa kali kesempatan di sela-sela persidangan, Faiz mengaku memang dirinya pernah kecanduan alkohol dan mengonsumsi narkoba. Bahkan akibat kebiasaannya itu, dia divonis menderita kanker liver pada tahun 1996. Bahkan paru-parunya juga kena. Kanker itu pula yang membuat tubuh Faiz sekarang terlihat kurus sekali dan dokter menyatakan tubuhnya tak mungkin gemuk lagi.

Ini bukan kali pertama Faiz tersandung urusan polisi. Pada Mei 2001, Faiz berurusan dengan polisi dengan tuduhan terlibat kasus peledakan bom di asrama mahasiswa Iskandar Muda, Manggarai. Faiz dicurigai lantaran ditemukan surat Faiz yang ditujukan kepada Panglima GAM di lokasi ledakan bom. Belakangan, kasus itu tak terbukti dan Faiz dibebaskan dari tuduhan.

Faiz sempat menghilang selama sepuluh tahun dari blantika musik Indonesia. Sejak 1987 hingga 1997. Dia benar-benar menjadikan dirinya sebagai seorang pertapa. Sebab, dia sama sekali tidak pernah muncul dalam berbagai pertunjukan musik. ”Saya memang tak ingin menekuni dunia panggung saat itu,” paparnya.

Ketika itu, Faiz lebih banyak bekerja di belakang panggung layaknya seniman. Tentu masih berkaitan dengan keahliannya bermusik. Dia banyak menggarap sejumlah jingle iklan bahkan musik bumper di beberapa stasiun televisi. Musik bumper in dari acara Gebyar BCA di Indosiar adalah karya Faiz.
Ada puluhan jingle dan musik yang dia buat dan merupakan hasil karyanya. Bahkan saat ditangkap polisi, Faiz sebenarnya sedang menggarap proyek pentas musik di salah satu BUMN, Pertamina.

Melukis juga merupakan kegiatan Faiz lainnya. Dia sedikitnya memiliki 20 lukisan sketsa beraliran surialisme hasil karya dia sendiri, termasuk sketsa wajahnya sendiri. Dia juga banyak bergerak di balik layar, misalnya membantu menggarap album musisi lain. ”Saya selalu percaya pada regenerasi. Kita mesti memberikan kesempatan bagi musisi muda untuk berkembang,” paparnya.

Setelah bebas dari penjara, Faiz kini lebih banyak menenangkan diri di rumahnya di kawasan Bintaro, Jakarta Selatan. Keluarganya juga mendukung keputusan Faiz itu. Ada kepuasan sendiri bahwa pada akhirnya setelah bulan-bulan penuh cobaan, mereka kini bisa berkumpul kembali sebagai satu keluarga yang utuh. Lima bulan masa penahanan sang kepala keluarga benar-benar ujian besar bagi keluarga itu.

Yang menarik, Faiz juga melaksanakan janjinya untuk berhenti merokok usai sidang pengadilan terakhir saat vonisnya diketuk majelis hakim. ”Saya merasa puas dan sangat bersyukur. Allah telah memberikan yang terbaik. Saya tadi berjanji sama anak-anak kalau saya bebas dari tahanan, maka saya akan berhenti merokok,” ungkap Faiz.

Oneng, sang isteri tentu saja menyambut gembira tekad suaminya itu. Bahkan di hadapan sejumlah wartawan usai sidang vonis, Oneng mengambil bungkus rokok yang dipegang suaminya dan membuangnya jauh-jauh. Oneng juga mengambil kotak rokok yang ada di dalam tasnya dan mematahkan semua rokok yang ada. Faiz tersenyum menyaksikan aksi sang isteri dan memeluknya erat-erat.

Dia faham makna aksi demonstratif Oneng. Gara-gara 1,5 linting ganja entah milik siapa maka dia mesti terjerat dalam urusan hukum. Tanpa tedeng aling-aling, Faiz menyampaikan permintaan maaf yang sebesar-besarnya pada masyarakat dan penggemarnya atas kejadian yg menimpanya. ”Saya juga berterima kasih kepada semua pihak yang sudah mendukung saya selama persidangan,” ujar dia.

Dimuat di Mingguan KOKTAIL edisi 027 Tahun I [ 28 Maret - 3 April 2008 ]

Selasa, Maret 25, 2008

Harum Hollywood di Pentas Politik Amerika

Para calon Presiden AS saat ini ternyata bergandengan erat dengan sejumlah selebritis terkemuka dunia. Mereka seakan ogah ketinggalan dalam pesta demokrasi negeri adidaya untuk memilih pemimpinnya

Iwan Samariansyah

iwansams@jurnas.com

LANGKAH para selebritis dunia mendukung para politisi yang tengah berlomba menjadi orang nomor satu di Washington makin terbuka saja. Apalagi gelanggang pertarungan semakin terang benderang.

Kini pertarungan mengerucut pada tiga kandidat saja lagi yaitu John Mc Cain (Republik) dan dua kandidat lainnya yakni Senator Hillary Clinton dan Senator Barack Obama masih bertarung memperebutkan nominasi partai Demokrat.

Partai Republik atau Grand Old Party (GOP) terlebih dahulu menemukan kandidat presidennya setelah berakhirnya pemilihan umum pendahuluan di negara bagian Ohio, Texas, Rabu (5/3) lalu. Saat itu Senator asal Arizona itu berhasil mengumpulkan 1.215 delegasi, melampaui syarat minimal 1.191 delegasi yang diperlukan untuk menjadi kandidat Presiden dari Partai Republik.

Mantan ibu negara Hillary Clinton yang kini menjadi Senator New York itu tertinggal 105 delegasi dari pesaingnya Barack Obama yang sudah mengantongi 1.602 delegasi. Clinton baru mengumpulkan 1.497 delegasi.

Baik Hillary maupun Obama masih harus bekerja keras guna meraih syarat minimum 2.025 delegasi untuk dapat maju sebagai calon Presiden AS dari Partai Demokrat, berhadapan dengan kandidat Republik pada November 2008 nanti. Hanya tersisa sembilan negara bagian lagi yang belum menggelar pemilihan pendahuluan. Yang terdekat adalah pemilihan pendahuluan di negara bagian Pennsylvania, 22 April mendatang.

Sepanjang kampanye pemilihan pendahuluan, peran para selebritis papan atas dalam mendulang suara menjadi sangat menentukan bagi kubu Clinton maupun Obama dalam memperebutkan sisa suara di sembilan negara bagian tersisa. Merekapun berlomba-lomba merayu sejumlah aktor dan aktris untuk masuk ke kubu mereka.

Mc Cain sendiri, calon terpilih dari Republik tentu tidak tinggal diam. Dukungan kuat Gubernur California Arnold Schwarzenegger yang mantan aktor papan atas dimanfaatkannya sungguh-sungguh untuk menarik simpati publik Amerika.

Arnold Schwarzenegger, aktor laga kelahiran Austria 30 Juli 1947 ini dikenal melalui film-film heronya yang mengandalkan otot seperti Predator dan Terminator. Dia terpilih untuk pertama kalinya sebagai Gubernur California ke-38 menggantikan Gray Davis pada 7 Oktober 2003, dan kemudian terpilih kembali pada 2006 lalu.

Soal dukungan Schwarzenegger pada Mc Cain ini ada kisah menarik. Sebagaimana diketahui, sang Gubernur menikahi Maria Shriver, salah satu anggota klan politik paling berpengaruh di Amerika, Kennedy. Uniknya, dukungan sang Governator – julukan Arnold - tak diikuti sang istri. Ini sedikit banyak menimbulkan kehebohan politik di negeri Paman Sam.

Maria Shriver, yang tradisi politik keluarganya memang mendukung demokrat menyatakan pilihannya pada Barack Obama, senator flamboyan asal Illinois. Unik memang. Meski seranjang, toh untuk pilihan calon presiden mereka, nyata-nyata tak sepaham. Shriver tak tanggung-tanggung, dia juga naik panggung dan berkampanye bersama klan Kennedy lain yakni pamannya, Senator Ted Kennedy dan sepupunya, Caroline Kennedy.

Jajaran selebritis di kubu Obama memang cukup banyak. Banyak selebritis Hollywood yang dulunya apolitis kini terang-terangan menyatakan sikapnya mendukung Obama. Dukungan para selebritis itu dianggap bisa menaikkan pamor kandidat capres. Obama misalnya, berkat dukungan Oprah Winfrey yang tampil bersama Obama dalam acara kampanye, ribuan orang berbondong-bondong hadir.

Masih banyak lagi para aktor dan aktris Hollywood yang terang-terangan menunjukkan dukungannya pada Obama. Mereka bahkan mengimbau para penggemar mereka untuk memilih Obama, bahkan menyumbang untuk biaya kampanye Obama. Salah satunya adalah George Clooney, bintang Ocean's Eleven yang ganteng itu. Kemudian Will Smith, kepada pers saat berada di Berlin, Jerman, aktor kulit hitam itu mengungkapkan dukungannya kepada Obama.

Dukungan untuk Obama juga datang dari aktor watak Robert De Niro, lantas aktor laga yang juga jagoan wrestling Hulk Hogan serta musisi Stevie Wonder. Halle Berry dan top model Amerika Tyra Banks juga terang-terangan mendukung Obama. ”Obama adalah masa depan Amerika,” ujar Halle Berry, peraih Oscar 2002 yang juga dikenal disini berkat aktingnya dalam X-Men dan The Cat Woman itu.

Ada pula aktris cantik Scarlett Johansson yang dalam kampanye di Iowa beberapa waktu sukses menggiring para pemilih muda untuk mendukung Obama. Bintang serial Friends ini seperti yang ditulis majalah People menyumbangkan $2,300 untuk kandidat dari partai Demokrat ini. Jumlah tersebut merupakan batas maksimum sesuai dengan peraturan partai demokrat.

Menurut surat kabar The Huffington Post, aktor ganteng Ben Affleck menyumbangkan US$ 4.600 dollar AS untuk Obama. Ellen Barkin memberikan US$ 2.300 dolar AS, Lily Tomlin merogoh US$ 500 untuk Hillary Clinton. Sedang aktris senior Glenn Close mengeluarkan US$ 2.300 dari koceknya, juga untuk Clinton.

Selain dari Ben Aflleck, kubu Obama pun menerima sumbangan sebesar US$ 2.300 dari Dave Matthews, US$ 4.600 dari Babyface, dan US$ 500 dari Tracey Edmonds, mantan istri aktor Afro-Amerika papan atas Eddie Murphy. Para penyumbang dicatat secara jelas dalam daftar donatur yang diterbitkan oleh tim sukses Obama dan Clinton serta bisa diakses oleh publik.

Tentu saja kontribusi keuangan yang diberikan selebriti itu telah membantu dana kampanye kandidat yang didukungnya. Sesuai aturan, jumlah sumbangan individu yang boleh diberikan sebesar US$ 4.600 per kandidat, dengan perincian US$ 2.300 untuk pemilihan pendahuluan dan US$ 2.300 untuk pemilihan umum. Totalnya US$ 4.600.

Dana itu ditambah dengan sumbangan hingga US$ 28.500 per tahun untuk komite partai nasional. Sejumlah selebriti hanya memberikan donasi kepada salah satu calon, tetapi ada pula yang memberikannya kepada dua calon. Itu dilakukan antara lain oleh Toby Macguire, Ben Stiller, dan Paul Newman. Mereka memberikan donasi kepada Senator Hillary Clinton dan Obama.

Januari 2008 lalu, tim kampanye Obama mengaku berhasil mengumpulkan dana US$ 32 juta. Ini merupakan dana terbesar yang terkumpul dalam sejarah kampanye pemilihan presiden AS. Sementara kubu Hillary mengumpulkan 13,5 juta dolar dalam masa kampanye Januari 2008.

Total selama masa kampanye 2007, kubu Obama mengumpulkan dana US$ 103 juta dolar dan kubu Hillary mengumpulkan dana US$ 115 juta dolar. Ada sekitar 258 ribu orang yang menyumbang dana kampanye di kubu Obama. Tidak didapatkan keterangan jumlah penyumbang perorangan di pihak Hillary Clinton.

Biaya mencalonkan diri menjadi Presiden AS memang mahal. Pada Pemilu 2004, Presiden Bush menghabiskan dana US$ 306 juta atau sekitar Rp 3 Triliun sementara lawannya Senator John Kerry menghabiskan US$ 241 juta atau sekitar Rp 2,4 Triliun.

Patut disimak salah satu pendukung Obama paling fanatik yaitu Scarlett Johansson. Gadis jelita ini tergolong bintang film muda yang paling melek politik. Sejak awal dia menjadi pendukung setia partai Demokrat. Masih di usia belia, 19 tahun, Johansson sudah ikut kampanye untuk John Kerry dalam kampanye pemilihan presiden Amerika Serikat pada 2004. Sayang saat itu, calon yang didukungnya tidak terpilih.

Di sela-sela kesibukannya sebagai selebritis, ia meluangkan waktu untuk bersusah payah mengampanyekan Obama di kalangan anak muda. Menjelang pemilihan Kaukus Iowa, Johansson secara khusus tampil di hadapan publik menyatakan dukungan untuk Barack Obama di Iowa pada 2 Januari 2008 lalu. Pidatonya menarik simpati kelompok para pemilih muda, termasuk mahasiswa Cornell.

Aktris 23 tahun yang pernah dinobatkan sebagai aktris terseksi ini, melibatkan diri dalam program resmi kubu Obama dengan mengadakan pertemuan tersendiri yang dihadiri para anak muda. Melalui Johansson, kubu Obama sungguh sukses menggaet generasi muda, dari siswa SLTA setingkat sekolah menangah atas mulai umur 17 tahun hingga mahasiswa.

Meski demikian, tak sedikit pula selebritis Hollywood yang mendukung Nyonya Hillary Clinton. Isteri mantan Presiden AS Bill Clinton itu didukung oleh aktor gaek Jack Nicholson. Dan beberapa hari sebelum Nicholson menyatakan dukungannya, penyanyi bersuara emas Barbra Streisand dan Danny DeVito juga menyatakan dukungannya bagi Hillary Clinton.

Jack Nicholson dikenal sebagai aktor legendaris berkat perannya dalam A Few Good Men sebagai Kolonel Nathan Jessep. Barbra Streisand lahir 24 April 1942 di Williamsburg, Brooklyn, New York adalah penyanyi Amerika yang dua kali memperoleh penghargaan Academy Award. Sedangkan Danny DeVito adalah aktor Amerika bertubuh pendek yang dikenal antara lain lewat peran antagonisnya sebagai The Penguin dalam film Batman.

Meski kecil pengaruhnya, harus diakui peranan media massa dan strategi pencitraan diri di negeri adidaya itu cukup menentukan. Itu pula sebabnya diperlukan pendulang suara (vote getter) yang mumpuni agar para pemilih bersedia memberikan suaranya melalui para pendukung yang terdiri dari para selebritis. Para pemilih Amerika umumnya adalah audiens televisi.

Menurut riset Gallup, lebih dari 10 jam dalam sehari, penduduk Amerika menonton televisi. Mereka mudah terpukau, tergoda, menyumpah, jengkel, menangis, dan tertawa hanya oleh sebuah realitas yang mereka saksikan di televisi. Karena itu penampilan intens para kandidat beserta selebritis pendukungnya di muka publik televisi jelas menentukan pilihan mereka kelak.

Dalam konteks ini, barangkali pendapat Roland Barthes, pemikir Prancis, jadi relevan. Fashion bisa menjadi hegemoni, model rambut dan tren busana pun seolah satu hal yang kudu diikuti. Begitu pula halnya pentas keartisan. Boleh jadi, dia dapat melahirkan hegemoni pula atas audiens. Fenomena ini lalu masuk ke jurusan politik ketika audiens menjelma menjadi rakyat atau massa pemilih.

Di sini hegemoni keartisan akan menjadi modal politik. Bisa besar, bisa kecil. Jangan heran bila hegemoni selebritis kemudian seolah muncul dalam setiap kampanye kepresidenan di Amerika Serikat. Kedekatan antara Hollywood di pantai barat Amerika dengan Washington di pantai timur memang terasa benar pada musim kampanye presiden tahun ini. Kiprah para aktor dan aktris layar perak serta para penghibur dunia itu membuat semarak kampanye kepresidenan.

Itulah sebagian kiprah para selebriti di panggung politik. Sebagai vote-getter, seorang selebriti juga memiliki kekuatan dan pengaruh yang tak bisa diabaikan. Selebriti mampu mengarahkan pilihan-pilihan penggemarnya. Perubahan potongan rambut atau busana, misalnya, kerap segera jadi mode, atau trend. Bahkan hubungan selebriti-penggemar bisa berkembang menjadi sangat emosional, atau fanatisme.

Bila pandai memanfaatkan dan mengelolanya, hubungan emosional dan popularitas tersebut bisa menjadi modal kuat di panggung politik. Ini berlaku universal. Di belahan dunia manapun, seorang selebritis bisa saja menapaki karier politik hingga ke puncak. Amerika Serikat pernah dipimpin Ronald Reagan, politisi asal partai Republik yang sempat lama menjadi aktor Hollywood sebelum terjun ke dunia politik.

Bahkan Reagan terpilih dalam dua kali masa jabatan yang menandakan bahwa dia adalah presiden yang cukup populer di negaranya. Jejak Reagan tersebut kini diiikuti secara sadar oleh Arnold Schwarzenegger yang kini sukses menjabat Gubernur California selama dua periode. Mereka tentu tak hanya sekedar memanfaatkan popularitas untuk mencapai tujuan politik. Karier puncak itu membuktikan bahwa mereka punya talenta politik yang tinggi pula.

Sejumlah pertanyaan pun muncul terkait seberapa besar pengaruh para bintang itu terhadap hasil pemilihan. Studi yang dilakukan Pew Research Center for the People & the Press menunjukkan bahwa keterlibatan selebriti tak berdampak besar bagi dukungan suara terhadap seorang kandidat dalam Pemilihan Presiden di Amerika. ”Dukungan selebriti hanya berdampak kecil terhadap pemilih,” ungkap Pew dalam laporannya yang ada di situsnya.

Berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan pihak Pew, 69% warga AS mengatakan, jika Ofrah Winfrey mendukung salah satu kandidat presiden, maka hal itu tidak akan berpengaruh kepada suara mereka. Mereka masih mungkin bersuara lain di luar suara yang ditunjukkan kaum selebritis. ”Hanya 30% yang mengatakan bahwa dukungan selebriti itu mempengaruhi mereka,” tulis Pew.

Nama besar para selebritis itu, tentu saja bisa dijadikan modal untuk menarik simpati warga AS. Tapi, siapa yang akan terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat berikutnya, tentu saja masih samar-samar. Sebab Obama maupun Clinton memiliki peluang kuat untuk menduduki posisi terhormat itu sebelum Partai Demokrat memilih satu calon untuk dipertarungkan dengan calon dari Partai Republik dalam pemilihan raya tahun ini.

Setelah merebut nominasi dari partainya, tahap berikutnya tentu saja merebut hati rakyat Amerika secara keseluruhan. Dalam hal ini, Obama ataupun Hillary mesti berhadapan dengan John Mc Cain. Sebuah polling menunjukkan, pendukung Republik lebih senang bila calon mereka berhadapan dengan Clinton dibandingkan Obama. Sesuatu kekhawatiran yang tampaknya beralasan mengingat besarnya kelompok Hollywood di kubu Obama.

Sumber-sumber : NYT/Reuters/Washington Post/Pew

Dimuat di Tabloid Koktail edisi 026 Tahun I, 21 - 27 Maret 2008

Sabtu, Maret 22, 2008

Pentas Seni Maulid


Peringatan Maulid Nabi Muhammad dirayakan dengan berbagai cara dan ragam budaya, dari mulai pentas tari marawis di Betawi, gembyung di Cirebon, hingga prosesi sekatenan di Yogya dan Solo.

Iwan Samariansyah

iwansams@jurnas.com

Bulan Maret ini, bisa disebut dipenuhi hari libur keagamaan. Pada Jum’at, 7 Maret lalu, para penganut Hindu merayakan Hari Raya Nyepi yang bertepatan dengan Tahun Baru Saka 1930. Pada 20 Maret, bertepatan dengan 12 Rabi’ul awwal 1429 Hijriyah, adalah Maulid (kelahiran) Nabi Muhammad SAW, dan sehari kemudian, adalah hari raya Paskah atau wafatnya Isa Al Masih.


Saya muslim, jadi lebih cocok menengok tradisi peringatan Maulid Nabi Muhammad. Di Indonesia, peringatan maulid sudah mengalami akulturasi dengan bduaya lokal. Paling tidak buat saya yang pernah lama tinggal Yogyakarta, peringatan Maulid melalui acara sekatenan, bisa dimaknai juga sebagai aktivitas seni dan kebudayaan.


Harus diakui, Rasulullah SAW semasa hidupnya sama sekali tidak pernah melakukan seremoni peringatan hari lahirnya. Juga para sahabat, dan beberapa generasi sesudahnya. Jadi kapan perayaan Maulid itu dimulai, situs-situs Islam yang saya telusuri di internet menyebutkan dua versi.


Versi pertama, figur yang memprakarsai perayaan Maulid adalah Shalahuddin Al-Ayyubi (1138-1193
), seorang jenderal muslim Kurdi dari daerah Tikrit (daerah di utara Irak saat ini). Ia dikenal sebagai pendiri Dinasti Ayyubiyah yang pernah berkuasa di Mesir, Suriah dan sebagian Irak. Shalahuddin terkenal di dunia Islam maupun Kristen karena kepemimpinannya yang bijaksana, dan wataknya yang ksatria dan pengampun.


Versi kedua, tokoh yang memeloporinya adalah Sultan Muhammad Qutuz (1259-1260), penguasa Kesultanan Mamalik (Mamluk) di Mesir. Qutuz adalah Sultan yang sukses menahan dan menghancurkan gelombang serangan tentara Mongol di Gaza, daerah Palestina saat ini. Keberhasilan Qutuz itu menjadi titik balik kekuatan Mongol yang sempat meluluhlantakkan daerah kekuasaan Islam saat itu.


Dari situs-situs Islam yang saya temui, terdapat kesepakatan, momentum hari kelahiran Rasulullah SAW pada setiap 12 Rabiul Awwal dipakai untuk menggelorakan semangat kaum muslimin. Saat peryaan itu, dibacakanlah syair perjuangan Rasulullah dan karya sastra yang menceritakan kisah kelahiran Muhammad Rasulullah.


Di antara karya paling terkenal adalah buah tangan Syeikh Al-Barzanji yang menampilkan riwayat kelahiran Nabi dalam bentuk natsar (prosa) dan nazham (puisi). Saking populernya, sehingga karya seni Barzanji ini, hingga hari ini masih sering kita dengar dibacakan dalam seremoni peringatan maulid nabi. Jadilah sejak itu ada tradisi memperingati hari kelahiran nabi SAW di banyak negeri Islam, termasuk juga di Indonesia. Sebagai misal, Rendra bersama grup teaternya pernah mementaskan Kasidah Barzanji hingga dua kali. Waktu pertama kali mementaskannya, sekira tahun 70-an, Rendra masih menganut Katolik.


Bentuk acara peringatan Maulid, makin berkembang dan bervariasi. Di banyak tempat di Indonesia, tradisi Mauludan adalah lomba bersyair, berpantun, dan bahkan melukis kaligrafi Islam. Di kalangan masyarakat Betawi, para kyai dulunya hanya membacakan syair dan sajak-sajak itu, tanpa diisi dengan ceramah. Namun belakangan ceramah maulid menjadi salah satu inti acara yang harus ada dalam perayaan maulid. Acara biasanya didahului dengan tarian marawis.


Saya pernah datang ke sebuah perayaan Maulid di kalangan kaum Betawi, di kawasan Condet, Jakarta Timur, beberapa tahun berselang. Saat itu, saya benar-benar menikmati sebuah tradisi maulid yang disebut dengan seni marawis. Bentuknya berupa tarian religius dengan iringan musik yang khas.


Disebut Marawis karena tariannya menggunakan alat musik khas yang disebut marawis, yang mirip kendang. Diameternya sekitar 20 Cm dan tinggi 19 Cm. Selain menggunakan marawis, alat musik tetabuhan lainnya yang digunakan adalah hajir atau gendang besar, dumbuk atau sejenis gendang yang berbentuk seperti dandang, tamborin dan ditambah lagi dua potong kayu bulat berdiameter 10 Cm.


Dulu, saat para Wali Songo menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa, alat musik marawis digunakan sebagai alat bantu syiar agama. Marawis yang ada di setiap daerah memiliki kekhasan tersendiri. Perbedaan marawis itu terletak pada cara memukul dan tari-tariannya. Kalau marawis khas Betawi yang menari dan memainkan marawis hanya pria. Tariannya pun khas memakai gerakan-gerakan silat.


Selain di Betawi, seni marawis juga ditemukan di Palembang, Banten, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan bahkan hingga Gorontalo.


Di Cirebon, salah satu peninggalan budaya Islam yang kerap digelar adalah Seni Gembyung. Seni ini merupakan pengembangan dari kesenian Terbangan yang hidup di lingkungan pesantren.
Gembyung adalah ensambel musik yang terdiri dari beberapa waditra terbang dengan terompet berbentuk khas. Namun, beberapa grup kesenian Gembyung di Cirebon ada pula yang tidak menggunakan waditra terompet. Pada perkembangan lebih lanjut, Gembyung tidak hanya sebagai seni auditif, tapi sudah menjadi seni pertunjukan yang melibatkan unsur seni lain seperti seni tari.


Di beberapa daerah wilayah Cirebon, kesenian Gembyung telah dipengaruhi oleh seni tarling dan jaipongan. Hal ini tampak dari lagu-lagu Tarling dan tarian Jaipongan yang sering dibawakan pada pertunjukan Gembyung.


Sementara di pusat kebudayaan Jawa, di Jogja dan Solo, tradisi Mauludan digelar dengan pelaksanaan sekatenan yang akar katanya adalah Syahadatain, yakni dua kalimat persaksian untuk mereka yang hendak memeluk. Semasa tujuh tahun tinggal di Jogja, saya selalu tidak melewatkan kesempatan menghadiri acara sekatenan ini.


Upacara sekaten pertama kali diselenggarakan pada 1477 Masehi oleh Raden Fatah dari Kerajaan Demak. Selain untuk memperingati hari kelahiran Muhammad SAW, sekatenan juga digunakan oleh Raja/Sultan untuk berkomunikasi dengan rakyatnya, serta untuk mensyukuri berkah kepada Tuhan. Oleh karena itu sekatenan juga bisa disebut dengan Pesta Rakyat Tanah Jawa. Pasar Malam Sekaten merupakan ajang wisata lokal tahunan yang keberadaannya selalu ditunggu-tunggu oleh masyarakat Yogya dan Solo.


Saya ingat betul, biasanya satu minggu sebelum acara penutupan sekatenan, gamelan kanjeng kyai gunturmadu dan kanjeng kyai nogowilogo dikeluarkan dari tempat penyimpanannya di puri Sri Manganti. Biasanya ada empat pasukan kraton yang mengawal yakni pasukan wirobrojo, langenastro, mantrijero dan prawirotomo dengan seragam yang berbeda-beda.


Kedua gamelan lantas ditempatkan di bangsal Ponconiti lalu dipindahkan ke halaman Masjid Agung dengan iring-iringan abdi dalem Kraton dan kemudian dibunyikan setiap hari kecuali hari Jum’at.


Pada penutupan upacara Sekatenan, gamelan akan ditarik kembali ke dalam kraton dengan iringan para abdi dalem. Sebagai klimaks dari Sekatenan adalah acara grebeg maulud. Saat itu akan ada empat "gunungan" yang akan dibagikan kepada rakyat yang dipercaya membawa berkah. Keempat gunungan itu adalah Gunungan kakung, Estri, Gepak dan Pawuhan. Acara rebutan gunungan inilah yang menjadi puncak acara Sekatenen ala Jogja dan Solo.


Ada mitos yang dipercaya banyak warga Jogja bahwa barang siapa yang berhasil mendapatkan gunungan tersebut maka keberkahan akan datang ke dirinya. Makanya orang-orang yang melalap berkah sampai rela mengais-ngais sisa dari gunungan yang tidak terambil. Saya sendiri sempat sesekali ikut rebutan gunungan itu dan berhasil mengambil sebutir telur dari atas gunungan.



Dimuat di Tabloid KOKTAIL edisi 026, 21 Maret - 27 Maret 2008

Tour of Duty Lagi


TERHITUNG mulai 10 Maret 2008 berakhir sudah tugasku sebagai Redaktur rubrik Yudikatif halaman 8 Jurnal Nasional yang kujabat sejak 1 September 2007. Secara bersamaan, aku juga tidak lagi menangani rubrik Jurnal 9 di halaman 9. Ya, tak terasa enam bulan sudah berlalu. Dan tampaknya para dewa di atas memutuskan aku harus tour of duty lagi. Pindah tugas lagi. Kali ini agak drastis, karena aku dipindahkan dari Gedung A ke Gedung B.

Maksudnya, aku tidak lagi menangani koran Jurnal Nasional harian dan dipindahkan menjadi Redaktur di Jurnal Nasional edisi Mingguan yang lebih dikenal dengan nama Tabloid Koktail. Sudah 25 edisi tabloid tersebut terbit, dan ada keputusan untuk menjadikan tabloid tersebut sebagai sebuah media berbentuk majalah. Disitulah aku akan memainkan peranan nantinya, memperkuat tim majalah Koktail.

Aku menerima tugas ini dengan senang hati. Ini berarti sebuah tim kerja baru, suasana kerja baru dan irama kerja yang berbeda. Apalagi bidang liputannya bisa dikatakan softly : seni, kebudayaan, hiburan dan cara hidup (life style). Wow, keren !

Aku teringat pengalaman pertamaku menjadi jurnalis lebih dari 12 tahun yang lalu. Saat itu aku masih berusia 27 tahun dan tinggal di Surabaya. Bidang liputan terakhir yang kugarap adalah seni, budaya dan hiburan sebelum akhirnya aku dipindahkan ke ibukota, Jakarta.

Penggantiku di rubrik Yudikatif adalah Iman Syukri, sedangkan Jurnal 9 akan ditangani oleh Rusdi. Ikut bersamaku keluar dari tim yudikatif adalah Grathia Pitaloka yang dipindahkan ke rubrik kesehatan dan perempuan, bertukar tempat dengan Priscilia. Sementara dari Koktail, Rusman yang sebelumnya menangani tulisan-tulisan features harus pindah tempat dan memegang rubrik Nusantara di Harian.

Kang Agus Sofian, redaktur pelaksana di tabloid Koktail menyambut kepindahanku ke edisi mingguan dengan hangat. Dalam emailnya dia menulis sebagai berikut :

Anda diterima dengan senang hati di Koktail. Orang-orang belakang memerlukan sosok kreatif seperti Anda. Beberapa waktu ke depan, kita akan jadi majalah, dan tentu saja saya berharap Anda ikut mengawal sejak peluit pertama dibunyikan. Itu sebabnya, sampai hari ini saya belum mau mengajukan kebutuhan ini-itu untuk sebuah majalah sebelum formasi ideal terbentuk.

Kita akan berusaha membuat majalah yang baik, dan punya pengaruh -- walau untuk sementara oplahnya tidaklah besar.
Kehadiran Anda kami tunggu. Perangkat kantor dan tempat shalat sudah ada di sini. Tak perlu ribet, mungkin cuma bawa CPU dan meja tangan. Meja redaktur sendiri (150 cm) sudah ada.


Sambutan yang sungguh simpatik dan membesarkan hati !

Agus Sofian, sebelum menjadi Redaktur Pelaksana di lingkungan Jurnal Nasional adalah salah satu redaktur di Majalah Pantau, pimpinan Andreas Harsono (grup Tempo). Ini sebuah majalah bermutu tinggi dengan tulisan-tulisan yang panjang dan mengembangkan gaya bahasa jurnalisme sastrawi. Aku dulu sempat lama menjadi pelanggan majalah tersebut hingga akhirnya majalah tersebut tutup karena berbagai persoalan.

Selama bekerja di Jurnal Nasional sejak 1 Maret 2006, aku sudah menangani cukup banyak rubrik mulai dari rubrik Internasional (selama satu tahun penuh), rubrik Megapolitan (3 bulan), rubrik Olahraga (6 bulan), rubrik Iptek (3 bulan) dan terakhir rubrik Yudikatif (6 bulan). Kini aku menangani halaman mingguan. Semakin komplitlah pengalamanku di grup penerbitan ini. Semoga Allah SWT memudahkan diriku dalam bekerja sebaik-baiknya.

Rabu, Maret 19, 2008

Balada Musisi Fariz RM Mencari Keadilan


Oleh : Iwan Samariansyah

"Saya tidak berbelit-belit dalam memberikan keterangan, semuanya sudah saya jawab dengan jujur. Saya bersumpah Demi Allah dan Rasullullah, barang (ganja) dan tas yang ditunjukkan saksi itu bukan milik saya," ucap Fariz Roestamunaf di depan sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (27/2) lalu.

Itulah jawaban pemusik Fariz RM yang diucapkannya tanpa ragu-ragu dan tegas di depan majelis hakim yang menyidangkannya. Dan siapapun yang mengikuti jalannya sidang tersebut akan melihat betapa buruknya kualitas jaksa yang menuntut Fariz sebagai terdakwa. Dakwaan yang disusunnya juga bolong disana-sini. Meski begitu jaksa bersikeras menuntut penjara satu tahun !

Padahal tampak jelas jaksa Agung Ardianto keteteran dan kesulitan menyusun dakwaan. Sudah sebulan lamanya, rencana tuntutan (Rentut) dari pimpinan di Kejaksaan Agung tidak turun-turun juga. Sudah empat kali sidang ditunda terus, kemungkinan karena tuntutan yang diajukan jaksa harus diperbaiki disana-sini karena banyak bolongnya.

Fariz RM, musisi yang dikenal dengan lagu legenda Sakura itu dituduh oleh jaksa memiliki 1,5 linting ganja seberat 0,7038 gram. Fariz Ditangkap polisi Minggu (28/10) dini hari di seputaran Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Menurut polisi, pelantun lagu "Barcelona" itu tertangkap membawa ganja dalam razia narkoba yang dilakukan aparat kepolisian.

Saat melakukan penggeledahan, polisi menemukan lintingan ganja di dalam tas pria yang pernah menderita kanker hati itu. Meski Fariz menyatakan bahwa ganja itu bukan miliknya, namun petugas bersikeras menggelandang dia ke kantor polisi dan kemudian memprosesnya hingga masuk pengadilan.

Banyak kejanggalan dalam kasus itu yang cukup memprihatinkan. Fakta di persidangan sungguh sangat meragukan, antara lain fakta bahwa Fariz tak pernah merokok Jie Sam Soe, dia merokok A-Mild sejak SMA, akan tetapi barang buktinya yang ditemukan polisi, lintingan ganja itu terdapat dalam bungkus rokok Jie Sam
Soe.

Fariz juga menyatakan bahwa dirinya sama sekali tidak mengenal tas dimana ganja ditemukan. Untuk membuktikan bahwa itu bukan tasnya, selain tak adanya logo khas Fariz bentuk huruf F eksklusif, dia telah meminta dilakukan tes sidik jari terhadap tas tersebut. Asuminya kalau tas itu miliknya maka pastilah sidik jaringan tertinggal disitu. Anehnya, polisi maupun jaksa tak melayani permintaan Fariz tersebut.

Fakta di persidangan juga menunjukkan bahwa tes urine Fariz RM menunjukkan bahwa dia tidak sedang menggunakan narkoba. Tes itu dilakukan Fariz RM di rumah sakit non polisi, sebagai perbandingan, sebab tes urine yang dilakukan terdakwa di rumah sakit polisi dianggap tidak transparan. Pengacara Fariz bahkan curiga sampel tes urine kliennya telah ditukar.

Yang menarik lagi, saksi-saksi yang memberatkan dari pihak kejaksaan malah terkesan bertentangan sendiri. Kesaksiannya sama sekali tidak cocok. Ada saksi mata yang mengaku hadir saat penggeledahan namun Fariz menyatakan orang tersebut tidak terlihat di TKP saat kejadian. Jadi siapa sebenarnya dia ?

Nasib yang menimpa Fariz tersebut mengingatkan kita pada pernyataan Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Sisno Adiwinoto, Kamis (28/2) soal jebakan polisi saat terjadi operasi anti narkoba. "Anda harus berani mengatakan bahwa barang haram tersebut bukan milik anda dan jangan mau memegang atau menyentuh barang tersebut," ujarnya.

Sisno menyampaikan ini mencermati adanya pengaduan masyarakat, mengenai ulah oknum polisi yang bekerjasama dengan petugas valet service di hotel atau di mall, dengan menaruh ekstasi, ganja atau barang haram lainnya di kendaraan anda.

Mungkinkah Fariz RM dijebak dalam kasus tersebut. Yang jelas, perkara tersebut telah bergulir di pengadilan. Jaksa tampaknya ngotot dengan keyakinannya bahwa pemilik ganja itu adalah Fariz. Dia justru menuduh Fariz berbelit-belit dalam keterangannya di pengadilan. Saat ditanya definisi berbelit-belit, jawaban jaksa terkesan ajaib : "Kalau ia tak mau ngaku, kalau tidak kooperatif dengan kemauan saya, ya artinya berbelit-belit. Terserah dia mau bilang apa."

Bukan main. Selayaknya kita harus menangisi nasib Fariz. Dia seperti menjadi bulan-bulanan hukum. Kita prihatin pada pelanggaran akan hak-haknya pada kebebasan. Kita layak kagum pada kegigihannya untuk tidak menyerah dalam mencari keadilan.

Kuasa hukum Fariz RM, John Azin mengaku kecewa dengan tuntutan jaksa tersebut. Menurutnya, Jaksa Penuntut Umum jelas mengada-ada dalam menuntut kliennya. Pada 5 Maret mendatang, nasib Fariz, bersalah tidaknya dia, di depan Dewi Keadilan akan ditentukan.

Dimuat di Harian Jurnal Nasional edisi 1 Maret 2008